UJIAN TENGAH SEMESTER
PSIKOLOGI INDUSTRI
DAN ORGANISASI
SEMESTER GENAP
2019/2020
Dosen Pengampu : Dr. Arundati Shinta,
MA.
Imelta Indriyani Alfiah/ 19310410062
Hampir semua orang memahami bahwa pluralisme merupakan keadaan
masyarakat yang beragam dan majemuk, baik dari aspek sosial, budaya, agama,
maupun politik. Webster (1976), mengartikan jika pluralisme adalah suatu
keadaan sosial dari beranekaragam etnis, agama, ras atau lainnya, yang rela
mempertahankan tradisi dan tetap berpartisipasi kepada sesama
masyarakat.
Pluralisme merupakan sebuah realitas kondisi masyarakat yang
berasal dari unit terkecil yang membentuk masyarakat, yaitu individu. Hal itu juga
pernah dirumuskan oleh Charles Horton Cooley (1864-1929) yang mengembangkan
konsepsi mengenai hubungan timbal balik dan hubungan yang tidak terpisahkan
antara individu dan masyarakat (dalam Soekanto, 1990). Di sisi lain, Max Weber
dalam Teori Ideal Typus (dalam Soekanto, 1990) kemampuan konstruksi pikiran pun
dapat dijadikan sebagai alat analisis gejala-gejala dalam masyarakat, maupun
dengan cara melakukan observasi terhadap fakta-fakta sosial dan analisis
induktif (Le Play dalam Soekanto 1990).
Kita pasti pernah berpikir tentang hakikat mengapa perbedaan
itu ada, walaupun dalam intensitas dan kualitas nalar yang berbeda. Ada yang
melihat dari analisis sosial dan menyimpulkan bahwa pluralisme adalah
semata-mata perbedaan kultural yang turun temurun sehingga sulit untuk diruntut
secara sistematis dan akurat.
Tidak dapat
dipungkiri, diferensiasi yang terjadi akibat kemajemukan itu telah menyebabkan
terjadinya ketegangan sosial di tengah kehidupan, tidak terkecuali di dunia industri dan organisasi seperti adanya diskriminasi
ras, strata sosial, dan perbedaan kepentingan di sektor ekonomi, politik,
budaya dan lain-lain. Pluralisme terjadi karena adanya perbedaan pendapat
antara satu pihak dengan pihak lainnya.
Pemahaman teoritis dan aplikatif tentang manusia tidak akan
pernah berakhir, karena sifat manusia yang dinamis selalu menjadi potensi untuk
perubahan dalam kehidupannya, baik sebagai individu, bagian dari masyarakat,
maupun masyarakat itu sendiri. Setiap individu memiliki keunikan kecenderungan
perilaku. Bertolak dari keunikan itu, Clyde Kluckhohn dan Henry Murray (dalam
Lindzey & Hall, 1993) mendeskripsikannya sebagai kondisi stimulator dalam
mengembangkan teori-teori kepribadian dalam dunia psikologi.
Sementara itu, fungsi otak yang sangat mempengaruhi
pemikiran manusia mendukung proses aktualisasi diri yang lebih berkembang juga.
Pada setiap generasi akan berbeda dengan generasi selanjutnya. Hal itu
dipengaruhi oleh proses perkembangan otak yang evolutif sehingga proses-proses
pemikiran akan lebih beragam, inovatif, dan inventif dibandingkan sebelumnya. Bagian
otak ini yang membedakan kecerdasan manusia dengan makhluk lainnya, khususnya
perkembangan lobus prefrontal dari korteks yang berevolusi paling akhir yang
membuat ego rasional bekerja dalam diri manusia (Zohar dan Marshal, 2001). Berkaitan
dengan hal itu, keunikan identik dengan pluralisme karena unik berarti adanya
perbedaan antarindividu.
Dengan memahami makna pluralisme yang berkaitan dengan
aspek-aspek yang terdapat dalam individu, yaitu orientasi intrapersonal,
interpersonal, dan spiritual, hal itu akan menjelaskan proses dinamika
pluralisme yang terus meluas dan beragam(Lubis,
2002). Lebih jauh lagi, dalam pemenuhan kebutuhan aktualisasi
dirinya tidak terkecuali di dunia industri dan organisasi, manusia akan dipengaruhi oleh tiga orientasi tersebut. Kemudian
diharapkan fungsi controlling dari
psikologi sebagai cabang ilmu pengetahuan dalam mengendalikan perilaku abnormal
individu dan suatu komunitas dapat tercapai. Akhirnya, perkembangan manusia
diprediksikan akan terus mengalami dinamika dalam semua perspektif, baik iptek,
spiritual, maupun sosial-budaya.
Referensi:
Hall.
C & Lindzey. G. 1993. Teori-Teori Sifat dan
Behavioristik. Editor: Supratiknya, A Yogyakarta: Kanisius.
Lubis,
B. H. 2002. Dialektika
Psikologi dan Pandangan Islam. Pekanbaru: UNRI Press.
Soekanto,
S. 1990. Sosiologi
Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Webster,
Merriam. 1976. Webster’s
New Collegiate Dictionary. Massachusetts: Springfield Publisher.
Zohar,
D & Marshall, I. 2001. SQ, Memanfaatkan
Kecerdasan Spiritual dalam Berpikir Integralistik dan Holistik untuk Memaknai
Kehidupan. Bandung:Mizan.
Sumber Gambar:
Tupenalay,
Devi. (2019). Belajar Kehidupan Pluralisme Agama Dari Orang Ambon.
https://www.qureta.com/post/belajar-kehidupan-pluralisme-agama-dari-orang-ambon
(diakses pada 14 April 2020).
Artikelnya sangat menarik kak. bahasa yang digunakan mudah dipahami semua kalangan,informasi yang diberikan juga mudah diterima.lanjutkan dan semangat terus kakak ...
BalasHapusTerima kasih kak @cak.
HapusPemikiran yang inventif tu yg gimana sih
BalasHapusHaii Kak Farid,
HapusJadi inventif itu adalah pandai menciptakan atau merancang (sesuatu yang sebelumnya tidak ada). Mudahnya seperti ini sebagai contoh, pendidikan hendaknya dapat mengajarkan siswa keterampilan yang inventif. Maksudnya, dengan pendidikan diharapkan siswa dapat menciptakan sesuatu yang sebelumnya tidak ada.
Semoga jawabannya membantu dan memuaskan ya Kak Farid.Salam.
Maksunya individu harus dikendalikan itu gimana ya...???
BalasHapusHallo Kak Sigit. Jadi begini, manusia sebagai individu mempunyai watak, temperamen, sifat dan kepribadian yang berbeda-beda. Mengingat pada dasarnya setiap individu tidak mampu memenuhi kebutuhannya sendiri, maka untuk memenuhi berbagai macam kebutuhan ia akan menjadi anggota dari berbagai macam kelompok, yang menurut pandangannya akan dapat memenuhi berbagai macam kebutuhan dan dapat menyalurkan aspirasinya. Apabila seseorang masuk menjadi anggota suatu kelompok, maka segala sifat, watak, temperamen dan kepribadiannya akan ikut dibawa masuk ke dalam kelompok. Dalam hal demikian maka akan terbentuk perilaku yang yang awal mulanya berorientasi pada perilaku individu, harus dikendalikan dan diarahkan ke arah perilaku yang berorientasi kelompok.
HapusSemoga jawabannya membantu dan memuaskan ya kak,terima kasih. salam
HapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusMba, mau tanya tentang pluralisme agama. Apakah sudut pandang praktis pluralisme agama pernah ada dalam sepanjang sejarah dunia Islam? Thank you
BalasHapusHai Kak Andikamushaa,pertanyaannya menarik sekali.
HapusTentang pluralisme agama antar dua kelompok dari satu mazhab atau antara dua mazhab dari satu agama ataupun antara dua agama pernah terlontarkan. Umpamanya, hidup berdampingan yang pernah terjadi antara pemeluk Islam dengan Kristen dan Yahudi dalam satu blok ataupun satu wilayah dan satu kota dimana antar pengikut agama-agama tersebut bisa hidup rukun berdampingan tanpa ada pertikaian fisik satu dengan yang lain. Padahal masing-masing pemeluk agama tersebut menilai ajaran diri mereka dalam kebenaran sedang orang lain dianggap dalam kesesatan, malah terkadang terjadi perdebatan antara mereka. Dalam Islam pemandangan semacam itu pernah terjadi.
Dizaman awal-awal munculnya Islam hubungan antara kaum muslimin dengan non muslim yang hidup dilingkungan negara Islam sangat erat sekali, dimana satu dengan yang lain saling terjadi hubungan relasi kerja, hutang-piutang dan saling jenguk walaupun pada prinsipnya dari sisi pandangan dan pemikiran, setiap individu dari mereka meyakini kebenaran agama masing-masing.
HapusSemoga jawabannya membantu dan memuaskan ya kak, terima kasih. Salam.
HapusKalau ngga salah Max Weber itu tokoh d bidang sosiologi juga ya kak, nah contoh riil dari sumbangsihnya Max Weber dlm prkembangan sosiologi itu apa ya?
BalasHapusHaii Kak, salam.
HapusYap benar sekali kak, Max Weber adlh seorang ahli sosiologi dari Jerman yang mengembangkan teori Ideal Typus. Ideal Typus adalah suatu konstruksi dalam pikiran seorang peneliti yang dapat digunakan sebagai alat untuk menganalisis gejala-gejala dlm masyarakat.
Tentu saja ajaran-ajaran Max Weber sangat menyumbang dlm perkembangan sosiologi, misalnya: analisisnya ttg wewenang, birokrasi, sosiologi agama, organisasi-organisasi ekonomi, dsb.
Semoga jawabannya membantu dan memuaskan ya Kak. Salam.
HapusKak mau tanya, perbedaan orientasi intrapersonal, interpersonal dan spiritual itu apa?
BalasHapusMakasihhhh
Hai Kak. Sebelumnya mohon maaf ya ketiga hal tersebut belum saya jelaskan detailnya dalam artikel. Jadi begini mudahnya, orientasi intrapersonal merupakan bentuk penyesuaian diri individu yang sehat terhadap dirinya sendiri. Setiap individu dapat berinteraksi dan menentukan pilihan secara sadar terhadap dirinya sendiri. Bisa berupa panggilan nurani kepada kebaikan, atau sebaliknya, dorongan negatif dari jiwa yang sekadar memuaskan nafsu rendah manusia.
HapusOrientasi interpersonal merupakan proses interaksi individu terhadap objek dalam komunitasnya, yaitu manusia, hewan, tumbuhan, dan konteks tertentu. Contohnya kasus phobia yang cenderung menggambarkan ketakutan irasional terhadap objek yang bukan manusia, seperti acluophobia, yaitu takut pada suasana gelap. Individu memiliki kemampuan untuk melakukan adaptasi terhadap lingkungan (interpersonal) itu dalam proses aktualisasi dirinya.
Orientasi spiritual adalah proses interaksi manusia dengan Tuhannya untuk mempertahankan kondisi perilaku yang adaptif terhadap hukum keagamaan secara utuh.
Seperti itu gambaran umumnya. Semoga jawabannya memuaskan dan bermanfaat ya Kak. Terima kasih.
Kak tadi kan kemampuan kontruksi pikiran dapat dijadikan sebagai alat analisis dalam gejala gejala dalam masyarakat,lha terus contoh hasil analisis gejala gejalanya itu apa aja ya kak?.
BalasHapusHalo Kak. Pertanyaan yang diajukan ini lebih menyoroti pada teori Ideal Typus yang dikemukakan oleh Max Weber ya kak. Di kolom komentar sebelumnya disampaikan bahwa ajaran-ajaran Max Weber sangat menyumbang dlm perkembangan sosiologi, misalnya: analisisnya ttg wewenang, birokrasi, sosiologi agama, organisasi-organisasi ekonomi, dsb.
HapusSebagai contoh terapannya, analisis konsep ideal typus menurut max weber berkaitan dengan paguyuban dan patembayan. Paguyuban (Gemeinschaft) dan patembayan (Gesellschaft) adalah dua tipikal perkumpulan, yang pertama lebih bersifat kultural dan organis (RT, RW, ikatan family, ikatan alumni dst.) dengan waktu yang panjang bahkan tidak terbatas; sedangkan yang kedua lebih berciri formal dan pasti dengan jangka waktu yang relatif pendek.
Maka, menurut konsep ideal typus, jenis perkumpulan pertama ini lebih bercirikan dan cocok bagi masyarakat pedesaan yang agraris, dimana bagi masyarakat ini hal yang utama adalah keharmonisan dan kepaduan. Sedangkan jenis perkumpulan kedua cocok bagi masyarakat urban (kota) yang lebih bersifat transaksional, formal, dan sebuah hubungan diukur bukan dari kehangatan atau keharmonisan, namun sebuah hubungan diukur dari level-untung rugi.
Kak bagaimana sih contoh perilaku abnormal individu ?
BalasHapusTernyata banyak sekali lo Kak, perilaku abnormal yang sering muncul pada diri setiap individu seperti ngomong sendiri di depan cermin seperti yang ada dalam sinetron, marah-marah tanpa sebab yang jelas, senyum-senyum sendiri di depan cermin dan masih banyak lagi perilaku yang muncul tanpa kita sadari itu merupakan perilaku-perilaku abnormal atau gangguan yang terjadi pada psikologis. Jadi, jangan kita suka menuduh orang lain yang berkeliaran dipinggir jalan dan sedang senyum-senyum sendiri itu abnormal atau gangguan jiwa, jika kita masih suka senyum-senyum sendiri di depan cermin, hehehe… . Abnormal sendiri berarti perilaku yang menyimpang dari normal ya,Kak.
HapusApa maksud analisis induktif dari Le Play dalam Soekanto 1990
BalasHapusHalo Kak. Membahas tentang analisis induktif, menurut (KBBI Edisi V), analisis induktif adalah penetapan kebenaran suatu hal atau perumusan umum mengenai suatu gejala dengan cara mempelajari kasus atas kejadian khusus yang berhubungan dengan hal itu.
HapusJadi, analisis induktif merupakan cara analisis dengan contoh kongkrit dan fakta-fakta diuraikan terlebih dahulu, baru kemudian dirumuskan menjadi suatu kesimpulan atau generalisasi. Pada metode induktif, data dikaji melalui proses yang berlangsung dari fakta.
semangat terus mba imel.
BalasHapusIya,Kak. Terima kasih banyak atas dukungannya ya.
HapusApa perspektif anda tentang pluralisme di Indonesia saat ini terkait dengan sikap diskriminasi terhadap etika dan norma sosial?. Apakah kondisi sekarang ini akan mempengaruhi kedepannya? Jika ya? Apa yang terjadi dan bagaimana? solusinya. Jika tidak mengapa?
BalasHapusIndonesia merupakan negara dengan suku, budaya, agama, ras dan cara berperilaku yang beragam. Namun mirisnya, kasus intoleransi yang terjadi di Indonesia dari tahun ke tahun telah menambah daftar dan fakta bahwa semakin hari semakin banyak masyarakat yang luntur dalam bertoleransi, bahkan terjadinya diskriminasi akibat masuknya budaya egoistis dalam lingkungan masyarakat Indonesia.
HapusPada akhirnya sikap diskriminasi yang terjadi secara terus-menerus dalam jangka waktu yang panjang, akan timbul pengabaikan nilai – nilai, norma, dan aturan sosial yang ada di dalam kehidupan masyarakat, karena tidak ada rasa hormat dan menghargai antar masyarakat. Akibatnya yang terjadi adalah perpecahan masyarakat dalam kehidupan sosial. Harus ada langkah serius yang dilakukan untuk menanggulanggi perpecahan antar masyarakat yang terjadi akibat dari keragaman. Kita sebagai masyarakat Indonesia harus cerdas dan berpola hidup intelektual dalam bermasyarakat jika ingin Indonesia tetap damai dalam bertoleransi. Apalagi sebagai masyarakat yang beragama kita juga harus mematuhi kewajiban yang sudah dijelaskan hukum-hukumnya oleh agama.
Semoga jawabannya memuaskan ya, Kak. Semoga bermanfaat, terima kasih. :)
HapusTerimakasih kak jawabannya... :)
HapusSama-sama Kak Amar :)
HapusArtikel nya sangat menarik sekali kak, semangat !!
BalasHapusTerima kasih, Kak ARNFNS :)
BalasHapusSemangat dan sukses selalu
Artikelnya cukup menarik dan sangat menambah wawasan.
BalasHapusSedikit bertanya, bagaimana pemahaman anda sendiri terkait Pluralisme?
Artikelnya sangat menarik dan menambah pengetahuan.
BalasHapus