Ruang Kuliah dan Kampus Yang Nyaman Akan Meningkatkan Prestasi Mahasiswa
Marsum
183104101187
Ruang kuliah kampus
sering merupakan tempat yang membosankan dan suram. Dinding dicat dengan warna
“abu-abu kelembagaan”, meja kursi mudah dibersihkan, tetapi tidak nyaman dan
tidak menarik. Kursi diatur berderet lurus menghadap mimbar atau meja guru.
Suatu penelitian
(Ferrenkopf, 1947) lebih dari 80 persen mahasiswa di sebuah universitas menilai
ruang kuliah mereka secara negative, dengan melukiskannya sebagai tempat yang
buruk, sempit, sesak, tidak nyaman, dan sebagainya. Penelitian yang dilakukan
oleh pakar psikologi mulai memperlihatkan bahwa ruang kelas yang tidak menarik
tidak hanya tidak memiliki daya pikat, tetapi juga mempengaruhi prestasi
akademis.
Penelitian tentang lingkungan
ruang kuliah yang dikenali dengan cermat dilakukan oleh wollin dan montage
(1981 ). Mereka memilih dua ruang kuliah identik yang terletak bersebelahan di
gedung psikologi . Ruang kuliah pengendali, yang mereka sebut “ ruang kuliah
yang steril”.” Berdinding putih, memiliki karpet abu-abu”, dan sederetan meja
tulis plastik. Ruang kuliah eksperimental, yang mereka sebut “ ruang kuliah
yang ramah,” dihias kembali dengan meminta bantuan seorang konsultan desain.
Beberapa dinding dicat dengan warna cerah , poster seni digantungkan di
dinding, sejumlah tanaman diletakkan di ruang tersebut, dan layang-layang Cina
yang berwarna cerah digantungkan dilangit-langit. Selain itu meja tulis
tradisionil, sebagian ruangan dilengkapi dengan permadani, alas tempat duduk
yang mempunyai warna serasi, dan kubus kayu untuk menyediakan kursi yang tidak
tradisional.
Abraham
Maslow memiliki pendapat bahwa jika harga diri telah terpenuhi maka manusia
akan berkeinginan untuk meraih tingkatan kebutuhan yang lebih tinggi yaitu
aktualisasi diri. Para peneliti
menyelidiki bagaimana kedua lingkungan yang berbeda ini mempengaruhi prestasi
dalam perkuliahan yang sebenarnya. Dua professor yang mengajar pengantar
psikologi bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini, meskipun mereka tidak
diberitahu tentang tujuan penelitian tersebut. Ketika masa kuliah dimulai, tiap
tingkat ditempatkan secara acak disalah satu dari dua ruang kuliah itu. Pada
pertengahan masa kuliah, kedua tingkat tersebut ditukar , sehingga mahasiswa di
kedua tingkat itu berada di ruang pengendalian selama setengah masa
kuliah dan di ruang “ramah” selama setengah masa kuliah. Para mahasiswa
tersebut tidak diberitahu bahwa mereka sedang diteliti, terjadinya pertukaran kelas
dijelaskan sebagai akibat dibutuhkannya ruang yang semula untuk pemutaran
video.
Hasil
penelitian tersebut menunjukkan bahwa mahasiswa yang berada diruang “ramah”
secara signifikan prestasinya lebih baik saat ujian dari pada yang berada
diruang steril.
Jadi, tampak bahwa lingkungan fisik dapat mempengaruhi jumlah
pengetahuan yang dapat dipelajari, setidaknya-tidaknya terukur melalui nilai
ujian. Disamping itu mahasiswa juga disuruh mengevaluasi para pengajar mereka.
Secara signifikan pengajar dinilai lebih positif bila perkuliahan diadakan di
ruang kelas yang menarik. Diruang eksperimental, pengajar dinilai lebih
berpengetahuan, lebih menarik perhatian, dan lebih tertib dibandingakan
pengajar yang berada di ruang pengendalian. Jadi, penilaian kita tentang orang
lain setidak-tidaknya sebagian dipengaruhi oleh lingkungan fisik dimana kita
berinteraksi dengan mereka.
Jadi alangkah lebih baik jika kita menciptakan ruang kuliah yang
ramah atau nyaman. Hal itu tidaklah mustahil bagi kita jika ada eksen yang
nyata. Paling tidak jika tidak bisa mewujutkannya selalu jaga ruang kuliah agar
tetap kondusif sepeti tidak membuat gaduh ataupun meninggalkan sampah diruang
kelas, dan menata kembali meja atau kursi. Di mulai dari hal yang kecil yang
berdampak pada hal besar. Dari situ mulai tunjukkanlah sikap sosial pada
lingkungan kita sendiri
Referensi :
Abraham H. Maslow, 2010, Motivation
and Personality. Rajawali, Jakarta.
0 komentar:
Posting Komentar