27.3.19

GANGGUAN KECEMASAN



 Peran Kearifan terhadap Kecemasan 
Menghadapi Kematian pada Lansia


ManikMuthmain
143104101077
Mata Kuliah :Psikologi Abnormal
DosenPengampu :Fx. WahyuWidiantoroS.Psi., M.A


Nenek saya merupakan lansia dengan kearifan (wisdom) yang tinggi terbukti diusianya yang memasuki 90 tahun beliau masih bersemangat untuk keliling kampung berjualan tempe dengan berjalan kaki, membesarkan keenam anak – anaknya sendirian, kakek meninggal saat ayah saya masih berusia 5 lima tahu, meskipun tidak dipungkirin ada kecemasan yang beliau rasakan jika meninggalkan anak dan cucunya. Saat mendengar kabar nenek sedang dirawat di rumah sakit, seketika saya pulang ke Madiun. Nenek memegang tangan saya walaupun kesulitan berbicara sambil menangis beliau berpesan agar saya selalu menjaga kesehatan serta mendoakan saya, menjadi orang sukses, air mata sayapun tak terbendung.  Hari ini tepat 2 minggu nenek berpulang untuk selamanya.

Sejak awal kehidupan manusia, kematian merupakan suatu fakta yang  tidak menyenangkan dari proses kehidupan. Kematian memiliki sifat abstrak, tidak dapat dikontrol, tidak   memiliki wujud, serta tidak   dapat   dipahami (Royal   & Fereshte dalam Dinakaramani dan Indati, 2018). Sifat  kematian  yang tidak dapat diprediksi mampu memicu rasa prihatin, rasa takut, dan rasa cemas (Yalom dalam Dinakaramani dan Indati, 2018). Kecemasan menghadapi kematian merupakan  fenomena  umum yang terjadi pada manusia di segala rentang usia dan dapatdipandang  sebagai  motivasi  dasar dari perilaku   manusia (Cicirelli dalam Dinakaramani dan Indati, 2018).

Faktor - faktor yang mempengaruhi kecemasan menghadapi kematian telah banyak diteliti di  berbagai  negara. Faktor-faktor  tersebut antara   lain self-efficacy,   religiusitas, self -esteem,  dan  kearifan.  Menurut  penelitian (Fry dalam Dinakaramani dan Indati, 2018) self-efficacy merupakan prediktor    penting dalam menurunkan kecemasan menghadapi kematian pada lansia. Individu yang arif mampu memahami peru bahan - perubahan yang dialami dalam hidupnya serta mampu  melihat  fenomena dalam hidupnya  dari  berbagai  persepektif (Ardelt dalam Dinakaramani dan Indati, 2018). Kearifan memiliki karakteristik utama berupa penerimaan (Randall & Kenyon dalam Dinakaramani dan Indati, 2018). Penerimaan yang dilakukan berbeda dengan putus asa, karena penerimaan yang dilakukan oleh individu yang arif merupakan wujud berserah diripada perubahan-perubahan yang terjadi  dalam hidupnya, termasuk dalam menghadapi kematian (Ardelt & Edwards dalam Dinakaramani dan Indati, 2018).

Kematian memang merupakan peristiwa yang tidak dapat terelakkan, tidak  dapat  diketahui  secara pasti sehingga dapat memicu seseorang menjadi merasa cemas. Seseorang merasa  cemas atau tidak dalam  menghadapi kematian tergantung pada bagaiman  individu tersebut  mengevaluasi hidupnya dan ada atau tidak penyesalan yang dirasakan dalam hidupnya.  Tidak ada penyesalan dalam hidup  merupakan  salah  satu  aspek dari konsep kearifan yang dicetuskan oleh (Ardelt dalam Dinakaramani dan Indati, 2018). Dengan demikian, lansia yang arif akan pasrah dan tanpa putus asa menerima kondisi dirinya yang terus menurun hingga  datangnya  kematian.  Lansia  yang arif  juga  mampu  memandang  kematian dari   berbagai   sudut   pandang   sehingga mampu  memandang    kematian    secara positif.    

Daftar Pustaka
Dinakaramani dan Indati, 2018. Jurnal.  Peran Kearifan (Wisdom) terhadap Kecemasan pada Lansia. Universitas Gadjah Mada.


0 komentar:

Posting Komentar