MATERI KULIAH
VALIDITAS
NIM. 16.310.410.1125)
Fakultas
Psikologi
Universitas
Proklamasi 45 Yogyakarta
Tujuan Instruksional Khusus (TIK):
- Mahasiswa mampu mengetahui definisi validitas,
- Mahasiswa mampu mengetahui ciri-ciri validitas,
- Mahasiswa mampu membedakan antara validitas dalam pengukuran dan validitas dalam metodologi penelitian,
- Mahasiswa mampu mengetahui macam-macam validitas dalam pengukuran,
- Mahasiswa mampu mengetahui macam-macam validitas dalam metodologi penelitian,
- Mahasiswa mampu mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi validitas penelitian,
- Mahasiswa mampu mengetahui sumber invaliditas,
- Mahasiswa mampu memberi contoh pengukuran validitas dalam penelitian kedokteran dan kesehatan.
Pada waktu melakukan kegiatan penelitian, tujuan utama
kita adalah memperoleh data. Data dapat kita peroleh dengan suatu alat ukur
(instrumen penelitian) sesuai dengan
data yang akan kita ambil, misalnya data yang kita ambil adalah berat badan,
maka alat ukur yang akan kita gunakan adalah timbangan berat badan.
Instrumen penelitian adalah alat-alat yang akan
digunakan untuk pengumpulan data. Instrumen penelitian ini dapat berupa
kuesioner (daftar pertanyaan), formulir observasi, formulir-formulir lain yang
berkaitan dengan pencatatan data dan sebagainya. Apabila data yang akan
dikumpulkan itu adalah data yang menyangkut pemeriksaan fisik maka instrumen
penelitian ini dapat berupa stetoskop, tensimeter, timbangan, meteran atau alat
antropometrik lainnya untuk mengukur status gizi, dan sebagainya.
Setelah alat ukur (instrumen penelitian) atau alat
pengumpul data disiapkan, misalnya kuesioner sebagai alat ukur selesai disusun,
belum berarti kuesioner tersebut dapat langsung digunakan untuk mengumpulkan
data. Kuesioner baru dapat digunakan sebagai alat ukur penelitian apabila telah
dilakukan uji validitas dan reliabilitas. Untuk itu maka kuesioner tersebut
harus diuji coba (trial) di lapangan. Responden yang digunakan untuk uji coba
sebaiknya yang memiliki ciri-ciri yang sama atau hampir sama dengan responden
dari tempat di mana penelitian tersebut harus dilaksanakan.
Agar diperoleh distribusi nilai hasil pengukuran
mendekati normal, maka sebaiknya jumlah responden untuk uji coba paling sedikit
20 orang. Hasil-hasil uji coba ini kemudian digunakan untuk mengetahui sejauh
mana alat ukur (kuesioner) yang telah disusun tadi memiliki validitas dan
reliabilitas. Suatu alat ukur harus mempunyai kriteria validitas dan
reliabilitas.
Semula, validitas dan
reliabilitas pengukuran dalam penelitian kedokteran bukan menjadi masalah bagi
peneliti, tetapi hanya terbatas bagi para perancang alat pemeriksaan
kedokteran, baik instrumen klinik maupun laboratorik. Peneliti hanya tinggal
memakai alat atau metode yang telah baku. Akan tetapi dengan perkembangan
bidang telaah penelitian kedokteran ke arah kedokteran sosial, yang berarti
peneliti berhadapan dengan fenomena-fenomena psikososial, maka validitas dan
reliabilitas harus benar-benar difahami oleh peneliti kedokteran, khususnya
bagi mereka yang berminat pada bidang penelitian kedokteran sosial.
Apa itu validitas
?
Validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur
(instrumen penelitian) itu benar-benar mengukur apa yang seharusnya diukur.
Remaja usia 15 tahun memiliki berat badan 35 kg, maka
timbangan yang digunakan untuk menimbang remaja tersebut juga menunjukkan berat
35 kg, bukan 35,5 kg atau 34,5 kg. Hal ini menunjukkan bahwa timbangan tersebut
valid. Demikian halnya dengan kuesioner sebagai alat ukur harus mengukur apa
yang ingin diukur, sebagai contoh kuesioner untuk mengetahui pengetahuan
responden tentang imunisasi, maka data yang akan dihasilkan sesuai dengan
pengetahuan yang dimiliki oleh responden yang diukur.
Untuk dapat lebih memahami maksud validitas, maka
diajukan pertanyaan (1) Apakah pengukuran yang dilakukan (dengan metode dan
alat yang dipilih) benar-benar mengukur ciri atau variabel subyek yang
dikehendaki ? kalau jawabannya adalah ya, maka berarti pengukuran yang
dilakukan tersebut valid (ketepatukuran/sahih), (2) Apakah pengukuran tersebut
berlangsung dengan cermat dan teliti ? kalau jawabannya adalah ya, maka berarti
pengukuran yang dilakukan tersebut valid (ketepatukuran/sahih).
Dari
pertanyaan di atas diketahui bahwa ada 2 ciri validitas pengukuran yaitu (a)
ketepatukuran dan (b) ketelitian, kecermatan. Ketepatukuran berarti secara
tepat mengukur apa yang memang akan diukur (sensitivitas) dan juga dengan pengukuran
tersebut tidak terukur hal lain selain yang akan diukur (spesifitas), sedangkan
ketelitian menggambarkan bahwa pengukuran yang dilakukan memenuhi syarat
reliabilitas.
Validitas
dalam terminologi metodologi penelitian meliputi 2 macam pengertian yaitu
validitas yang berkaitan dengan pengukuran dan validitas yang berkaitan dengan
penelitian itu sendiri.
Validitas
pengukuran meliputi 3 unsur yaitu (1) alat ukur, (2) metode ukur, dan (3)
pengukur (peneliti). Ketiga unsur inilah yang akan menentukan apakah hasil
suatu pengukuran valid atau tidak, walaupun alat dan metode yang dipilih telah
baku dan valid, tetapi kalau pelaksanaan pengukurannya kurang tepat dan teliti,
maka hasilnya akan tidak valid.
Validitas
penelitian sama sekali mempunyai pengertian yang berbeda, walaupun untuk
tercapainya validitas penelitian syarat validitas pengukuran juga harus
terpenuhi. Ada 2 macam
validitas penelitian yaitu validitas dalam dan validitas luar.
Validitas
dalam adalah kesahihan penelitian yang menyangkut pertanyaan : sejauh mana
perubahan yang diamati dalam suatu penelitian
(terutama penelitian eksperimental) benar-benar hanya terjadi karena
perlakuan yang diberikan (variabel perlakuan) dan bukan karena pengaruh faktor
lain (variabel luar).
Validitas
luar adalah kesahihan penelitian yang menyangkut pertanyaan : sejauh mana hasil
suatu penelitian dapat digeneralisasikan pada populasi induk (asal sampel
penelitian diambil). Sebagai contoh : penelitian tentang tingkat efektivitas
suatu metode penyuluhan baru mengenai program imunisasi dengan mengambil sampel
di suatu desa dan ternyata hasilnya baik. Pertanyaannya adalah : seberapa jauh
efektivitas metode penyuluhan tersebut kalau diterapkan sebagai program yang
sesungguhnya dalam masyarakat luas. Dengan kata lain, apakah penelitian yang
dilakukan representatif dapat menggambarkan kejadian yang sesungguhnya dalam
masyarakat, kalau diberikan suatu rangsang (variabel perlakuan).
Faktor-faktor
yang mempengaruhi validitas penelitian yaitu (1) validitas pengukuran, (2)
adekuatitas rancangan penelitian, dan (3) analisis data. Ketiga faktor tersebut
akan mempengaruhi baik validitas dalam maupun validitas luar penelitian, dengan
sendirinya juga mempengaruhi konsekuensi dan medan generalisasi hasil
penelitian.
Jenis validitas pengukuran
Dalam
hal ini hanya akan diuraikan pembagian validitas pengukuran paling sederhana
yang mempunyai manfaat praktis pada pengukuran fenomena kedokteran yaitu (1)
validitas isi, (2) validitas kriterium, dan (3) validitas konstruk.
(1) validitas isi
Validitas
isi adalah tingkat representativitas isi atau substansi pengukuran terhadap
konsep (pengertian) variabel sebagaimana dirumuskan dalam definisi operasional.
Pengukuran yang dilakukan oleh seorang peneliti pada hakekatnya merupakan
pengukuran terhadap sebagian dari keseluruhan variabel, maka pengukuran yang
dilakukan adalah sampel dari universum tersebut. Masalahnya adalah apakah
sampel tersebut representatif terhadap universum yang dimaksud, atau hanya
mencerminkan sebagian saja, atau bahkan ada di luar universum.
Masalah yang menyangkut pengukuran di
bidang kedokteran klinik dan laboratorik sebagian besar menyangkut validitas
isi. Misalnya pengukuran suhu, jumlah sel darah, visus, suara jantung, dsb.
Semua pengukuran tersebut sudah cukup jelas validitasnya karena menyangkut
fenomena biologik yang lebih eksak sifatnya. Pengukuran suhu dengan termometer
telah cukup jelas memenuhi kriteria validitas isi, suhu mempunyai sifat
merambat dari suatu benda (tubuh penderita) ke benda lain (termometer, air raksa),
perubahan suhu mempengaruhi volume air raksa, sehingga panjang kolom termometer
yang terisi air raksa representatif untuk menggambarkan perubahan suhu.
Pada bidang kedokteran yang mendalami fenomena sosial,
tidak sesederhana itu. Misalnya pengukuran tentang ”persepsi ibu terhadap
program imunisasi anak balita”, ”perilaku keluarga terhadap penderita
skizofreni”, atau ”akseptablitas masyarakat terhadap cara pengobatan
tradisional”. Pengukuran terhadap persepsi, perilaku dan sikap tersebut tidak
dapat dilakukan dengan menggunakan alat ukur yang sesederhana termometer,
tetapi dengan mengajukan sejumlah pertanyaan melalui teknik wawancara atau
kuesioner. Masalahnya apakah jawaban atas pertanyaan tersebut benar-benar
menggambarkan persepsi, perilaku atau sikap di atas ? Disinilah diperlukan uji validitas.
Pengujian
validitas isi dilakukan dengan analisis teoritik apakah alat ukur
(pertanyaan-pertanyaan) tersebut secara logika mengeksplorasikan
indikator-indikator fenomena psikososial tersebut, seperti halnya analisis
terhadap kerja termometer sebagai alat pengukur suhu di atas.
Pendekatan
lain dengan cara uji coba alat ukur pada sekelompok subyek. Pertama-tama
sekelompok subyek diukur dulu dengan alat ukur tersebut, kemudian terhadap
mereka diberi perlakuan yang jelas-jelas akan mempengaruhi variabel yang
diukur, kemudian dilakukan pengukuran lagi dengan alat dan metode ukur yang
sama. Perbedaan hasil uji awal dengan hasil uji akhir itulah yang menunjukkan
bahwa alat dan metode ukur yang dicoba mempunyai validitas isi yang baik atau
tidak.
Sebagai
contoh : untuk menilai perilaku dukun bayi terhadap sterilitas dilakukan tes awal
dengan sejumlah pertanyaan yang akan diuji validitasnya, kemudian kepada mereka
diberikan kursus dan praktek intensif pertolongan partus dengan prinsip-prinsip
sterilitas. Setelah itu dilakukan tes akhir dengan alat dan metode yang sama.
Interpretasi : perbedaan hasil tes awal dengan tes akhir menunjukkan validitas
uji tersebut.
(2) validitas kriterium
Validitas
kriterium (validitas prediksi) adalah sifat yang menggambarkan tingkat
keterandalan instrumen pengukuran (prediktor) untuk meramal keadaan atau
kemampuan tertentu (kriterium) subyek.
Misalnya,
suatu paket uji keseimbangan tubuh (fungsi vestibuler) dijadikan sebagai alat
seleksi bagi para calon penerbang pesawat tempur. Kalau setelah diterima dan
menjadi penerbang pesawat tempur ternyata ketrampilan pengemudi pesawat yang
berkaitan dengan fungsi vestibuler tersebut jelek, berarti validitas kriterium
alat uji tersebut rendah.
Contoh
lain : untuk menguji kemampuan pendengaran seseorang dalam rangka melakukan
percakapan sehari-hari dilakukan pemeriksaan audiometri tutur dengan daftar
kata yang baru disusun. Kalau uji audiometri tersebut dapat meramalkan dangan
baik kemampuan pendengaran tersebut, berarti validitas kriterium daftar kata
yang baru disusun tersebut baik.
Pengujian
terhadap validitas kriterium dilakukan dengan membandingkan hasil uji prediktor
(yang akan diuji validitasnya) dengan hasil uji kriterium (kemampuan yang
diramal). Dari contoh pertama, diuji korelasi hasil tes vestibuler (tes
prediksi) dengan hasil atau nilai prestasi penguasaan pesawat yang berkaitan
dengan keseimbangan (kriterium), kalau hasil analisis korelasi kuat berarti
validitas kriterium tinggi, dan sebaliknya.
(3) validitas konstruk
Validitas
konstruk adalah ketepatan pengukuran dalam menilai ciri atau keadaan subyek
yang diukur, sehubungan dengan teori atau hipotesis yang melatarbelakanginya.
Validitas konstruk menggambarkan 2 hal sekaligus yaitu validitas pengukuran
sendiri dan kebenaran teori atau hipotesis yang melatarbelakangi penyusunan
instrumen ukur tersebut.
Contoh :
dalam rangka menilai kelancaran wanita menjalani partus kala II, dikembangkan
model pengukuran baru yaitu mengukur kekuatan kontraksi otot perut utama (m. rectus
dan m. obliquus internus dan eksternus). Pengukuran ini didasari oleh beberapa
teori atau hipotesis sebagai berikut :
- Dalam keadaan normal (tidak ada disproporsi, kedudukan
dan presentasi janin serta his normal), maka kala II persalinan ditentukan oleh
kekuatan hejan perut,
- Kekuatan hejan perut ditentukan oleh kekuatan kontraksi
otot uama.
Interpretasi
: kalau dari hasil pengukuran ternyata ada hubungan yang kuat antara kekuatan
kontraksi otot perut dengan lama kala II persalinan, sementara faktor-faktor
his, kedudukan dan presentasi janin normal, dan tidak ada disproporsi, maka
pengukuran tersebut mempunyai validitas konstruk yang baik, tetapi bila
hasilnya tidak ada hubungan,maka baik pengukuran maupun dasar teori yang
dikemukakan di atas tidak valid.
Sumber invaliditas
Ada 3
faktor petunjuk tingkat validitas pengukuran, yaitu :
1.
definisi operasional
variabel yang secara logis sesuai dengan landasan teoritik yang ada untuk menggambarkan variabel yang
dimaksud,
2.
kecocokan antara
butir uji dari instrumen pengukuran dengan definisi operasional (lihat
validitas isi),
3.
reliabilitas
pengukuran.
Ketiga sumber invaliditas tersebut harus benar-benar
dikendalikan oleh peneliti, oleh karena tidak terpenuhinya salah satu saja dari
ketiga hal tersebut maka pengukuran menjadi tidak valid walaupun kedua hal yang
lain memenuhi syarat.
Contoh Uji Validitas
Untuk mengetahui apakah kuesioner yang kita susun mampu
mengukur apa yang hendak kita ukur, maka perlu diuji dengan uji korelasi antar
skor (nilai) tiap-tiap item (pertanyaan) dengan skor total kuesioner tersebut
sehingga diperoleh korelasi yang bermakna (construct validity). Apabila
kuesioner tersebut telah memiliki validitas konstruk, berarti semua item
(pertanyaan) yang ada di dalam kuesioner tersebut mengukur konsep yang kita
ukur.
Sebagai contoh kita akan mengukur pengetahuan imunisasi
TT bagi ibu hamil, maka kita susun pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut :
a.
Apakah ibu pernah
mendengar tentang imunisasi TT ?
b.
Apabila pernah
mendengar, untuk siapa imunisasi itu diberikan ?
c.
Apa manfaat imunisasi
itu diberikan ?
d.
Berapa kali imunisasi
tersebut harus diterima ?
e.
Penyakit apa yang
dapat dicegah dengan imunisasi TT ?
f.
Di mana ibu dapat
memperoleh imunisasi TT tersebut ?
g.
dst...
Pertanyaan-pertanyaan tersebut diberikan kepada
sekelompok responden sebagai sarana uji coba, kemudian pertanyaan-pertanyaan
(kuesioner) tersebut diberi skor atau nilai jawaban masing-masing sesuai dengan
sistem penilaian yang telah ditetapkan, misalnya :
-
skor 2 untuk jawaban
yang paling benar,
-
skor 1 untuk jawaban
yang mendekati benar,
-
skor 0 untuk jawaban
yang salah.
Sebagai gambaran, misalnya distribusi skor untuk
masing-masing pertanyaan dari 10 responden adalah sebagai berikut :
Responden
|
Skor Nomor Pertanyaan
|
Skor Total
|
|||||||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
8
|
9
|
10
|
||
A
|
2
|
1
|
1
|
2
|
0
|
1
|
2
|
2
|
2
|
1
|
14
|
B
|
2
|
2
|
2
|
1
|
1
|
2
|
2
|
1
|
1
|
1
|
15
|
C
|
2
|
1
|
2
|
1
|
0
|
2
|
2
|
2
|
1
|
0
|
13
|
D
|
2
|
2
|
1
|
2
|
1
|
2
|
1
|
2
|
2
|
1
|
16
|
E
|
1
|
1
|
1
|
2
|
2
|
2
|
1
|
2
|
1
|
0
|
13
|
F
|
2
|
1
|
2
|
1
|
0
|
2
|
1
|
2
|
1
|
0
|
12
|
G
|
1
|
2
|
2
|
1
|
0
|
1
|
2
|
2
|
1
|
1
|
13
|
H
|
2
|
2
|
2
|
2
|
1
|
2
|
2
|
2
|
1
|
0
|
16
|
I
|
2
|
2
|
2
|
1
|
1
|
0
|
2
|
1
|
1
|
0
|
12
|
J
|
2
|
2
|
2
|
2
|
0
|
2
|
1
|
2
|
1
|
0
|
14
|
Selanjutnya kita hitung
korelasi antara skor masing-masing pertanyaan dengan skor total, sehingga ada
10 pertanyaan dalam kuesioner dan akan ada 10 uji korelasi, yaitu skor pertanyaan
nomor 1 dengan total skor total masing-masing responden, skor pertanyaan nomor
2 dengan total skor total masing-masing responden, skor pertanyaan nomor 3
dengan total skor total masing-masing responden, dan seterusnya.
Teknik korelasi yang dipakai
adalah teknik korelasi ”product moment” yang rumusnya adalah sebagai
berikut :
N (S XY) – (SX. SY)
R = -------------------------------------------------
Ö {NSX2 – (SX) 2 } {NSY2 – (SY) 2 }
Sebagai contoh perhitungan korelasi antara pertanyaan
nomor 1 dengan total skor total masing-masing responden.
Responden
|
X
|
Y
|
X2
|
Y2
|
XY
|
A
|
2
|
14
|
4
|
196
|
28
|
B
|
2
|
15
|
4
|
225
|
30
|
C
|
2
|
13
|
4
|
169
|
26
|
D
|
2
|
16
|
4
|
256
|
32
|
E
|
1
|
13
|
1
|
169
|
13
|
F
|
2
|
12
|
4
|
144
|
24
|
G
|
1
|
13
|
1
|
169
|
13
|
H
|
2
|
16
|
4
|
256
|
32
|
I
|
2
|
12
|
4
|
144
|
24
|
J
|
2
|
14
|
4
|
196
|
28
|
N = 10
|
18
|
138
|
36
|
1924
|
250
|
Keterangan : X = pertanyaan nomor 1
Y = skor total
responden
XY = skor pertanyaan nomo1 dikalikan
dengan skor total responden
Selanjutnya dimasukkan angka-angka tersebut ke dalam
rumus korelasi ”product moment” seperti tertulis di atas, sebagai
berikut :
N (S XY) – (SX. SY)
R = -------------------------------------------------
Ö {NSX2 – (SX) 2 } {NSY2 – (SY) 2 }
(10 x 250) – (18 x 138)
R =
---------------------------------------------------
Ö (10 x 36) – (18) 2 (10 x 1924) – (138)
2
2500
-2484 16 16
R = ------------------- = ------------ = ---------
= 0,190
Ö 36 x 196
Ö 7056
84
Setelah
dihitung semua korelasi antara masing-masing pertanyaan dengan skor totalnya,
misalnya diperoleh hasil sebagai berikut :
Pertanyaan nomor 1 à R =
0,190
2
à R = 0,720
3
à R = 0,640
4
à R = 0,710
5
à R = 0,550
6
à R = 0,810
7
à R = 0,690
8
à R = 0,720
9
à R = 0,660
10
à R = 0,150
Untuk mengetahui apakah nilai korelasi tiap-tiap
pertanyaan itu signifikan, maka nilai korelasi tersebut dibandingkan dengan
tabel nilai korelasi ”product moment” yang ada dalam buku-buku
statistik.
Berdasarkan tabel nilai korelasi ”product moment”
untuk jumlah responden 10, memiliki taraf signifikansi 0,632. Oleh sebab itu, nilai korelasi dari
pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner tersebut yang memenuhi taraf signifikansi
(di atas 0,632) adalah pertanyaan nomor 2, 3, 4, 6, 7, 8, 9, sedangkan
pertanyaan nomor 1, 5, dan 10 tidak bermakna. Selanjutnya untuk memperoleh alat
ukur yang valid, maka
pertanyaan nomor 1, 5, dan 10 tersebut harus diganti atau direvisi, atau didrop
(dihilangkan).
0 komentar:
Posting Komentar