Nama : pipit Rahmania Khajati
NIM : 16.310.410.1134
Psikologi lingkungan
GEGAP gempitanya politik yang
berbalut dengan isu SARA semakin meminggirkan isu lingkungan hidup ke posisi
yang sangat marginal. Padahal, lingkungan hidup sangat esensial bagi
keberlanjutan kehidupan berbangsa dan bernegara. Kita hidup dari dan bersama
dengan lingkungan alam kita: air, udara, tanah, dan ekosistemnya. Tanpa lingkungan
hidup yang baik dan sehat, hidup dan penghidupan kita akan terancam. Untuk
itulah, hak atas lingkungan hidup menjadi bagian dari kebutuhan dasar manusia
sehingga telah menjadi hak konstitusional setiap warga negara, sebagaimana
ditegaskan di Pasal 28H ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 dan Pasal 9 ayat (3)
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Sebagai
implementasi dari kewajiban negara untuk menyediakan dan memenuhi lingkungan
hidup yang baik dan sehat, diperkenalkan konsep strict liability atau tanggung
jawab mutlak di dalam Pasal 88 Undang-Undang Nomor 32/2009 tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH). Strict liability adalah tanggung jawab
mutlak yang dibebankan pada pihak baik perorangan atau korporasi karena
terjadinya kerusakan lingkungan hidup yang berada di dalam rentang kendalinya.
Pasal 88 UU PPLH berbunyi “Setiap orang yang tindakannya, usahanya dan/atau
kegiatannya menggunakan B3, menghasilkan dan/atau mengelola limbah B3 dan/atau
yang menimbulkan ancaman serius terhadap lingkungan hidup, bertanggung jawab
mutlak atas kerugian yang terjadi sepanjang kerugian tersebut disebabkan oleh
yang bersangkutan.” Namun, ketentuan tentang strict liability yang menjadi
instrumen negara untuk memastikan lestari dan berfungsinya lingkungan hidup
untuk menunjang ekosistem dan kehidupan manusia ini terancam oleh gugatan
asosiasi pengusaha kehutanan dan kelapa sawit. Mereka menggugat Pasal 88 ke
Mahkamah Konstitusi karena dianggap tidak sesuai dengan UUD 1945. Menurut penulis,
argumen ini tidak relevan karena justru ketentuan tentang strict liability ada
untuk melaksanakan ketentuan yang telah diatur di Pasal 28H ayat (1) UUD 1945.
Kita harus peduli dengan gugatan itu dan mengambil sikap, karena berpotensi
menjadi ancaman bagi pemenuhan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.
Pun juga mengancam hak-hak lingkungan yang mempunyai mekanisme tersendiri untuk
sesuai dengan daya dukungnya (carrying capacity). Ketika daya dukung lingkungan
rusak, maka alam akan bertindak sendiri melalui beragam bencana akan menyapa
manusia yaitu banjir, tanah longsor, kekeringan ekstrim, kebakaran hutan/lahan,
kelaparan, dan berbagai jenis penyakit. Menurut Badan Nasional Penanggulanan
Bencana (BNPB), pada tahun 2016 telah terjadi 2.384 bencana di Indonesia.
Jumlah ini meningkat dari 1.732 bencana di tahun 2015. Peningkatan bencana
disebabkan oleh faktor alam, seperti perubahan iklim dan faktor antropogenik,
meliputi degradasi lingkungan, permukiman di daerah rawan bencana, daerah
aliran sungai kritis, dan urbanisasi.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Tanggung Jawab Mutlak dalam Perspektif HAM dan Lingkungan Hidup", https://nasional.kompas.com/read/2017/06/14/19184181/tanggung.jawab.mutlak.dalam.perspektif.ham.dan.lingkungan.hidup.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Tanggung Jawab Mutlak dalam Perspektif HAM dan Lingkungan Hidup", https://nasional.kompas.com/read/2017/06/14/19184181/tanggung.jawab.mutlak.dalam.perspektif.ham.dan.lingkungan.hidup.
0 komentar:
Posting Komentar