24.3.18

JUDUL ARTIKEL KELIMA: GANGGUAN MAKAN (EATING DISORDER)



JUDUL ARTIKEL KELIMA: GANGGUAN MAKAN     
(EATING DISORDER)

I R W A N T O
 NIM. 16.310.410.1125)

Dosen Pembimbing. Wahyu Widiantoro, S.Psi, MA.

MATA KULIAH: PSIKOLOGI ABNORMAL

Fakultas Psikologi
Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta

Gangguan makan adalah sikap yang berbeda tehadap makanan yang menyebabkan seseorang mengubah perilaku dan kebiasaan makannya. Hal ini dapat menjadi kondisi serius yang berdampak negatif  pada kesehatan, emosi dan kemampuan seseorang dalam berbagai area kehidupan yang penting. Seseorang dengan gangguan makan terlalu berfokus pada berat badan dan bentuk tubuh, sehingga membuat pilihan yang tidak menyehatkan dalam hal makanan dan pada akhirnya berpotensi mempengaruhi kemampuan tubuh untuk memperoleh nutrisi yang cukup.  Gangguan makan juga dapat  mengganggu fungsi jantung, sistem pencernaan, tulang, gigi, dan mulut.

Selain itu, kondisi ini dapat menimbulkan komplikasi serius yang mengancam nyawa. Terdapat beberapa jenis gangguan makan, namun tiga penyakit yang paling sering dijumpai adalah anoreksia nervosa, bulimia nervosa, dan gangguan makan berlebihan. Jumlah penderita bulimia sekitar dua hingga tiga kali lebih banyak dibanding penderita anoreksia nervosa, di mana sebagian besar (90 persen) penderitanya adalah wanita antara usia remaja dan awal masa dewasa. Penderita biasanya bisa kembali pada kebiasaan makan yang lebih sehat setelah melalui diagnosis yang tepat dari dokter. Beberapa penderita terkadang menyangkal memiliki masalah ini,  namun ada beberapa gejala yang dapat dijadikan pertanda bahwa seseorang menderita gangguan makan. Gejala ini bervariasi tergantung dari jenis gangguan yang dialami, diantaranya:
  • Bulimia nervosa atau sering disebut bulimia. Saat menderita gangguan bulimia, seseorang mengalami kehilangan kendali saat  makan sehingga berulang kali mengonsumsi makanan dalam jumlah banyak lalu mengeluarkannya kembali (eating and purging). Hal ini dilakukan untuk mengurangi kalori yang berlebih karena merasa bersalah, malu dan takut mengalami kenaikan berat badan berlebih. Cara yang dilakukan biasanya dengan memaksa diri untuk muntah dan berolahraga terlalu keras. Gejala bulimia lainnya adalah penggunaan suplemen penurunan berat badan secara ekstrem, penggunaan pencahar, mengonsumsi obat diuretik atau enema secara teratur. Penderita bulimia cenderung menilai kekurangan pada dirinya dengan terlalu keras, meski sebenarnya berat badannya normal atau sedikit berlebih. Banyak penderita bulimia juga membatasi makan dalam siang hari sehingga meningkatkan jumlah makanan pada malam hari, kemudian dimuntahkan kembali.
  • Gangguan makan berlebihan. Saat menderita gangguan ini, seseorang biasanya makan dalam jumlah banyak lalu merasa kehilangan kendali dengan pola makannya. Penderita tersebut makan lebih cepat dan banyak saat tidak lapar dan melanjutkannya meskipun sudah kenyang.  Seperti hanya bulimia, penderita akan merasa jijik pada dirinya sendiri dan malu atas perilakunya, namun penderita tidak berusaha melakukan olahraga berlebihan atau memuntahkan makanannya. Penderita biasanya cenderung makan sendirian agar gangguannya ini tidak diketahui oleh orang lain.
  • Anoreksia nervosa. Gangguan ini ditunjukkan dengan berat badan rendah yang tidak normal, merasa sangat takut jika berat badan bertambah dan memiliki persepsi yang salah tentang berat badan atau bentuk tubuh dirinya. Penderita anoreksia berupaya keras menjaga asupan makanan guna menjaga berat dan bentuk tubuhnya,hingga terkadang dapat mati karena kelaparan. Gejala anoreksia lainnya dapat berupa: tubuh kurus, insomnia, kelelahan yang berlebihan, pusing, kuku berwarna biru, kuku dan rambut rapuh, sembelit, kulit kering, dan detak jantung tidak teratur.
  • Gangguan makan lainnya;
    • Pemakan segala (pica) adalah kebiasaan mengonsumsi bahan yang  bukan makanan, seperti sabun, kain, serbuk talek, atau tanah. Kebiasaan makan  segala ini dapat menyebabkan komplikasi medis, seperti keracunan, masalah pada usus atau infeksi. Mengonsumsi bahan-bahan tersebut tidak baik untuk tingkat perkembangan dan bukan bagian dari kebudayaan terentu atau praktek kehidupan di masyarakat. Gangguan ini sering mucul bersama gangguan lain, seperti autisme spektrum atau keterbelakangan mental.
    • Rumination disorder. Gejalanya adalah meludakan kembali makanan yang baru ditelan secara berulang. Makanan dimasukkan kembali ke dalam mulut tanpa didahului mual atau muntah. Selain itu, gangguan ini bisa membuat seseorang kekurangan gizi dan umumnya dialami anak kecil dan orang dengan keterbelakangan mental.
    • Restrictive food intake disorder. Gejala gangguan ini adalah seseorang tidak ingin makan dan menghindari makanan dengan ciri  tertentu yang berkaitan dengan indra, misalnya warna, tekstur, bau, atau rasa. Gejala ini berkaitan dengan rasa takut terserdak setelah makan, bukan karena takut berat badan berlebih.
Penyebab Gangguan Makan
Gangguan makan bisa terjadi karena banyak hal, antara lain:
  • Tekanan masyarakat. Kesuksesan dan nilai seseorang sering disalahartikan dengan tubuh yang ramping. Tekanan kelompok dan pandangan orang di media tersebut dapat memicu keinginan  untuk berusaha keras memiliki tubuh ramping.
  • Beberapa orang memiliki gen yang dapat memicu perkembangan gangguan makan. Seseorang yang memiliki orang tua atau saudara kandung yang menderita gangguan makan cenderung berisiko mengalaminya juga.
  • Masalah emosi dan psikologi. Penderita gangguan makan  biasanya memiliki masalah emosi dan psikologi yang memicu mereka mengalami kondisi ini. Penderita mungkin memiliki kepercayaan diri yang rendah, perfeksionis, sikap impulsif, atau hubungan yang terganggu dengan anggota keluarga atau teman. Selain itu, gangguan makan juga bisa dipicu oleh keadaan yang sarat tekanan dan pengalaman buruk (misalnya pelecehan seksual, intimidasi, atau kehilangan orang yang dekat).
Selain hal-hal di atas, ada sejumlah faktor yang diduga dapat meningkatkan risiko seseorang mengalami gangguan makan, di antaranya:
  • Usia. Remaja putri atau wanita muda mulai usia 20-an cenderung lebih banyak menderita gangguan ini dibanding pria.
  • Profesi. Atlet, aktor, model juga berisiko tinggi mengalami gangguan makan karena dituntut untuk menurunkan berat badan oleh pekerjaan.
  • Gangguan psikologi. Seseorang dengan gangguan psikologi, seperti depresi, stres, perasaan cemas atau sikap kompulsif-obsesif cenderung menderita gangguan makan.
  • Diet yang tidak wajar. Seseorang yang melakukan diet secara berlebihan cenderung dapat mengalami gangguan makan.
Diagnosis Gangguan Makan
Diagnosis gangguan makan ini dibuat berdasarkan tanda, gejala dan kebiasaan makan seseorang. Jika dicurigai mengalami gangguan makan, maka seseorang diminta menjalani beberapa pemeriksaan oleh dokter dan psikolog/psikiater untuk menentukan keberadaan gangguan tersebut. Diagnosis dilakukan dengan cara:
  • Pemeriksaan fisik menyeluruh, seperti tinggi, berat badan dan tanda-tanda vital yang lain, termasuk detak jantung, tekanan darah, denyut nadi dan kondisi perut.
  • Pemeriksaan darah dan urine diperlukan untuk memeriksa darah seluruhnya, fungsi hati, ginjal, dan tiroid.
  • Dokter juga akan mengajukan pemeriksaan sinar-X dan elektrokardiogram untuk memeriksa tulang patah, detak jantung yang tidak teratur atau tanda-tanda pembusukan pada gigi yang menjadi ciri anoreksia atau bulimia.
  • Pemeriksaan psikologi yang akan dilakukan oleh psikolog atau psikiater untuk mengetahui sikap pasien terhadap makanan, cara makan dan pandangannya pada tubuh. Sangat penting mendapatkan jawaban yang jujur untuk menentukan pengobatan yang tepat.
Pengobatan Gangguan Makan
Pengobatan gangguan makan biasanya dilakukan oleh sebuah tim yang meliputi dokter, psikolog atau psikiater, ahli gizi, dan semua yang berpengalaman dalam gangguan makan. Pengobatan ini dilakukan berdasarkan jenis gangguan yang dialami namun jika kondisi ganggguan sudah mengancam nyawa, maka diperlukan perawatan di rumah sakit. Pengobatan untuk gangguan ini yang utama adalah psikoterapi atau disebut juga terapi bicara untuk menggantikan kebiasaan tidak sehat menjadi lebih sehat.Salah satunya adalah terapi perilaku kognitif (cognitive behavioral therapy). Terapi ini terutama , dilakukan untuk penderita bulimia dan gangguan makan berlebihan. Terapi perliaku kognitif akan mengubah pandangan seseorang saat menghadapi sebuah situasi, termasuk mencari penyelesaian masalah dan cara sehat mengatasi tekanan sehingga pada akhirnya dapat mengubah sikap seseorang menjadi lebih baik.
Jenis terapi bicara lain yang bisa dilakukan adalah terapi interpersonal yang memfokuskan pada masalah yang berkaitan dengan hubungan dengan orang lain, terapi keluarga yang melibatkan seluruh keluarga untuk membahas gangguan yang dialami penderita, hubungan di antara mereka dan pengaruh gangguan ini terhadap keluarga.
Selain kedua terapi tersebut, juga dilakukan terapi pola makan untuk membantu seseorang memperoleh kembali dan mempertahankan pola makan yang sehat. Terapi ini dilakukan oleh ahli gizi dan dokter, terutama untuk pasien dengan berat badan yang kurang akibat gangguan makan. Pemberian obat-obatan mungkin akan dipertimbangkan. Meskipun obat tidak dapat menyembuhkan gangguan makan, tapi dapat membantu mengendalikan keinginan untuk makan banyak, muntah, atau kecemasan berlebihan yang menyangkut pola makan dan makanan. Obat-obatan yang diberikan umumnya adalah obat antidepresan dan anticemas. Dukungan keluarga dan teman sangat penting untuk keberhasilan pengobatan pada penderita gangguan makan.
Komplikasi Gangguan Makan
Gangguan makan dapat menyebabkan berbagai komplikasi. Semakin parah dan lama gangguan makan yang dialami, maka semakin serius kompllikasi yang bisa dialami, di antaranya:
  • Terhambatnya pertumbuhan tubuh.
  • Gangguan psikologi, seperti depresi dan kecemasan, atau bahkan niat untuk melakukan bunuh diri.
  • Masalah kesehatan yang serius.
  • Penurunan prestasi di sekolah atau penurunan kualitas kerja.
  • Rusaknya hubungan sosial.
  • Kematian.
Terdapat 4 gangguan makan pada remaja yang paling sering ditemu.Apa saja jenisnya dan apa saja ciri dari masing-masing gangguan makan:
1. Anoreksia nervosa
Anoreksia nervosa merupakan jenis gangguan makan yang paling sering dialami oleh remaja, terutama remaja perempuan.Setidaknya 1 dari 100 anak perempuan remaja di dunia menderita anoreksia.Remaja yang menderita anoreksia sangat takut menjadi gemuk dan mereka menjadi sangat kurus.Biasanya berat badan mereka bahkan 15% dibawah berat badan ideal. Selain menghindari makanan, mereka juga dapat melakukan hal lain dengan tujuan agar berat badan mereka tidak naik seperti merangsang muntah oleh diri sendiri, menggunakan obat pencahar, olahraga berlebihan, dan mengonsumsi obat penekan nafsu makan dan/atau diuretika.
Remaja perempuan yang menderita anoreksia dapat mengalami penghentian menstruasi (amenore). Selain itu, penderita anoreksia juga menjadi cepat lelah, pingsan, kulit menjadi kering, rambut dan kuku menjadi rapuh, tekanan darah rendah, tidak tahan terhadap dingin akibat lemak di tubuh yang sedikit, irama jantung yang tidak teratur, dan dehidrasi yang bisa berakibat fatal.
2. Bulimia nervosa
Berbeda dengan anoreksia nervosa yang menyebabkan penderitanya sengaja mengurangi jumlah makanan bahkan hingga menghindari makanan, orang yang menderita bulimia nervosa justru mengalami ketagihan dengan makanan yang tidak bisa dilawan (craving). Mereka senang dan sering makan dengan porsi yang besar juga. Walaupun demikian, mereka juga memiliki kecenderungan takut menjadi gemuk. Agar tidak gemuk setelah makan banyak, mereka biasanya memuntahkan kembali makanannya, bisa dengan memasukkan jari ke tenggorokan sendiri, menggunakan obat pencahar berlebihan, puasa berkala, dan mengonsumsi obat penekan nafsu makan. Penderita bulimia dapat mengalami perubahan warna gigi akibat muntah berlebihan hingga ketidakseimbangan elektrolit yang mengakibatkan gangguan irama jantung.
3. Binge eating disorder
Penderita binge eating mungkin mirip dengan penderita bulimia yang sering makan banyak dan tidak dapat dikontrol.Akan tetapi, penderita binge eating tidak berusaha untuk melawan rasa takut mereka terhadap kegemukkan seperti penderita bulimia pada umumnya. Pada akhirnya, penderita binge eating disorderakan memiliki berat badan berlebih yang meningkatkan risiko penyakit jantung, hipertensi, diabetes, dan peningkatan kolesterol.
4. Ortoreksia nervosa
Ortoreksia nervosa merupakan gangguan makan dimana penderitanya memiliki obsesi berlebihan terhadap makanan sehat.Mereka sangat menghindari dan merasa bersalah apabila mereka makan makanan yang tidak sehat.Berbeda dengan anoreksia, penderita ortoreksia menjalani diet bukan dengan tujuan agar mereka terlihat kurus, tetapi mereka berfokus terhadap kesehatan.Mungkin kelihatannya baik, tapi penderita ortoreksia terlalu berobsesi dengan makanan sehat sehingga malah berdampak buruk bagi kesehatan mereka sendiri dimana tubuh yang sehat dicapai dengan makanan dengan gizi seimbang. Gangguan makan ditandai dengan ekstrem. Gangguan makan hadir ketika seseorang mengalami gangguan parah dalam tingkah laku makan, seperti mengurangi kadar makanan dengan ekstrem atau makan terlalu banyak yang ekstrem, atau perasaan menderita atau keprihatinan tentang berat atau bentuk tubuh yang ekstrem. Seseorang dengan gangguan makan mungkin berawal dari mengkonsumsi makanan yang lebih sedikit atau lebih banyak daripada biasa, tetapi pada tahap tertentu, keinginan untuk makan lebih sedikit atau lebih banyak terus menerus di luar keinginan (American Psychiatric Association. Gangguan makan biasanya berkembang selama masa remaja atau dewasa awal. Namun, mereka bisa mulai di masa kecil, juga. Wanita jauh lebih rentan. Hanya sekitar 5% sampai 15% dari orang dengan anoreksia atau bulimia adalah laki-laki. Gangguan makan pada anak-anak dan remaja dapat menyebabkan sejumlah masalah fisik yang serius dan bahkan kematian. 
Tipe Gangguan Makan
1.    Anoreksia Nervosa
Anoreksia atau lengkapnya disebut anoreksia nervosa merupakan suatu gangguan yang berpotensi mengancam nyawa akibat kelaparan dan penurunan berat badan yang drastis.Diagnosa ditegakan jika seseorang kehilangan sedikitnya 15% dari berat badan normal atau idealnya.Penurunan berat badan yang ekstrem pada penderita anoreksia sangat berbahaya bagi kesehatan dan bahkan dapat mematikan.
Istilah anoreksia secara harafiah artinya kehilangan nafsu makan.Definisi ini sedikit salah kaprah sebab penderita anoreksia sebenarnya merasakan lapar namun menolak untuk makan.Penderita anoreksia sangat takut gemuk bahkan mereka tetap melihat dirinya gemuk padahal sudah sangat kurus. Mereka akan menolak makan dan melakukan olah raga yang berlebihan  untuk menurunkan berat badan.
Penyebab Anoreksia Nervosa
Penyebab pasti anoreksia masih belum diketahui namun diduga akibat kombinasi antara karakter pribadi, emosi, dan pola pikir.Faktor biologi dan lingkungan juga berperanan penting atas terjadinya anoreksia. Penderita anoreksia sering menggunakan makan dan makanan sebagai cara untuk “melarikan diri” dari tekanan atau stress yang mereka rasakan.  Perasaan rendah diri, cemas, marah, selalu kekurangan, kesepian juga memberikan kontribusi terhadap terjadinya anoreksia.Mereka yang mengalami masalah makan umumnya pernah mengalami sejarah buruk dalam hubungan pertemanan atau percintaan yaitu pernah dicampakan akibat kegemukan.Tekanan dari teman teman dan lingkungan sekitar yang tampak langsing dan cantik secara fisik ikut memancing seseorang mengalami anoreksia.
Gangguan makan juga disebabkan oleh masalah fisik. Perubahan hormonal yang mengendalikan masalah mood, selera makan, pikiran dan memori diduga berperanan atas terjadinya gangguan makan.Penderita anoreksia sering berasal dari keluarga yang salah satu anggotanya juga menderita anoreksia sehingga faktor genetik juga berperanan.
Gejala Anoreksia Nervosa
Gejala anoreksia meliputi:
·         kecemasan, depresi, perfeksionisme, atau menjadi sangat kritis terhadap diri sendiri
·         diet bahkan ketika seseorang kurus
·         berlebihan atau kompulsif berolahraga
·         intens takut menjadi gemuk,
·         menstruasi yang menjadi jarang atau berhenti
·         cepat merasa berat, dan orang tersebut mencoba menyembunyikan dengan pakaian longgar
·         kebiasaan makan yang aneh, seperti menghindari makanan, makan secara rahasia, mengawasi setiap gigitan makanan, atau hanya makan makanan tertentu dalam jumlah kecil
·         tidak biasa minat dalam makanan
Dampak Anoreksia Nervosa
Dampak Anoreksia Nervosa pada kesehatan:
  • kerusakan organ utama, terutama otak, jantung dan ginjaldenyut jantung tidak teratur.
  • menurunkan tekanan darah, denyut nadi, suhu tubuh , dan tingkat pernapasan.
  • sensitivitas terhadap dingin.
  • penipisan tulang
Cara mengatasi Anoreksia Nervosa
  • Penanganan gangguan makan
Perawatan rumah sakit yang kadang dijalani dengan terpaksa, seringkali diperlukan untuk menangani pasien anoreksia agar asupan makanan pasien dapat ditingkatkan secara bertahap dan dipantau dengan teliti.Pada anoreksia, perlu untuk diberikan intervensi biologis dan psikologis.
  • Penanganan biologis
Karena anoreksia nervosa sering kali komorbid dengan depresi, gangguan ini ditangani dengan berbagai antidepresan.Fluoksetin lebih memberikan hasil dibandingkan dengan plasebo untuk mengurangi makan berlebihan dan muntah, juga mengurangi depresi dan sikap yang menyimpang terhadap makanan dan makan.Sayanganya, hal itu tidak terlalu berhasil.Hanya memulihkan berat badan tanpa mengurangi gejala-gejala anoreksia.
  • Penanganan psikologi anoreksia nervosa
Terapi bagi anoreksia secara umum diyakini sebagai suatu proses dua tahap. Tahap pertama, adalah tujuan jangka pendek yang membantu pasien menambah berat badan untuk mencegah komplikasi medis dan kemungkinan kematian.Program operant conditioning cukup berhasil untuk menambah berat badan dalam jangka pendek.Sedangkan tujuan jangka panjang memiliki dampak yang kurang bisa berhasil secara reliable dalam penanganan berat badan.
2.    Bulimia Nervosa
Bulimia nervosa (BN) digambarkan dengan episode berulang makan berlebihan (binge eating) dan kemudian dengan perlakuan kompensatori (muntah, berpuasa, beriadah, atau kombinasinya).Makan berlebihan disertai dengan perasaan subjektif kehilangan kawalan ketika makan.Muntah yang dilakukan secara sengaja atau beriadah secara berlebihan, serta penyalahgunaan pencahar, diuretik, amfetamin dan tiroksin juga boleh terjadi (Chavez dan Insel, 2007).
Bulimia merupakan bahasa latin dari sebuah kata Yunani boulimia, yang artinya “extreme hunger” alias lapar yang amat sangat, mereka cenderung makan dalam jumlah banyak dalam waktu yang singkat, seperti orang yang kelaparan, dan selanjutnya sebagai “kompensasi” dari pola makannya tersebut, mereka akan melakukan berbagai cara yang intinya supaya berat badan mereka tidak bertambah meski mereka sudah makan banyak. Bulimia nervosa merupakan gangguan psikologis yang menyebabkan terjadinya gangguan pola makan ditandai dengan makan terlalu banyak dan diikuti dengan muntah yang dirangsang sendiri.
DSM-IV membagikan BN kepada dua bentuk yaitu purging dan nonpurging.Pada tipe purging, individu tersebut memuntahkan kembali makanan secara sengaja atau menyalahgunakan obat pencahar, diuretik atau enema. Pada tipe nonpurging, individu tersebut menggunakan cara lain selain cara yang digunakan pada tipe purging, seperti berpuasa secara berlebihan.
Tipe Bulimia
a.    Bulimia Nervosa-Purging Type : Tipe yang memuntahkan kembali makanan setelah sangat kenyang (menggunakan purging medications). Dilakukan dengan menusukkan jari ke tenggorokan, atau dengan menggunakan obat-obatan laksatif, obat pencahar, maupun obat-obatan lain. Tujuannya agar makanan tidak sempat dicerna oleh tubuh sehingga tidak menambah berat badan
b.    Bulimia Nervosa-Non Purging Type : Penderita berolahraga berlebihan setelah makan atau berpuasa untuk mengontrol berat badan, namun tidak muncul purging behaviors. Tujuannya agar energi yang dihasilkan dari makanan dapat langsung dibakar dan habis.

Faktor Penyebab Bulimia Nervosa
  • Faktor psikososial : Berupa perkembangan individu, dinamika keluarga, tekanan sosial untuk berpenampilan kurus serta perjuangan untuk mendapatkan identitas diri
  • Faktor genetik : Adanya bukti bahwa bulimia banyak didapat pada penderita dengan riwayat keluarga gangguan depresi dan kecemasan, serta lebih banyak pada kembar monozigot dibandingkan dizigot
  • Faktor biologik : Berdasarkan studi ditemukan fakta bahwa genetik, hormon dan bahan kimia yang terdapat di otak berpengaruh terhadap efek perkembangan dan pemulihan bulimia
  • Faktor budaya : Kebanyakan orang menilai bahwa cantik identik dengan kurus dan terkadang kondisi tersebut menjadi suatu tuntutan kerja. Anggapan ini pun menjadi budaya yang berkembang di masyarakat
  • Perasaan pribadi : Penderita bulimia senantiasa berputus asa terhadap dirinya sendiri, tidak percaya diri sehingga mereka diet dengan cara menggunakan pil diet bahkan memuntahkan makanan. Penilaian orang terhadapa dirinya menyebabkan kecemasan dan tekanan yang dapat menyebabkan stress sehingga untuk mengatasinya mereka cenderung ke arah bulimia.
Gejala Bulimia Nervosa
  • Makan Banyak berkelanjutan.
  • Menguruskan badan dengan diet berlebihan, puasa, latihan berlebihan atau memuntahkan kembali.
  • Memaksakan diri secara berlebihan untuk kurus.
  • Secara berkelanjutan masuk ke kamar mandi setelah makan.
  • Jari-jari memerah.
  • Pipi lembam.
  • Selalu mengukur diri dengan bentuk badan dan berat badan.
  • Depresi atau emosi tidak stabil.
  • Periode menstruasi yang tidak umum.
  • Gigi bermasalah, seperti gigi bolong.
  • menyalahgunakan obat pencahar dan perawatan lainnya untuk mencegah kenaikan berat badan
  • kegelisahan
  • makan secara rahasia atau memiliki kebiasaan makan yang tidak biasa
  • berlebihan latihan
  • penekanan yang berlebihan pada penampilan fisik
  • teratur menghabiskan waktu di kamar mandi setelah makan
  • menggunakan jari untuk merangsang muntah
  • tidak biasa minat dalam makanan
  • muntah setelah makan

Dampak Bulimia Nervosa
1.    Fisik
  • Kehilangan selera makan, hingga tidak mau mengkonsumsi makanan apapun
  • Luka pada tenggorokan dan infeksi saluran pencernaan akibat terlalu sering memuntahkan makanan.
  • Lemah, tidak bertenaga.
  • Sulit berkonsentrasi.
  • gangguan menstruasi.
  • Kematian.
  • Erosi dan lubang pada gigi serta penyakit gusi.
  • Dehidrasi.
  • Iritasi dan pembengkakan tenggorokan.
  • Pembengkakan pada pipi.
  • Rambut rontok dan kulit kering.
  • Masalah pencernaan.
2.    Psikologis
  • Perasaan tidak berharga.
  • Sensitif, mudah tersinggung, mudah marah.
  • Mudah merasa bersalah.
  • Kehilangan minat untuk berinteraksi dengan orang lain.
  • Tidak percaya diri, canggung berhadapan dengan orang banyak.
  • Cenderung berbohong untuk menutupi perilaku makannya .
  • Minta perhatian orang lain.
  • Depresi (sedih terus menerus).
Cara mengatasi Bulimia Nervosa
Dikatakan Wolfe & Mash (2006:493-498)  bahwa penanganan kelainan ini memerlukan kerjasama team seperti psikiatri, konselor dan juga dokter. Sering kali sulit ditangani tapi tersedia beberapa pendekatan terapeutik
1.    Penanganan biomedis
1.    Perawatan di rumah sakit mungkin diperlukan untuk membantu pasien anoreksia mencapai berat badan yang sehat atau pasien bulimia mengatasi siklus makan berlebih lalu mengeluarkannya dalam kasus dimana terapi rawat jalan telah gagal
2.    Pengobatan antidepresan dapat digunakan untuk mengatur napsu makan dengan mengubah proses kimia pada otak atau untuk melepaskan depresi yang mendasari
2.    Psikoterapi
Terapi psikodinamika bertujuan untuk mengeksplorasi dan menyelesaikan konflik psikologis yang ada.
3.    Terapi behavioral kognitif (CBT)
    1. Untuk membantu individu dengan gangguan makan mengalahkan pikiran dan keyakinan yang self-defeating serta mengembangkan kebiasaan makan dan pola berpikir yang lebih sehat
    2. Modifikasi perilaku membantu pasien anoreksia yang dirawat di rumah sakit untuk meningkatkan berat badan dengan memberi hadiah yang diinginkan untuk perilaku makan yang tepat
    3. Pemaparan terhadap pemecahan respon membantu individu bulimia untuk menoleransi memakan makanan yang menurut mereka dilarang tanpa makan berlebihan dan mengeluarkannya
4.    Terapi Interpersonal (IPT)
Menekankan pada penyelesaian masalah interpersonal dengan keyakinan bahwa fungsi interpersonal yang semakin efektif akan menghasilkan kebisaaan dan sikap makan yang lebih sehat
5.    Terapi keluarga
Dapat digunakan untuk mengatasi konflik keluarga dan meningkatkan komunikasi diantara anggota keluarga. Untuk membangkitkan kesadaran klien dan membutuhkan waktu yang tidak sebentar, tetapi usaha tersebut harus terus dilakukan secara bertahap sehingga yang bersangkutan dapat beradaptasi dan merasa nyaman dengan perubahan tersebut sampai sepenuhnya klien dapat mengontrol perilaku makan.
Gangguan makan hadir ketika seseorang mengalami gangguan parah dalam tingkah laku makan, seperti mengurangi asupan makanan dengan ekstrem, makan terlalu banyak, serta perasaan menderita atau keprihatinan tentang berat dan bentuk tubuh yang ekstrem. Seseorang dengan gangguan makan mungkin berawal dari mengkonsumsi makanan yang lebih sedikit atau lebih banyak daripada biasanya, tetapi pada tahap tertentu, hal tersebut akan terus menerus terjadi di luar keinginan. (American Psychiatric Association. Eating disorder adalah suatu gangguan mental yang dapat membinasakan dan mempengaruhi lebih dari tujuh juta wanita setiap tahunnya, terutama di negara-negara barat seperti di Amerika Serikat dan Eropa.Walaupun eating disorder berhubungan dengan makanan, pola makan, dan berat badan, gangguan tersebut bukanlah mengenai makanan, tetapi mengenai perasaan dan ekspresi diri.Gangguan makan digambarkan sebagai gangguan berat dalam perilaku makan dan perhatian yang berlebihan tentang berat dan bentuk badan.
Pada tahun 2013, ada 38% orang di Indonesia yang memiliki gangguan pola makan. Kebanyakan dari penderita adalah perempuan. Ini terjadi karena banyak orang yang ingin melakukan apa saja untuk menjaga berat badan idealnya. "Untuk terlihat kurus, banyak perempuan yang melakukan penurunan berat badan dengan cara yang salah. Padahal, cara-cara instant bisa memperparah keadaan seseorang," ujar dr. Grace Judio-Kahl Weight Control Consultant dalam Press Conference Eating Disorder Awareness Campaign di Jakarta, Rabu (19/02).
Namun, tidak hanya perempuan, laki-laki juga terkadang 'dituntut' untuk terlihat rapih dan berbadan proporsional.Untuk menjaga berat bedan, kadang seseorang menerapkan pola makan yang tidak sehat.

Analisis Kasus Gangguan Makan
Brenda seorang remaja berusia 16 tahun yang terdiagnosa mengalami gangguan makan AN (Anorexia Nervosa). Ia dirujuk untuk menemui dokter. Berat badan ideal dari Brenda adalah 70 kg sementara ketika dirujuk kedokter, berat badan Brenda hanya 52 kg. Hanya dalam enam bulan saja sebelum terdiagnosa, Brenda sudah kehilangan 17,5 kg yang menyebabkan dirinya mengalami masalah-masalah medis yang cukup parah. Detak jantung dan suhu tubuhnya menjadi sangat tidak stabil, dan ia berisiko mengalami serangan jantung. Brenda juga mengalami malnutrisi, kehilangan rambut, dan lanugo pada tangan dan kakinya.
Brenda merupakan anak kedua dari pasangan John dan Judy. Kakak laki-lakinya adalah Tom yang berusia 20 tahun. Mereka semua tinggal bersama-sama. Brenda sendiri adalah seorang siswi SMA kelas 1. Tidak ada sejarah masalah psikologis dalam keluarga inti Brenda, kecuali ayah dan ibunya minum-minum saat pertemuan dan pesta. Tetapi, ibu dari John (nenek dari Brenda) sebelum meninggal lima tahun sebelum Brenda terdiagnosis AN, sempat terdiagnosis mengalami schizophrenia paranoid. Brenda sangat dekat dengan neneknya ini. Keluarga dari Judy yang sering kali berkunjung kerumah keluarga Brenda juga memiliki sejarah penggunaan zat dan masalah psikologis. Mereka tidak percaya dokter dan menolak untuk di periksakan kedokter, ibu dan kedua anaknya dilaporkan sangat pencemas. Sang ibu terkadang menjadi depresi, anak pertama seorang pecandu alkohol dan juga sangat pencemas. Anak kedua memiliki fobias pesifik dan juga seorang pecandu alkohol.
Brenda sendiri juga menggunakan alkohol dan mulai menggunakan mariyuana semenjak satu tahun sebelum terdiagnosis AN. Ia juga menggunakan metamphetamine semenjak berusia 15 tahun. Bagi Brenda, saat ia menggunakan metamphetamine, tujuannya adalah agar mengurangi berat badan sekaligus merasakan puncak dalam saat yang bersamaan. Namun, saat teman-temannya berhenti menggunakan metamphetamine, Brenda juga berhenti. Saat ini Brenda merokok setengah pack dalam sehari dan melakukan pola makan yang restriktif dengan pola binge dan purge. Brenda merasa depresif dan mudah marah sepanjang waktu.
Pacarnya yang berusia 19 tahun seringkali menyebut Brenda dengan kata-kata bodoh atau pelacur. Ia dan Brenda terlibat dalam hubungan seksual. Brenda hanya memiliki sedikit teman, dania mulai menghindari teman-temannya saat gejala-gejala muncul, menyatakan bahwa ia lebih suka makan sendirian. Ia tidak ingin orang lain tahu bahwa ia sering memuntahkan makanan. Brenda merupakan seorang siswi SMA swasta dengan nilai-nilai akademis rata-rata. Namun, saat ia mulai mengalami gejala-gejala, nilai-nilai sekolahnya menurun secara signifikan.

Klasifikasiberdasarkankriteria DSM-IV-TR:
Axis I: Brenda mengalami Anorexia Nervosa (AN) dengan tipe binge-eating/purging.
Diagnosis berdasarkankriteria DSM-IV-TR:
Untuk terdiagnosis sebagai AN, kriteria-kriteria ini harus muncul:
  1. Menolak untuk mempertahankan berat badan di atas normal atau normal sesuai usia dan tinggi badan: Kriteria ini terpenuhi dengan jelas karena berat badan dari Brenda kurang dari 85% berat badan normal (52 kg dari 70 kg) tetapi ia tetap merasa tidak ingin berat badannya menjadi normal kembali. Ia justru merasa perlu terus mengurangi berat badannya.
  2. Rasa takut intens terhadap berat badan berlebih atau menjadi gemuk, meskipun berat badan sudah sangat kurang: Brenda seringkali mengalami kecemasan akan berat badannya. Ia mengunakan metamphetamine hanya demi mengurangi kecemasannya apabila beratbadannya bertambah. Ia selalu mudah marah dan depresi terutama karena preokupasi pikirannya mengenai beratba dan ideal dan ketidak puasan dirinya atas berat badan dirinya.
  3. Gangguan dalam cara berat badan dan ukuran badan individu dialami, pengaruh berlebihan dari berat atau ukuran badan terhadap penilaian diri, penolakan terhadap seberapa serius berat badan yang sangat rendah: Terdapat distorsi dalam body image dari Brenda. Meskipun berat badannya 72% dari berat badan normal, Brenda masih merasa bahwa dirinya belum cukup mengurangi berat badan sehingga ia merasa terus-menerus perlu untuk mengurangi makanan yang ia makan, sampai pada poin dimana ia mengalami malnutrisi.
  4. Amenorrhea: Brenda sudah kehilangan tujuhs iklus mentstruasi.
Subtipe:
Binge-eating/purge è Brenda memiliki pola makan yang sangat ketat, dan setiap kali ia makan berlebih dari jumlah yang ia tetapkan, Brenda memaksa untuk memuntahkan kembali makanan itu. Ia melakukan pola binge-purge setidaknya delapan kali sehari.
Etiologi (Kring, Johnson, Davison & Neale, 2012)
Genetika
Tidak ada sejarah AN dalam keluarga inti dan keluarga besar dari Brenda. Namun, adanya hampir semua anggota keluarga dari ibu Brenda yang mengalami kecemasan tinggi mengisyaratkan faktor genetik mengenai kecemasan tinggi. Brenda yang mengalami AN mengalami kecemasan dan rasa takut yang tinggi akan meningkatnya berat badan dan ukuran badan yang kurang kurus.
Neurobiologis
Tidak ada keterangan jelas mengenai penyebab neurobiologis Brenda. Hanya dampak-dampak dari AN yang terlihat dari segi neurobiologis, sebagaimana diceritakan pada deskripsi kasus.
Kognitif Behavioral
Rasa takut dan kecemasan akan meningkatnya berat badan sangat berkontribusi dalam penilaian diri Brenda. Ia sampai pada poin dimana ia menggunakan substansi obat tertentu untuk mengurangi kecemasannya yang diakibatkan ketidakpuasannya itu. Kritisisme dari orang lain (yang tidak dijelaskan lebih lanjut) juga mungkin berpengaruh pada Brenda. Berat badannya yang menurun sedemikian pesat dalam waktu yang singkat member sinyal bahwa ada kemungkinan Brenda memiliki kontrol diri yang sangat ketat, dimana mungkin ada faktor kepribadian yang berpengaruh dalam hal ini.
Sosiokultural
Tidak jelas apakah memang ada pengaruh sosiokultural seperti media dan persepsi atas berat badan ideal yang ditampilkan semakin lama semakin kurus memang berpengaruh terhadap Brenda. Meski begitu faktor risiko dari gender wanita memang dialami oleh Brenda, yang mengisyaratkan adanya kemungkinan faktor persepsi atas berat tubuh ideal dalam kultur barat memang berpengaruh. Hal ini mungkin di dorong oleh pacar Brenda yang cukup abusif terhadap Brenda. Selain itu, nenek Brenda yang mengalami schizophrenia paranoid dan memiliki hubungan dengan Brenda mulai memunculkan gejala-gejala terobsesi dengan berat badan ideal. Tidak jelas bagaimana prosesnya.

KESIMPULAN
Gangguan makan ditandai dengan “ekstrem”.Gangguan makan terjadi ketika seseorang mengalami gangguan parah dalam perilaku makan, seperti mengurangi porsi makan secara berlebihan atau makan terlalu banyak, atau perasaan menderita atau kekhawatiran yang berlebihan tentang berat atau bentuk tubuh. Seseorang dengan gangguan makan dapat berawal dari mengkonsumsi makanan yang lebih sedikit atau lebih banyak dari pada biasanya, tetapi pada tahap tertentu, keinginan untuk makan lebih sedikit atau lebih banyak tersebut  terus- menerus di luar kendali.
Gangguan makan sebagai gangguan psikologis yang memiliki karakteristik terganggunya pola makan dan cara untuk mengontrol berat badan. Menurut National Institute of Mental Health, gangguan makan adalah suatu penyakit yang menyebabkan gangguan serius terhadap diet sehari- hari, seperti makan dalam porsi yang sangat sedikit atau malah sebaliknya, makan dalam porsi yang sangat besar. Seseorang dengan gangguan makan akan makan dengan porsi makan yang lebih banyak atau lebih sedikit, tapi pada titik tertentu dorongan untuk makan dalam porsi yang sedikit atau besar tersebut benar-benar diluar kendali. mereka juga memiliki kekhawatiran yang berlebihan tentang berat badan dan bentuk tubuhnya.

DAFTAR PUSTAKA
American Psychiatric Association (APA), 2005.Let’s Talk Facts About Eating Disorders. Available from: http://www.healthyminds.org/letstalkfacts.cfm
DSM-IV Taskforce. (2000). Diagnostic and statistical manual of mental disorders: Text revision, 4th Ed. Washington, DC: American Psychiatric Association.
Gangguan Makan (Termasuk Binge Eating, Anorexia & Bulimia), Gejala & Pengobatan Gangguan Makan http://psychcentral.com/disorders/eating_disorders di akses tanggal 8 April 2016.
Krauter, T.H., & Lock, J. (2004). Treatment of adolescent anorexia nervosa using manualized family-based treatment. Clinical Case Studies 2004; 3; 107. DOI: 10.1177/1534650103259623.
Kring, A.M., Johnson, S.L., Davison, G.C., & Neale, J.M. (2012) Abnormal psychology, 12th Ed. NJ: John Wiley & Sons.
Tinjauan Pustaka Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara www.google.co.id/url?q=http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23140/4/chapter%2520II.pdf 

Wikipedia Indonesia http://en.wikipedia.org

1 komentar: