MATERI KULIAH POPULASI
DAN SAMPEL
I R W A N T O
NIM. 16.310.410.1125)
Fakultas
Psikologi
Universitas
Proklamasi 45 Yogyakarta
TIK :
- Membedakan pengertian populasi, sampel dan subyek yang diteliti.
- Menetukan metode pemilihan sampel yang sesuai.
- Memahami teknik randomisasi.
Literatur :
- Arief M., 2003. Metodologi Penelitian Kedokteran dan Kesehatan. Cetakan I. Penerbit CSGF. Klaten.
- Budiarto E., 2002. Biostatistika untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat. Cetakan I. Penerbit EGC. Jakarta.10-28
- Pratiknya A.W., 2008. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Kedokteran dan Kesehatan. Edisi I. PT Rajagrafindo Persada. Jakarta.
- Sastroasmoro S & Ismael S., 2002. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis.Edisi 2. CV Sagung Seto. Jakarta. 41-42; 50-52
1. Populasi, sampel dan
subyek yang diteliti
Populasi
Sampel
Bila seseorang melakukan
penelitian, biasanya ia ingin menggeneralisasikan hasil penelitiannya kepada
suatu populasi yang luas, ia ingin hasil penelitiannya dapat diterapkan kepada responden
lain. Jarang orang melakukan penelitian yang hasilnya hanya untuk responden
yang diteliti saja dan tidak berlaku untuk kelompok responden lainnya. Peneliti
tidak melakukan penelitian pada seluruh populasi yang dikehendaki, melainkan
dengan cara mengambil contoh (sampel) yang di satu sisi mewakili populasi
induknya, dan di sisi lain mampu terlaksana dilihat dari segi waktu, tenaga,
peralatan, serta biaya. Oleh karena itu perlu dijelaskan pengertian mengenai
populasi, sampel, serta pemilihan sampel untuk penelitian.
Populasi adalah keseluruhan
kelompok subyek penelitian dapat berupa manusia, hewan percobaan, data
laboratorium, dan lain-lain yang ciri-cirinya akan diteliti. Populasi terbatas
bila jumlahnya dapat dihitung, sedangkan bila jumlahnya tidak terhitung disebut
populasi tak terbatas. Dikatakan populasi tak terbatas dikarenakan untuk
menghitung dalam waktu yang tersedia tidak memungkinkan untuk dilakukan.
Populasi target adalah
populasi yang menjadi sasaran akhir yang parameternya akan diketahui melalui
penelitian. Akan tetapi tidak mungkin semua subyek dalam populasi target akan
diamati. Dengan alasan kepraktisan, lebih mungkin mengukur populasi yang lebih
kecil namun memungkinkan untuk mendapatkan informasi tentang populasi sasaran.
Populasi yang lebih kecil ini disebut populasi aktual. Sampel akan dipilih dari
populasi aktual ini, terdiri dari subyek penelitian. Sebagai contoh akan
diteliti hubungan antara pemakaian kontrasepsi hormonal dengan kenaikan tekanan
darah. Sebagai populasi sasaran adalah semua wanita usia 25 sampai dengan 45 tahun di suatu
Kabupaten. Sebagai populasi aktual adalah para wanita berusia 25 sampai dengan
45 tahun yang datang ke klinik-klinik KB negeri dan swasta di Kabupaten itu
dalam periode waktu tertentu.
Dalam penetapan populasi
penelitian terkandung tiga pengertian, yaitu :
(1) identifikasi kesatuan analisis,
(2) penetapan batas-batas keluasan populasi, dan
(3) pemahaman tentang kondisi subyek dalam populasi.
Kesatuan analisis adalah
satuan subyek terkecil yang akan diamati dalam penelitian secara individual.
Misalnya :
-pada penelitian tentang karies gigi, apakah kesatuan analisisnya
masing-masing gigi ataukah penderita kariesnya (terdiri dari banyak gigi).
-pada penelitian epidemiologik tentang suatu penyakit, misalnya apakah
kesatuan analisisnya individu, pedukuhan (banyak individu), atau bahkan
kelurahan ? Identifikasi
kesatuan analisis penting terutama pada saat dilakukan pemilihan sampel, dan
analisis hasil di belakang.
Batas keluasan populasi penelitian dapat
menyangkut berbagai aspek, misalnya :
1) Aspek geografik : apakah subyek penelitian
dari suatu kabupaten, propinsi atau seluruh Indonesia, atau bahkan satu desa
atau mereka yang datang berobat ke rumah sakit saja ?
2) Aspek subyek sendiri : batas jenis kelamin
(wanita atau laki-laki saja, atau keduanya), batas umur, batas rasial, dan
sebagainya. Kalau yang digunakan hewan coba misalnya, batas strain, warna
kulit, berat badan, dan sebagainya.
3) Penyakit subyek : batas jenis kelamin,
batas perkembangan atau komplikasi penyakit, dan sebagainya.
Kondisi subyek dalam populasi ialah yang
menyangkut ciri-ciri populasi, terutama yang menyangkut sifat homogenitasnya.
Apakah karakter subyek dalam populasi terdistribusi secara homogen atau justru
heterogen ? Kalau heterogen, bagaimanakah keadaan heterogenitasnya ? Ciri lain
misalnya, apakah sudah diketahui bagaimana variasi ciri (variabel) subyek
tertentu dalam populasi (variansnya?). Demikian pula ciri-ciri populasi yang
lain.
Pemahaman tentang ciri populasi ini disamping
merupakan pertimbangan teknik pemilihan sampel, juga untuk dapat
mengidentifikasi populasi hipotetik. Populasi hipotetik adalah populasi subyek
yang ciri-cirinya sama dengan populasi induk. Populasi induk adalah populasi
subyek yang diambil sampelnya untuk diteliti.
Sampel atau populasi studi merupakan hasil
pemilihan subyek dari populasi untuk memperoleh karakteristik populasi. Sampel
harus mencerminkan representativitas karakter populasinya, akan tetapi tidak
berarti identik dengan seluruh karakter populasi. Andaikata peneliti dapat melakukan
observasi pada semua subyek dalam populasi pada tiap penelitian yang dilakukan,
sampel tidak diperlukan lagi. Namun disadari bahwa, kecuali untuk populasi
penelitian yang amat terbatas, hal tersebut adalah suatu kemustahilan. Sensus
sebagai prosedur penelitian di bidang kedokteran (dan juga bidang lain), hampir
tidak pernah dan tidak mungkin dilakukan. Dengan demikian, dimaklumi bahwa
penggunaan sampel dimaksudkan untuk mengatasi keterbatasan peneliti (baik yang
menyangkut waktu, kemampuan, dana, keterbatasan metodologik, maupun
keterbatasan lain) dalam mencoba mengeksplorasi informasi dari semua subyek.
Contoh : Penelitian tentang akseptor KB dalam pemakaian alat kontrasepsi
Populasi penelitian (Pddk Kab Bantul)
Populasi target (PUS)
Populasi terjangkau
SAMPEL
Sampel adalah bagian (subset) dari populasi yang
dipilih dengan cara tertentu hingga dianggap mewakili populasinya. Seringkali kata populasi dipakai secara
salah, misalnya populasi pasien yang diteliti terdiri dari anak berusia di
bawah 5 tahun yang berobat di Poliklinik Psikiatri Anak RSCM, dalam hal ini
yang dimaksud adalah sampel.
Sampel yang dikehendaki (intended sample, eligible subjects) merupakan bagian populasi
target yang akan diteliti secara langsung. Kelompok ini meliputi subyek yang
memenuhi kriteria pemilihan, yakni kriteria inklusi dan eksklusi.
Subyek yang diteliti adalah subyek yang
benar-benar ikut serta dan diteliti. Kelompok ini adalah merupakan bagian dari
sampel yang dikehendaki dikurangi dengan drop out, pasien yang kemudian menolak
berpartisipasi, dan lain-lain. Hasil penelitian langsung dapat diaplikasi pada
kelompok ini.
Tabel Kelompok Subyek, Karakteristik dan Contohnya
Kelompok Subyek
|
Karakteristik
|
Contoh
|
Populasi target
|
Dibatasi oleh karakter klinis dan demografis
|
Bayi Sepsis (jumlah tak terbatas)
|
Populasi terjangkau
|
Dibatasi oleh tempat dan waktu
|
Bayi sepsis di RSCM tahun 2000 (350 pasien)
|
Sampel yang dikehendaki
|
Dipilih secara random dari populasi terjangkau
|
100 bayi sepsis
|
Sampel yang diteliti
|
Subyek mengikuti penelitian sampai selesai
|
55 bayi sepsis
|
Penelitian selalu
dilakukan pada sampel, bukan pada populasi. Penggunaan sampel ini mengandung pelbagai
keuntungan, diantaranya adalah :
- Lebih murah. Dengan hanya meneliti sebagian dari populasi, maka biaya yang diperlukan untuk penelitian menjadi jauh lebih murah dibandingkan apabila penelitian dilakukan pada seluruh populasi.
- Lebih mudah. Dengan mengambil sebagian dari populasi, maka pelaksanaan penelitian juga menjadi lebih mudah.
- Lebih cepat. Dengan meneliti lebih sedikit subyek, maka hasil yang diharap juga lebih cepat diperoleh.
- Lebih akurat. Dalam banyak hal pemeriksaan terhadap sedikit subyek penelitian, akan memungkinkan pemeriksaan yang lebih teliti bila dibandingkan dengan pemeriksaan terhadap seluruh populasi.
- Mewakili populasi. Apabila dilakukan dengan baik, maka sampel dapat mewakili populasi, dan inferensi kesimpulan dapat dengan tepat dilakukan dengan teori probabilitas.
- Lebih spesifik. Sebagian penyakit mempunyai manifestasi yang amat bervariasi. Dengan seleksi sampel, maka diperoleh pasien dengan karakteristik tertentu, sehingga dapat diperoleh data pada sekelompok pasien yang lebih homogen, daripada pemeriksaan pasien dengan manifestasi klinis yang heterogen.
Sampel yang ditarik dari populasi terjangkau
tersebut harus atau dianggap representatif, agar dapat dilakukan inferensi
kepada populasinya.
Representativitas Sampel
Pemahaman terhadap arti
representativitas sampel berkaitan dengan beberapa hal, antara lain :
- bila sifat-sifat subyek yang akan diteliti dalam sampel juga terdapat dalam populasi berarti sampel representatif.
- bila perubahan yang terjadi pada sampel akibat perlakuan juga terjadi pada populasi, berarti sampel representatif.
Representativitas sampel dipengaruhi oleh beberapa
hal, antara lain :
- homogenitas populasi, semakin homogen distribusi karakter subyek dalam populasi makin mudah didapatkan sampel yang representatif. Misalnya distribusi eritrosit dalam darah sedemikian homogen, maka dengan hanya mengambil setetes darah dari bagian tubuh manapun akan menghasilkan nilai pengukuran yang sama.
- besar sampel, pada batas-batas tertentu makin besar ukuran sampel, makin tinggi tingkat representativitasnya. Demikian juga ada batas minimal ukuran sampel agar masih representatif. Batas minimal inilah yang akan menjadi patokan peneliti untuk menetapkan besar sampel.
- Banyaknya karakter subyek yang akan diteliti, makin banyak karakter subyek yang akan diteliti menyebabkan populasi menjadi kurang homogen sebab masing-masing karakter mempunyai distribusi sendiri-sendiri dalam populasi. Dengan demikian makin banyak karakter yang akan diteliti representativitas sampel mskin menurun.
- Ketepatan pemilihan teknik sampling. Pemilihan teknik sampling yang sesuai dengan keadaan populasi akan meningkatkan representativitas sampel. Ketepatan pemilihan sampel tersebut dapat dicapai dengan memilih rancangan sampel (sampling design) yang tepat. Ada 2 acuan pokok yang harus diperhatikan dalam perancangan sampel, yaitu :
- gunakan pendekatan random dalam keadaan populasi sudah homogen,
- homogenkan populasi ke dalam subpopulasi dengan cara yang tepat untuk tiap karakteristik populasi yang dihadapi.
Perancangan sampel (sampling design)
ialah menyusun perencanaan teknik pemilihan sampel penelitian sedemikian rupa
sehingga terpenuhi sifat representativitas.
Pada poin a & b di atas, diketahui bahwa untuk
melakukan perancangan sampel peneliti pertama-tama harus melihat secara cermat
macam atau keadaan populasi seperti apa yang ia hadapi. Apabila karakteristik subyek yang dipelajari
dalam populasi sudah terdistribusi secara merata atau homogen, maka dengan
teknik random, sampel yang representatif dapat diperoleh.
Apabila keadaan
karakteristik populasi tidak homogen, apalagi banyak karakter subyek yang akan
dipelajari (yang berarti meningkatkan sifat heterogenitasnya), maka tahapan
homogenisasi perlu dilakukan terlebih dahulu sebelum teknik random dilakukan.
Secara singkat, perancangan sampel mempunyai 2 komponen kegiatan, yaitu
homogenisasi populasi dan randomisasi sampel.
Pada randomisasi sampel,
pemilihan sampel secara random berarti suatu teknik pemilihan yang memungkinkan
tiap subyek dalam populasi mendapat kemungkinan (kans) yang sama untuk
terpilih. Dikenal 2 macam teknik random, yaitu teknik random murni dan teknik
random sistematik.
Kriteria desain sampling
yang baik :
- Sampel yang diperoleh harus betul-betul mewakili karakteristik dari populasi yang sedang diteliti.
- Prosedur sampling harus sederhana dan praktis, sehingga mudah dilaksanakan di lapangan.
- Efisien dan ekonomis serta dapat memberikan informasi selengkap-lengkapnya dengan biaya yang murah.
- Jumlah sampel yang ada harus adekuat sehingga dapat dipakai untuk generalisasi parameter populasi.
Homogenisasi Populasi
Randomisasi subyek baru dapat
dikerjakan pada populasi yang homogen. Kalau populasinya heterogen, maka dilakukan homogenisasi populasi menjadi
subpopulasi. Dengan demikian, hal yang pertama harus diperhatikan seorang
peneliti untuk melakukan perancangan sampel ialah mengenal keadaan populasi.
Ada beberapa variasi
populasi khususnya yang menyangkut ciri homogenitasnya, antara lain :
- Populasi benar-benar homogen. Contoh : distribusi eritrosit dalam darah.
- Populasi heterogen dengan beberapa kelompok (stratum) subyek, ada batas (perbedaan) yang jelas karakteristik satu stratum dengan yang lain, jumlah subyek dalam stratum hampir sama. Contoh : penelitian tentang persepsi siswa SMP Tanah Merdeka terhadap program kebersihan lingkungan. Sekolah tersebut terdiri dari tiga kelas (stratum), tiap kelas hampir sama jumlah siswanya.
- Populasi heterogen dengan beberapa kelompok (stratum) subyek, ada batas (perbedaan) yang jelas karakteristik satu stratum dengan yang lain, jumlah subyek dalam stratum berbeda. Contoh : Penduduk desa Subur Makmur ada 777 jiwa dengan latar belakang asal suku berbeda, yaitu 40% suku Jawa, 30% suku Bugis, 20% suku Minang, dan sisanya (10%) dari suku-suku lain.
- Populasi heterogen terdiri dari beberapa klaster (satuan daerah), dengan karakteristik klaster kurang lebih sama tapi karakter unit berbeda (heterogen). Contoh : Kecamatan Aman Damai mempunyai enam belas desa, tiap desa (klaster) mempunyai komposisi penduduk berdasar pekerjaan yang berbeda untuk tiap klaster.
Pada 4 macam variasi populasi di atas, hanya
populasi pertama yang homogen dan dapat langsung dilakukan pemilihan
subyek/sampel secara random. Pada populasi ke-2 sampai dengan ke-4, perlu
dilakukan upaya lain yaitu homogenisasi, oleh karena berbeda kondisinya, maka
berbeda pula cara homogenisasinya. Pada populasi ke-2 dengan cara stratifikasi
sederhana, populasi ketiga dengan cara stratifikasi proporsional, danpopulasi
ke-4 dengan cara randomisasi klaster. Jadi randomisasi bukan dilakukan terhadap
subyek.
Berdasarkan atas 4 kondisi variasi populasi di
atas, dikenal beberapa rancangan sampel (sampling design)sebagai berikut :
- Rancangan random : - sederhana
-
sistematik
- Rancangan stratifikasi : - sederhana
-
proporsional
- Rancangan klaster
- Rancangan bertingkat
Cara Pemilihan Sampel
Sampel yang diteliti
seyogyanya dapat mewakili populasi induknya. Untuk memperoleh sampel
representatif tersebut terdapat beberapa cara, masing-masing dengan kelebihan
dan kekurangannya. Cara pemilihan sampel tersebut dapat digolongkan menjadi 2
golongan besar, yaitu penarikan sampel berdasarkan peluang (probability sampling) dan penarikan yang
tidak berdasarkan peluang (non-probability
sampling). Baku emas cara penarikan sampel ini adalah penarikan berdasarkan
probability sampling; karena praktis
semua uji statistika yang tersedia dapat dipergunakan dengan asumsi bahwa
sampel telah dipilih dengan dasar tersebut, meskipun penarikan sampel yang
representatif tidak harus dilakukan dengan dengan probability sampling.
Probability Sampling
Hal yang prinsip pada probability sampling adalah bahwa setiap
subyek dalam populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk terpilih atau untuk
tidak terpilih sebagai sampel.
Ada beberapa jenis probability sampling yaitu :
- Simple Random Sampling/Random Sederhana/Random Murni
Pada cara ini, kita menghitung terlebih dahulu
jumlah populasi yang akan dipilih sampelnya, kemudian diambil sebagian dengan cara
mempergunakan undian atau tabel angka random. Cara undian dapat dilakukan
dengan berbagai model, misalnya dengan menggunakan roda rolet, dengan lotere,
dsb. Cara yang lebih baik adalah dengan menggunakan tabel bilangan random.
Untuk pemilihan sampel, baik cara undian maupun
lotere, subyek anggota populasi diberi nomor urut terlebih dahulu, dari nomor
urut inilah subyek sampel dipilih. Mengenai cara penomoran subyek, juga dikenal
berbagai cara, misalnya berdasar kronologi umur, kronologi alfabet nama,
kronologi berat badan, dan atas dasar karakteristik subyek lainnya.
Rancangan ini dikatakan sederhana, tetapi
diperlukan persyaratan bahwa populasi yang dihadapi harus sudah homogen dalam
hal karakter subyek yang akan diteliti dan telah tersedia kerangka sampling.
- Systematic Sampling/Random Sistematis
Cara ini mirip random sederhana akan tetapi
pengambilan secara random hanya dilakukan untuk anggota sampel yang pertama.
Anggota sampel berikutnya ditetapkan dengan sistem atau cara tertentu, misalnya
diperlukan 10 subyek sampel dari 100 subyek dalam populasi. Hasil pemilihan
secara random untuk subyek pertama. Misalnya keluar angka 5, maka subyek berikutnya
adalah nomor 15 (5+10), 25 (15+10), 35 (25+10),... dst. Angka 10 adalah
interval deret hitung yang didapat dari pembagian antara jumlah subyek dalam
populasi (100) dengan ukuran sampel (10). Dengan demikian meskipun representativitas
sampel random sistematik tidak lebih unggul dibandingkan dengan sampel random
sederhana, namun menjadi lebih praktis karena tidak setiap subyek dilakukan
pemilihan secara random.
- Stratified Random Sampling/Random Stratifikasi
Random Stratifikasi digunakan apabila populasi yang dihadapi heterogen dan mempunyai
beberapa lapisan (strata) yang perbedaan antar stratumnya jelas. Perbedaan
stratum dalam populasi itu diyakini akan berpengaruh terhadap sifat-sifat
subyek yang diteliti.
Ada 2 model yaitu Random Stratifikasi Sederhana dan
Random Stratifikasi Proporsional. Apabila jumlah subyek dalam setiap stratum
kurang lebih sama, digunakan random stratifikasi sederhana. Apabila jumlah
subyek dalam setiap stratumnya banyak berbeda digunakan stratifikasi
proporsional.
Misalnya akan dilakukan penelitian tentang tingkat
pemahaman para ibu balita di suatu daerah tentang imunisasi hepatitis.
Masyarakat didaerah tersebut memiliki tiga strata latar belakang tingkat
pendidikan formal, yaitu rendah (SD), menengah SMP/SMA) dan tinggi (PT). Bila
dalam tiap strata tersebut jumlah subyeknya sama, maka kita gunakan
stratifikasi sederhana dengan langkah sebagai berikut :
a. dikelompokkan populasi menjadi subpopulasi
atau stratum, yaitu tingkat pendidikan rendah, menengah dan tinggi.
b. Diambil sampel tiap stratum dengan jumlah
yang sama dari setiap stratum secara random murni atau random sistematis
Bila jumlah subyek tiap stratum tidak seimbang,
maka diambil sampel tiap stratum dilakukan secara proporsional.
Variabel yang seringkali dipakai sebagai variabel
stratifikasi adalah jenis kelamin, umur, ras, kondisi sosial ekonomi, status
gizi, dan lain-lain.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar di
bawah ini.
Populasi Ibu Balita
di Suatu Daerah
Stratifikasi
Rendah Menengah Tinggi
Randomisasi
S1 S2
S3
Sampel S1+S2+S3
Gambar 1. Skema Rancangan Stratifikasi Sederhana
dengan jumlah subyek di setiap strata kurang lebih sama. Setelah dilakukan
stratifikasi menjadi subpopulasi, dilanjutkan dengan pengambilan subyek dari
setiap subpopulasi/strata secara random.
Populasi (1000 Subyek)
Stratifikasi
Rendah Menengah Tinggi
50% 30%
20%
Randomisasi
S1 : 50 S2
: 30 S3 : 20
Sampel 100 Subyek
Gambar 2. Skema Rancangan Stratifikasi Proporsional
dengan jumlah subyek di setiap strata berbeda. Setelah dilakukan stratifikasi
menjadi subpopulasi, dilanjutkan dengan pengambilan subyek dari setiap
subpopulasi/strata secara proporsional.
- Cluster Random Sampling/Random Klaster
Teknik sampling random sederhana sulit dilakukan
apabila berhadapan dengan populasi yang tidak terbatas sehingga peneliti tidak
mungkin menyusun daftar subyek setidaknya dalam batas waktu yang disediakan. Untuk
mengatasi masalah itu, rancangan random klaster adalah pilihan yang tepat.
Suatu klaster adalah subpopulasi dari subyek atau unit analisis yang berdekatan
secara geografis (kodya, kecamatan, kelurahan, dst). Rancangan klaster juga
dapat digunakan untuk populasi dengan karakteristik subyek yang heterogen,
tetapi karakteristik dalam klaster hampir sama.
Rancangan klaster dilakukan menurut
langkah-langkah :
a. Diambil daerah populasi, misalnya
kabupaten yang dibagi menjadi klaster-klaster misalnya tingkat desa, kemudian
disusun daftar klaster dan pemberian nomor urut klaster.
b. Diambil sejumlah klaster secara random
untuk menentukan klaster sampel sejumlah yang dikehendaki.
c. Dilakukan pengambilan sampel dari
masing-masing klaster secara random atau seluruh anggota subyek dalam klaster
digunakan sebagai anggota sampel.
Dalam rancangan klaster diupayakan agar ukuran
klaster sekecil mungkin, misalnya tingkat desa bukan kecamatan, sebab dengan
ukuran klaster yang lebih kecil, sifat heterogenitas dalam klaster menjadi
lebih kecil.
Hal lain yang perlu diperhatikan dalam penetapan
batas klaster yaitu :
a. batas klaster harus meliputi seluruh
daerah, sehingga tidak ada daerah yang tertinggal.
b. Sebaliknya, jangan ada yang tumpang
tindih.
Populasi (Kabupaten)
Klasterifikasi
Ke tingkat Kecamatan
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
8
|
9
|
10
|
11
|
12
|
13
|
14
|
15
|
Randomisasi Klaster
6
|
9
|
11
|
13
|
15
|
Pengambilan Subyek
dari setiap klaster
Subyek Sampel
|
Gambar 3. Skema Rancangan Random Klaster. Dimulai
dengan klasterifikasi populasi ketingkat kecamatan, dilanjutkan dengan
pengambilan subyek secara random dari setiap klaster untuk mendapatkan subyek
sampel.
- Stratified Cluster Random Sampling/Random Klaster Stratifikasi
Adakalanya daerah populasi penelitian
begitu besar sehingga teknik klaster langsung (pembagian klaster yang meliputi
daerah yang kecil) terlalu sulit. Untuk itu dilakukan pemilihan klaster secara
bertingkat pula. Misalnya daerah populasi meliputi satu propinsi, sementara
klaster yang dikehendaki adalah di tingkat pedukuhan, maka dari propinsi
tersebut dipilih secara random beberapa kabupaten, dari kabupaten yang
terpilih, dipilih pula secara random beberapa kecamatan, dan seterusnya
sehingga didapatkan sejumlah klaster sampel tingkat pedukuhan yang dikehendaki.
Non Probability Sampling
Pemilihan sampel secara non random ini
tidak mengindahkan prinsip-prinsip probabilitas. Cara ini biasanya dilakukan
apabila :
a. biaya yang tersedia terbatas dan hasilnya
diminta dengan segera dan tidak memerlukan representativitas yang tinggi.
b. Generalisasi ke populasi bukan menjadi
tujuan utama dari penelitian.
c. Populasi bersifat tidak terbatas (infinite).
Non-probability sampling biasanya lebih praktis,
lebih mudah dilakukan daripada probability sampling. Akan tetapi perlu diingat
bahwa karena prosedur statistika biasanya berdasarkan pada asumsi bahwa validitas
sampel non-probability terletak pada sejauh mana sampel yang diperoleh, sesuai
dengan permasalahan penelitian, menyerupai probability sampling.
Ada beberapa jenis non-probability sampling :
- Consecutive Sampling/Purposive Sampling
Pemilihan subyek berdasarkan atas ciri-ciri atau
sifat tertentu yang berkaitan dengan karakteristik populasi. Karakteristik
populasi harus sudah diketahui lebih dahulu dari penelitian-penelitian
sebelumnya.
Pada consecutive sampling, setiap pasien yang
memenuhi kriteria penelitian dimasukkan dalam penelitian sampai kurun waktu
tertentu, sehingga jumlah pasien yang diperlukan terpenuhi. Consecutive sampling
ini merupakan jenis non-probability sampling yang terbaik, seringkali merupakan
cara yang paling mudah. Agar consecutive sampling ini menyerupai probability
sampling, maka jangka waktu pemilihan pasien tidak terlalu pendek, khususnya
apabila suatu penyakit bersifat musiman.
Contohnya, pengambilan pasien demam berdarah
dengue selama bulan Agustus dan September mungkin tidak menggambarkan
karakteristik pasien demam berdarah secara keseluruhan, mengingat puncak
insidensi demam berdara biasanya pada bulan April-Juni.
- Convinience Sampling/Incidental Sampling
Pemilihan subyek sampel berasal dari
individu-individu yang secara kebetulan dijumpai. Cara ini merupakan cara
termudah untuk menarik sampel, namun sekaligus juga merupakan cara yang paling
lemah. Pada cara ini sampel diambil tanpa sistematika tertentu, sehingga tidak
dapat dianggap mewakili populasi sumber, apalagi populasi target.
Misalnya menggunakan subyek sampel dari
orang-orang yang datang ke poliklinik atau yang dijumpai saat pertemuan di
balai desa,dsb.
Sebagai contoh, untuk mengetahui kadar kolesterol darah
penderita penyakit jantung koroner sebanyak 50 kasus, peneliti pertama-tama
mendapatkan 15 kasus kemudian peneliti cuti. Setelah masuk kembali, peneliti mengambil sisa
kasus sampai terkumpul 50 kasus.
Dalam batas-batas tertentu, cara ini masih dianggap
representatif apabila variabilitas nilai tidak berbeda jauh antara satu kasus
dengan kasus lainnya.
- Judgmental Sampling/Kuota Sampling
Peneliti memilih subyek penelitian berdasarkan
pertimbangan subyektifnya dengan harapan subyek tersebut akan dapat memberikan
informasi yang memadai untuk menjawab pertanyaan penelitian.
Misalnya untuk meneliti pendapat ibu tentang
perbandingan pemberian ASI dan susu botol, dipilihlah ibu-ibu yang pernah
memberikan ASI dan pernah pula memberi susu formula kepada bayinya, serta yang
berlatar belakang pendidikan yang tinggi sehingga dapat memberi keterangan yang
akurat. Cara tersebut memiliki kekurangan yang lebih kurang sama dengan
convenience sampling.
- Snowball Sampling
Peneliti mencari subyek penelitian berawal dari orang
yang dianggap paling mengerti dalam hal informasi yang diperlukan key person. Berdasarkan petunjuk key person tersebut, selanjutnya
peneliti secara beranting menemui semua subyek yang lain sehingga didapatkan
subyek yang semakin banyak dan dianggap cukup.
Pengambilan sampel pada penelitian klinik didasarkan atas jumlah (quota)
dan waktu. Jika kasus penyakit tertentu banyak, sampel ditetapkan berdasarkan
waktu (misalnya 1 minggu), tetapi jika kasus sedikit maka sampel ditetapkan
secara kuota dan waktu tidak dibatasi, sampai kuota terpenuhi.
Teknik Randomisasi
Randomisasi (berbeda dengan pemilihan subyek secara random) adalah alokasi
acak (random allocation) untuk menentukan subyek penelitian mana yang akan
mendapat perlakuan dan mana yang akan menjadi kontrol.
Tujuan utama randomisasi adalah untuk mengurangi bias seleksi dan perancu
(confounding), yaitu dengan terbaginya variabel-variabel yang tidak diteliti
secara seimbang pada kelompok yang ada.
Proses randomisasi yang dilakukan dengan baik apabila melibatkan cukup
banyak pasien, biasanya akan menghasilkan kelompok-kelompok dengan
variabel-variabel sebanding, termasuk variabel perancu, baik yang sudah
diketahui maupun yang tidak diketahui. Oleh karena itu apabila terdapat
perbedaan hasil terapi, perbedaan tersebut semata-mata disebabkan oleh karena
perbedaan perlakuan, dan bukan karena perbedaan karakteristik subyek pada kedua
kelompok.
Ada 3 jenis cara randomisasi :
- Randomisasi sederhana
- Randomisasi blok
- Randomisasi dalam strata
Randomisasi sederhana
Untuk uji klinis dengan 2 kelompok subyek, cara acak dengan melemparkan
mata uang logam dapat dipakai, tetapi cara ini terasa kaku, memakan waktu dan
tidak andal. Para peneliti lebih menganjurkan penggunaan tabel angka random.
Keuntungan randomisasi sederhana adalah tiap subyek tidak dapat diduga akan
memperoleh perlakuan apa, dan apabila jumlah subyek cukup banyak maka jumlah
kelompok akan sebanding, tetapi suatu uji klinis biasanya mempunyai batas
jumlah subyek, bila jumlah subyek hanya sedikit misalnya 20 orang, maka mungkin
akan dapat ditemukan 8 orang kelompok A dan 12 orang kelompok B, suatu
perbandingan yang tidak seimbang.
Ketidakseimbangan jumlah subyek dalam kelompok ini bergantung pada besar
sampel, makin kecil jumlah subyek risiko untuk tidak sebanding makin besar.
Jumlah subyek dalam kelompok biasanya seimbang bila jumlah subyek total lebih
dari 200 orang. Bila proses randomisasi ternyata menghasilkan kelompok-kelompok
yang tidak seimbang, khususnya dalam variabel prognostik yang penting, hal ini
disebut sebagai kegagalan randomisasi. Istilah ini tidak tepat karena prosedur
randomisasi telah dilakukan dengan cara yang benar, tidak ada yang gagal karena
kemungkinan ketidakseimbangan memang selalu ada. Bial hal tersebut terjadi,
perlu dilakukan penyesuaian dalam analisis untuk menyingkirkan perancu yang
tidak tersingkirkan dalam randomisasi yaitu dengan analisis multivariat.
Randomisasi blok
Untuk menghindari ketidakseimbangan, dapat dilakukan cara randomisasi blok.
Randomisasi blok bertujuan untuk membuat setiap kelompok mempunyai jumlah
subyek yang sebanding pada suatu saat.
Bila kita mempunyai 400 subyek, dengan cara randomisasi sederhana
diharapkan pada akhir randomisasi akan terdapat jumlah subyek yang seimbang
pada kedua kelompok, misalnya pada kelompok terapi 406 orang dan kelompok
kontrol 394 orang.
Apabila akan dilakukan analisis interim (analisis sebelum penelitian
berakhir), misalnya pada saat ¼ jumlah subyek (100 orang) telah diteliti,
mungkin pada kelompok terapi terdapat 42 orang dan pada kelompok kontrol 58
orang, suatu keadaan yang tidak seimbang.
Randomisasi dalam blok dapat mengatasi hal tersebut. Perlu diingat bahwa
seyogyanya tidak membuat blok terlalu kecil (misalnya blok untuk 2 pasien)
karena akan memungkinkan peneliti untuk menebak giliran berikutnya.
Randomisasi dalam strata
Bila pada uji klinis terdapat faktor prognosis penting yang akan
mempengaruhi hasil penelitian, maka perlu dilakukan stratifikasi prognosis. Hal
ini dimaksudkan agar diperoleh sub kelompok (strata) yang lebih homogen.
Randomisasi dilakukan pada setiapstrata secara terpisah, kemudian subyek yang
terpilih digabungkan kembali dalam kelompok yang sesuai.
Cara melakukan randomisasi harus ditulis baik pada usulan maupun pada
laporan penelitian. Pada tabel di bawah ini dapat dilihat beberapa contoh cara
untuk melakukan randomisasi. Cara yang terbaik adalah dengan tabel angka
random, karena tabel ini mudah diperoleh dimana-mana, maka sedikit alasan untuk
membenarkan penggunaan lainnya. Randomisasi dengan program komputer juga
memberikan hasil yang baik, randomisasi dengan program komputer ini disebut
sebagai pseudorandomisasi, karena ia disusun bukan berdasarkan proses random,
namun memberikan hasil yang nilainya sama dengan yang diperoleh dengan proses
random.
Tabel Evaluasi Cara
Randomisasi
Cara Randomisasi
|
Evaluasi
|
Tidak dijelaskan
Mempergunakan tanggal lahir
Menarik nomor undian
Melemparkan uang logam
Memakai program komputer
Memakai tabel angka random
|
Buruk
Buruk
Kurang
Kurang
Baik sekali
Baik sekali
|
Menetapkan kriteria inklusi
dan eklusi pada subyek penelitian.
0 komentar:
Posting Komentar