MENGENAL BODY
DYSMORPHIC DISORDER (BDD)
Nama : Nurul Widiastoni
NIM : 163104101152
Mata kuliah : Psikologi Abnormal
Dosen pengampu : F.X Wahyu Widiantoro S. Psi, MA
Body
Dysmorphic Disorder (BDD) awalnya dikategorikan sebagai dysmorphophobia.
Istilah tersebut untuk pertama kalinya dimunculkan oleh seorang doktor Italia
yang bernama Morselli pada tahun 1886. Dysmorphophobia berasal dari bahasa
Yunani, “dysmorph” yang berarti misshapen dalam bahasa Inggris. Kemudian
namanya diresmikan oleh American Psychiatric Classification menjadi Body
Dysmorphic Disorder (BDD). Sebenarnya, sejak Freud praktek sudah disinyalir
mengenai gejala ini yang oleh Freud sendiri dinamakan sebagai ‘wolf man’.
Karena gejala Body Dysmorphic Disorder (BDD) tersebut terjadi pada seorang pria
bernama Sergei Pankejeff yang mempunyai masalah dengan kecemasan terhadap
bentuk hidungnya.
Istilah
Body Dysmorphic Disorder (BDD), secara formal juga tercantum dalam Diagnostic
and Statistic Manual of Mental Disorder (4th Ed), untuk menerangkan kondisi
seseorang yang terus menerus memikirkan kekurangan fisik minor atau bahkan
imagine defect. Akibatnya, individu itu tidak hanya merasa tertekan, bahkan
kondisi tersebut melemahkan taraf berfungsinya individu dalam kehidupan sosial,
pekerjaan atau bidang kehidupan lainnya (misalnya, kehidupan keluarga dan
perkawinan). Media kadang menyebutnya sebagai ”imagined ugliness syndrome”. Body
Dysmorphic Disorder (BDD) dimasukkan ke dalam DSM IV di bawah somatization
disorders.
Menurut Watkins (2006), Body Dysmorphic
Disorder (BDD) adalah keasyikan dengan kekurangan fisik yang imajiner pada
penampilan atau perhatian yang sangat berlebihan terhadap kekurangan yang
sebenarnya tidak begitu berarti.
Body
Dysmorphic Disorder (BDD) mencakup pikiran, perasaan, perilaku dan hubungan
sosial. Penderita Body Dysmorphic Disorder (BDD) biasanya memfokuskan tidak
hanya pada bagian tubuh tertentu, tetapi lebih ke bagian-bagian tubuh yang lain
pula. Itulah yang membedakannya dengan eating disorder/bulimia nervosa/anorexia
nervosa yang biasanya menyangkut gangguan kecemasan mengenai ukuran dan berat
badan. Bagian-bagian tubuh yang sering dikeluhkan dan dicemaskan adalah rambut,
hidung, kulit, gigi, alat kelamin, struktur wajah, kaki, pipi, lengan, bibir,
dagu, perut, pinggang, pinggul, paha, alis mata, kepala, telinga, dada, bekas
luka, dan ukuran tinggi atau berat badan.
Gambaran
klinis BDD yang tampak yaitu Pasien dengan BDD merasa terdorong untuk melakukan
perilaku untuk mengonfirmasi kekurangan/ kecacatan yang dirasakan secara
berulang-ulang (kompulsif).Perilaku tersebut termasuk kompulsif memeriksa
cermin, menghindari cermin kompulsif, kompulsif perawatan (misalnya, menyisir
rambut, mencabuti rambut, atau menerapkan tata rias), dan berulang-ulang
membandingkan cacat dirasakan dengan tubuh orang lain.
Bentuk-bentuk
perilaku yang mengindikasikan Body Dysmorphic Disorder (BDD) (menurut Watkins,
2006; Thompson, 2002; Wikipedia, 2006; Weinshenker, 2001; dan David Veale)
adalah sebagai berikut:
a)
Secara
berkala mengamati bentuk penampilan lebih dari satu jam per hari atau
menghindari sesuatu yang dapat memperlihatkan penampilan, seperti melalui
cermin atau kamera.
b)
Mengukur
atau menyentuh kekurangan yang dirasakannya secara berulang-ulang.
c)
Meminta
pendapat yang dapat mengukuhkan penampilan setiap saat.
d)
Mengkamuflasekan
kekurangan fisik yang dirasakannya.
e)
Menghindari
situasi dan hubungan sosial.
f)
Mempunyai
sikap obsesi terhadap selebritis atau model yang mempengaruhi idealitas
penampilan fisiknya.
g)
Berpikir
untuk melakukan operasi plastik.
h)
Selalu
tidak puas dengan diagnosis dermatologist atau ahli bedah plastik.
i)
Mengubah-ubah
gaya dan model rambut untuk menutupi kekurangan yang dirasakannya.
j)
Mengubah
warna kulit yang diharapkan memberi kepuasan pada penampilan.
k)
Berdiet
secara ketat dengan kepuasan tanpa akhir.
Weinshenker
(2001) menyatakan bahwa kecemasan, rasa malu dan juga depresi acapkali
merupakan konsekuensi dari gangguan ini.
Faktor
Penyebab Body Dysmorphic Disorder (BDD) Sampai saat ini, belum ada penelitian
yang memastikan penyebab Body Dysmorphic Disorder (BDD) dengan jelas. Riwayat
dilecehkan tubuhnya pada masa kanak-kanak, tidak dicintai orang tua, dan mempunyai
penyakit yang mempengaruhi penampilan, jerawat misalnya, bisa dikategorikan
menjadi penyebab gejala Body Dysmorphic Disorder (BDD). Jika diklasifikasikan,
ada dua aspek yang masih menjadi dugaan penyebab Body Dysmorphic Disorder
(BDD). Pertama, adanya ketidakseimbangan cairan kimia (hormon serotonin) di
dalam otak, yang berpengaruh terhadap kapasitas obsesi. Kedua, kemungkinan
faktor-faktor sifat, psikologis, maupun budaya.
Tahap
awal untuk mengobati pasien dengan BDD yaitu dengan terapi nonfarmakologis
dengan cara menginterfensi psikologi pasien. Terapi yang dikenal dalam
menangani pasien tersebut yaitu dengan pendekatan Cognitive-Behavioral Therapy
(CBT).Penelitian yang ada menunjukkan bahwa terapi kognitif-perilaku (CBT)
mungkin berpengaruh untuk BDD.Kebanyakan studi telah meneliti kombinasi
komponen kognitif (misalnya, restrukturisasi kognitif yang berfokus pada
perubahan asumsi terkait penampilan dan kepercayaan) dengan komponen perilaku,
terutama terdiri dari paparan dan pencegahan respon untuk mengurangi
penghindaran terhadap sosial dan perilaku kompulsif. Temuan dari penelitian neuropsikologis
(seperti diulas di atas) mendukung penggunaan strategi kognitif perilaku untuk
membantu pasien mengurangi fokusnya pada detail kecil dari penampilan mereka
dan justru membantu pasien agar melihat tubuh mereka lebih "holistik”
Dari
berbagai uraian di atas dapat di simpulkan bahwa gangguan dismorfik tubuh
adalah sebuah ketidakpuasan yang cukup ekstrem terhadap penampilan bentuk tubuh
yang meneyebabkan rasa cemas yang terus
menerus terhadap kekurangan fisiknya. Orang yang terkena gangguan ini bukan
saja merasa tertekan psikologisnya tapi bahkan gagal dalam melakukan aktivitas
sehari-hari, seperti bekerja, belajar, dan aktivitas sosial lainya.
REFERENSI
Bjornsson AS, Didie ER,
Phillips KA. Body Dysmorphic Disorder. Dialogues Clin Neurosci. 2010 [diakses
pada 20 April 2016]; 12(2): 221–232. Tersedia dari:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articl es/PMC3181960/
Di kutip dari http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PSIKOLOGI_PEND_DAN_BIMBINGAN/197102191998021_NANDANG-BUDIMAN/BODY_DYSMORPHIQ_DISORDER.pdf.
Pada Tanggal 17 April 2018
Veale, D.
Cognitive-Behavioral Teraphy for Body Dysmorphic Disorder. Advances in
Phsyciatric Treatment, vol. 7. 2001; 125-132.
0 komentar:
Posting Komentar