I R W A N T O
NIM. 16.310.410.1125)
Dosen Pembimbing. Wahyu Widiantoro, S.Psi, MA.
MATA
KULIAH: PSIKOLOGI ABNORMAL
Fakultas
Psikologi
Universitas
Proklamasi 45 Yogyakarta
Gangguan
kepribadian adalah suatu kondisi yang menyebabkan penderitanya memiliki pola
pikir dan perilaku yang tidak sehat dan berbeda dari orang normal. Selain pola
pikir yang tidak sehat, kondisi yang dikategorikan sebagai penyakit mental ini
juga bisa membuat penderitanya sulit untuk merasakan, memahami, atau
berinteraksi dengan orang lain (Coolige, F. L., Thede, L. L., & Jang, K. L, 2001). Gangguan kepribadian dalam diri seseorang juga bisa
menyebabkan masalah dalam lingkungan sosial. Tidak jarang hubungan antara
penderita gangguan kepribadian dengan orang lain di lingkungan rumah, sekolah,
bisnis, atau pekerjaan menjadi terbatas. Penderita gangguan kepribadian bisa dikenali dengan beberapa
ciri-ciri berikut:
- Berperilaku aneh.
- Mengurung diri atau menghindari interaksi sosial.
- Sulit menjalin hubungan dekat dengan orang lain.
- Kesulitan mengendalikan pikiran dan sering berprasangka buruk.
Gejala
Gangguan Kepribadian Berdasarkan Jenisnya
Berdasarkan jenisnya, gangguan
kepribadian dibagi menjadi tiga kelompok. Pertama adalah gangguan kepribadian
kelompok A. Seseorang dengan gangguan kepribadian kelompok ini biasanya
memiliki pemikiran dan perilaku yang aneh. Jenis-jenis gangguan kepribadian
kelompok A terdiri dari:
- Gangguan kepribadian skizotipal. Selain tingkah laku yang aneh dan cara bicara mereka yang tidak wajar, penderita gangguan kepribadian jenis ini kerap terlihat cemas atau tidak nyaman dalam situasi sosial. Penderita juga kerap berkhayal, misalnya percaya bahwa dirinya memiliki kekuatan telepati yang mampu memengaruhi emosi dan tingkah laku orang lain atau percaya bahwa suatu tulisan di koran adalah sebuah pesan tersembunyi bagi mereka.
- Gangguan kepribadian skizoid. Ciri utama penderita gangguan kepribadian jenis ini adalah sifat yang dingin. Mereka seperti sukar menikmati momen apa pun, tidak bergeming saat dikritik atau dipuji, dan tidak tertarik menjalin hubungan pertemanan dengan siapa pun, bahkan dengan lawan jenis. Mereka cenderung penyendiri dan menghindari interaksi sosial.
- Gangguan kepribadian paranoid. Ciri-ciri utama gangguan kepribadian jenis ini adalah kecurigaan dan ketidakpercayaan terhadap orang lain secara berlebihan, termasuk pada pasangan mereka. Mereka selalu takut bahwa orang lain akan memanipulasi atau merugikan mereka, dan mereka takut pasangan mereka akan berkhianat.
Kedua adalah gangguan kepribadian
kelompok B. Ciri-cirinya adalah pola pikir dan perilaku yang tidak bisa
diprediksi, serta emosi yang berlebihan dan dramatis. Jenis-jenis gangguan
kepribadian kelompok B terdiri dari:
- Gangguan kepribadian ambang (borderline). Orang yang menderita kondisi ini biasanya memiliki emosi yang tidak stabil dan memiliki dorongan untuk menyakiti diri sendiri, misalnya dengan meminum banyak alkohol atau melakukan seks bebas. Penderita gangguan ini juga merasa kesulitan untuk berinteraksi dengan orang lain. Mereka merasa tidak dianggap baik dalam lingkungan keluarga maupun di masyarakat.
- Gangguan kepribadian antisosial. Orang yang menderita kondisi ini kerap mengabaikan norma sosial yang berlaku dan tidak memiliki rasa simpati terhadap orang lain. Penderita cenderung menyalahkan orang lain atas masalah yang terjadi dalam hidup mereka. Mereka gemar mengintimidasi orang lain dan tidak menyesali perbuatan mereka. Mereka juga tidak mampu mengendalikan amarah dan mempertahankan hubungan.
- Gangguan kepribadian narsistik. Orang yang menderita kondisi ini merasa yakin bahwa dirinya lebih istimewa dibandingkan orang lain. Mereka cenderung arogan dan terus-menerus mengharapkan pujian dari orang lain. Mereka akan membanggakan dan melebih-lebihkan prestasi yang dicapai. Ketika merasa ada orang lain yang lebih unggul daripada mereka, penderita gangguan kepribadian narsistik akan merasa sangat iri.
- Gangguan kepribadian histrionik. Orang yang menderita kondisi ini biasanya terlalu mencemaskan penampilan, cenderung dramatis dalam berbicara, dan selalu mencari perhatian. Apabila menjalin hubungan pertemanan, penderita gangguan ini akan menganggap hubungan pertemanan tersebut sangat erat, meskipun orang lain menganggapnya tidak.
Ketiga adalah gangguan kepribadian
kelompok C. Meski ciri-ciri tiap gangguan yang masuk dalam kelompok ini
berbeda-beda, ada satu komponen yang sama, yaitu rasa cemas dan ketakutan.
Gangguan kepribadian kelompok C terdiri dari:
- Gangguan kepribadian dependen. Penderita kondisi ini akan merasa sangat tergantung pada orang lain dalam hal apa pun. Mereka tidak bisa hidup mandiri dan selalu diliputi rasa takut akan ditinggalkan orang lain. Saat mereka sedang sendiri, mereka akan merasa tidak nyaman dan tidak berdaya. Akibat ketergantungan yang berlebihan ini, penderita gangguan kepribadian dependen tidak akan bisa membuat keputusan dan mengemban tanggung jawab sendiri tanpa petunjuk dan bantuan orang lain.
- Gangguan kepribadian menghindar. Penderita kondisi ini sering menghindari kontak sosial, terutama dalam kegiatan baru yang melibatkan orang asing. Tidak sama seperti gangguan kepribadian skizoid, penghindaran ini dilakukan penderita karena mereka malu dan tidak percaya diri. Sebenarnya mereka ingin sekali menjalin hubungan dekat, namun mereka merasa tidak pantas berbaur dan khawatir mengalami penolakan.
- Gangguan kepribadian obsesif kompulsif. Orang yang mengalami kondisi ini bisa dikatakan “gila kendali”. Mereka sulit untuk bisa bekerja sama dengan orang lain dan lebih memilih untuk mengatur atau menyelesaikan tugasnya sendiri. Karena kepribadian mereka yang perfeksionis, sering kali mereka stres apabila hasil pekerjaan tidak sesuai dengan standar mereka yang tinggi.
Penyebab
Gangguan Kepribadian, Kasus gangguan kepribadian umumnya dimulai pada usia remaja
dan saat memasuki usia dewasa. Ada beberapa faktor yang diduga dapat memicu
atau meningkatkan risiko terjadinya kondisi ini, di antaranya:
- Adanya kelainan pada struktur atau komposisi kimia di dalam otak.
- Adanya riwayat gangguan kepribadian atau penyakit mental dalam keluarga.
- Menghabiskan masa kecil di dalam kehidupan keluarga yang kacau.
- Perasaan sering diabaikan sejak masa kanak-kanak.
- Mengalami pelecehan sejak kanak-kanak, baik verbal maupun fisik.
- Tingkat pendidikan yang rendah.
- Hidup di tengah-tengah keluarga berekonomi sulit.
Sebagian
besar para ahli berpendapat bahwa gangguan kepribadian disebabkan oleh
kombinasi dari situasi-situasi di lingkungan dengan faktor keturunan. Gen yang
diwariskan dari orang tua sangat berpengaruh pada gangguan kepribadian,
sedangkan lingkungan berpotensi memicu perkembangan gangguan tersebut (Joyce, P. R., McKenzie, J. M., Luty,
S. E., Mulder, R. T., Carter, J. D., Sullivan, P. F., & Cloninger, C. R, 2003).
Diagnosis Gangguan Kepribadian
Untuk
mendiagnosis gangguan kepribadian, dokter mungkin akan menyarankan pasien untuk
menjalani evaluasi psikologis mengenai cara berpikir dan bertindak, serta
perasaan yang mereka rasakan. Keterangan dari pasien bisa didapat dokter dengan
cara bertanya langsung pada pasien atau melalui kuesioner.
Selain
evaluasi psikologis, pemeriksaan fisik juga diperlukan untuk mengetahui apakah
gangguan kepribadian pasien disebabkan oleh adanya gangguan pada kesehatan
fisik mereka. Dalam hal ini, dokter mungkin akan menanyakan gejala-gejala apa
saja yang dirasakan pasien atau melakukan pemeriksaan darah di laboratorium.
Selain dua hal di atas, metode
diagnosis yang tidak kalah penting untuk dilakukan untuk memastikan terjadinya
gangguan kepribadian adalah pemeriksaan kadar alkohol atau obat-obatan
terlarang di dalam tubuh pasien. Bisa saja hal itulah yang memicu munculnya
gejala-gejala gangguan kepribadian.
Pengobatan
Gangguan Kepribadian
Cara
utama dalam menangani gangguan kepribadian adalah melalui terapi psikologis
atau kejiwaan di bawah bimbingan psikiater. Terapi ini bertujuan untuk
meningkatkan kemampuan pasien dalam mengendalikan emosi serta pikirannya secara
lebih baik. Umumnya terapi ini dilakukan setidaknya selama enam bulan, namun
durasinya bisa lebih panjang jika kondisi kejiwaan pasien cukup parah.
Terapi psikologis terdiri dari tiga
jenis, yaitu:
- Terapi perilaku kognitif. Terapi ini bertujuan mengubah cara berpikir dan perilaku pasien ke arah yang positif. Terapi ini didasarkan kepada teori bahwa perilaku seseorang merupakan wujud dari pikirannya. Artinya, jika seseorang berpikiran negatif, maka perilakunya pun akan negatif, begitu pun sebaliknya.
- Terapi psikodinamik. Terapi ini bertujuan mengeksplorasi dan membenahi segala bentuk penyimpangan pasien yang telah ada sejak masa kanak-kanak. Kondisi semacam ini terbentuk akibat pengalaman-pengalaman negatif yang dialami pasien di masa lalu.
- Terapi interpersonal. Terapi ini didasarkan kepada teori bahwa kesehatan mental seseorang sangat dipengaruhi oleh interaksi mereka dengan orang lain. Artinya, jika interaksi tersebut bermasalah, maka gejala-gejala gangguan kepribadian bisa terbentuk. Karena itulah terapi ini bertujuan untuk membenahi segala masalah yang terjadi di dalam interaksi sosial pasien.
Selain terapi psikologis, dokter
bisa memberikan obat-obatan kepada pasien. Namun, penggunaan obat hanya
disarankan apabila gejala-gejala yang terkait dengan gangguan kepribadian sudah
memasuki tingkat menengah atau parah. Sejumlah obat yang mungkin dipakai adalah
obat-obatan penstabil suasana hati dan obat penghambat pelepasan serotonin
(antidepresan).
Gangguan kepribadian skizotipal atau gangguan skizotipal adalah gangguan kejiwaan yang
dicirikan dengan kecemasan sosial, sikap paranoid, dan bahkan kepercayaan
terhadap sesuatu yang nggak masuk akal. Orang dengan gangguan ini nggak nyaman membangun hubungan
dengan orang lain, terutama karena mereka berpikir bahwa hubungan dekat dengan
orang lain punya dampak buruk. Jadinya,
orang dengan gangguan kepribadian skizotipal memilih menghindari hubungan
dekat. Gaya bicara yang aneh dan cara
berpakaian yang nyentrik sering jadi tanda-tanda dalam gangguan ini. Orang
dengan gangguan kepribadian skizotipal mungkin responnya akan aneh kalo diajak
ngobrol, nggak merespon, atau bahkan malah menjawab dengan cara ngomong
sendiri. Orang dengan gangguan kepribadian
skizotipal biasanya cuma punya sedikit teman, dan biasanya itu karena
keinginannya sendiri. Ini karena orang dengan skizotipal ini biasanya nggak
memandang hubungan sebagai sesuatu yang penting. Orang dengan gangguan kepribadian skizotipal cenderung
percaya banget dengan hal-hal paranormal dan takhayul. Jadi kalau ada situasi yang aneh
sedikit langsung dihubungkan dengan takhayul atau ada hal-hal spiritual. Tapi belum tentu yang percaya
takhayul itu gangguan kepribadian. Di skizotipal, kepercayaan terhadap takhayul ini menjadi
standarnya dalam menjalani hidup dan berteman. Jadi dia menganggap kalo teman
tertentu, atau pakaian tertentu, bisa membawa sial. Jadi dia akan berusaha
menjauhinya. Gangguan kepribadian skizotipal biasanya cuma terjadi 3% dari populasi,
dan seringnya terjadi pada laki-laki. Ciri-ciri, Orang dengan gangguan kepribadian
harus punya tiga atau lebih dari ciri-ciri berikut:
- sulit membuat hubungan dekat dengan orang lain
- berpikir dan mengekspresikan diri dengan cara yang dianggap aneh, menggunakan kata-kata atau kalimat yang nggak wajar.
- berkelakuan yang dianggap aneh atau nyentik
- merasa bisa membaca pikiran orang, dan ngerasa punya indera keenam
- merasa gugup dan tegang kalo orang lain nggak sepaham dengannya
- gugup dan parno dengan orang lain di situasi sosial. Kayak kelas, sekolah, atau tempat ramai lain.
Penyebab
gangguan kepribadian skizotipal belum diketahui secara pasti, namun besar
kemungkinan gangguan ini muncul karena kesalahan fungsi otak dan faktor
genetik. Cara penanganan gangguan skizotipal, Gangguan kepribadian skizotipal
sebaiknya ditangani dengan beberapa jenis psikoterapi. Orang dengan skizotipal memang punya
pikiran-pikiran aneh. Tapi, terapis atau psikolog harus tetap ingat bahwa:
tujuan terapi bukan untuk mengubah pikiran delusional tersebut
secara langsung. Yang
paling penting adalah dukungan dan penerimaan untuk klien. Jadi, dalam terapi untuk skizotipal,
kita nggak boleh bilang khayalannya aneh. Kita juga nggak boleh bilang, “kamu
nggak punya indera keenam.” Yang penting, terima dan kasih dia dukungan sosial.
Jadi temannya. Pengobatan mungkin saja dilakukan
dengan kerjasama antara psikolog dan psikiater (Kendler, K. S., Aggen, S. H.,
Czajkowski, N., Røysamb, E., Tambs, K., Torgersen, S., &
Reichborn-Kjennerud, T, 2008).
Gangguan
Kepribadian Paranoid adalah gangguan kejiwaan yang ciri khasnya adalah sikap
parno, curigaan, dan nggak percaya sama semua orang. Individu dengan gangguan kepribadian
ini biasanya sensitif, gampang tersinggung, dan menghubungkan segala sesuatunya
dengan kemungkinan yang menakutkan. Orang dengan gangguan kepribadian paranoid
selalu mengamati keadaan sekitar. Mereka berpikir bahwa mereka sedang dalam bahaya, selalu
mencari tanda-tanda kemunculan bahaya tersebut, dan nggak percaya kalau dikasih
tau bahwa bahaya itu nggak ada. Orang
dengan gangguan ini selalu meminta perlindungan dan curigaan dan secara emosi
hampir selalu terkekang. Kemampuan mereka dalam menciptakan hubungan emosional
dengan orang lain sudah hampir nggak ada, menyebabkan mereka sendiri merasa
terasing selama hidupnya. Orang
dengan gangguan paranoid pun suka mendendam, curigaan, tersinggungan, dan
sering merasa bahwa apa-apa yang terjadi selalu ditujukan untuknya. Klien
dengan gangguan ini pun bisa juga terkomplikasi dengan gangguan kepribadian
lain. Dari PPDGJ, orang dengan gangguan
kepribadian paranoid punya ciri-ciri sebagai berikut.
- Kepekaan berlebihan terhadap penolakan dan kegagalan
- Cenderung mendendam, menolak memaafkan penghinaan, luka hati, atau masalah kecil
- Kecurigaan dan kecenderungan yang mendalam untuk mendistorsikan pengalaman dengan menyalahartikan tindakan orang lain yang netral sebagai bentuk penghinaan
- Rasa bermusuhan dan ngotot menuntut hak pribadi tanpa memperhatikan situasi yang ada
- Kecurigaan berulang tanpa dasar tentang kesetiaan pasangannya
- Kecenderungan untuk merasa dirinya penting secara berlebihan, yang bermanifestsasi dalam sikap yang selalu merujuk ke diri sendiri
- Preokupasi dengan penjelasan-penjelasan yang bersekongkol dan tidak substantif terhadap suatu peristiwa, baik yang menyangkut diri sendiri maupun pada dunia.
Penyebab
gangguan kepribadian paranoid
Gangguan
Kepribadian Paranoid biasanya muncul di fase dewasa awal, alias sekitar umur
18-20 tahunan. Selain itu, gangguan ini lebih sering dialami laki-laki daripada
perempuan. Untuk penyebab pastinya sendiri
belum diketahui. Namun, peneliti meyakini bahwa gangguan ini disebabkan karena
faktor genetik dan pengaruh lingkungan. Cara penanganan gangguan kepribadian paranoid, Penanganan gangguan ini sangat
mungkin dilakukan. Tapi yang jadi masalah adalah pemilik gangguan paranoid
biasanya nggak mau diterapi. Masuk akal, mengingat paranoid ini punya sifat
curigaan. Namun kalau si pemilik gangguan ini
mau menerima terapi, maka konseling dan psikoterapi ini bisa sangat membantu.
Metode penanganan paranoid ini di antaranya:
- membantu individu belajar cara menerima gangguan tersebut
- belajar komunikasi dengan orang lain tanpa curiga di tempat umum
- membantu mengurangi rasa curigaan dan ketakutan
Pengobatan
mungkin aja sih dilakukan, terutama kalau penderitanya terkomplikasi dengan
depresi atau gangguan kecemasan. Pengobatan di antaranya dengan antidepresan
dan benzodiazepin. Tetep perlu diingat, pengobatan butuh resep dari psikiater. Gabungan pengobatan dengan konseling
atau psikoterapi akan mempercepat proses penanganan.
Gangguan
kepribadian skizoid adalah sebuah gangguan kejiwaan yang ciri utamanya adalah
males berhubungan dengan orang lain. Ciri khas skizoid adalah selain nggak mau
berhubungan dengan siapapun, dia juga penuh rahasia, dingin, dan apatis sama
orang lain. Orang yang memiliki gangguan skizoid
tidak mampu menciptakan hubungan yang
intim dengan orang lain. Segimanapun
orang introvert, mereka
masih bisa dan mau berhubungan sama orang lain. Minimal chat lewat hape lah.
Kalau orang skizoid, enggak. Mereka mungkin aja bisa, tapi mereka merasa nggak
butuh ngomong sama orang. Skizoid
juga masih berhubungan dengan skizotipal (yang udah kita omongin tadi) dan
skizofrenia. Mirip tapi gak sama. Tapi, beberapa penelitian menyebut bahwa
faktor genetik antara skizoid, skizotipal, dan skizofrenia punya kemiripan.
Makanya, gangguan kepribadian skizoid disebut juga dengan gangguan spektrum
skizofrenia. Lalu muncul pertanyaan: kan ada tuh
orang-orang yang menyendiri dari kehidupan dunia, katakanlah untuk mengejar
kehidupan yang lebih tinggi seperti nirwana. Apakah layak orang seperti itu
disebut skizoid.
Ada
beberapa kritik yang bilang bahwa definisi skizoid ini bisa bentrok dengan
budaya atau agama tertentu. Jika memang ada bentrokan semacam itu, perlu
dilihat lagi bagaimana kualitas hidup orang tersebut. Perlu dilihat juga bagaimana orang
tersebut memandang kehidupan sosial. Apakah dia menjauh atau menyepi karena
kebutuhan agama (contoh: mau bertapa), atau apakah dia menjauh karena memang
benci orang lain. Seseorang
dengan gangguan skizoid akan memberikan dampak negatif, entah pada dirinya
sendiri atau ke orang lain. Perlu dilihat juga kualitas hubungannya dengan
orang lain, status sosialnya, dan bagaimana kesejahteraannya. Ciri-ciri
Gangguan Kepribadian Skizoid, Ciri-ciri
utama dari gangguan
kepribadian skizoid, di antaranya:
- Nggak tertarik membentuk hubungan akrab sama orang lain, termasuk keluarga
- Merasa bahwa orang lain hanya mengganggu
- Lebih suka tenggelam dalam khayalan
- Memilih hidup tanpa gangguan orang lain
- Susah dibahagiakan
- Kurang tertarik dengan hubungan intim dan seks
- Dingin sama orang lain
- Sulit mengekspresikan perasaan
- Minim selera humor
- Terlihat tidak punya motivasi dan tujuan hidup
- Tidak bereaksi ketika dipuji ataupun dikritik orang lain
Penyebab
Penyebab gangguan kepribadian
skizoid masih belum pasti, namun peneliti meyakini bahwa faktor genetik dan
pola asuh memainkan peranan. Faktor
yang meningkatkan resiko munculnya gangguan ini, di antaranya adalah orang tua
yang punya gangguan skizofrenia, skizotipal, atau skizoid. Atau waktu dalam
pengasuhan dia diperlakukan dengan dingin.
Penanganan
Gangguan skizoid ini memang masih
jarang dipelajari. Data klinisnya juga dikit, karena memang masalah ini jarang
dihadapi di dunia klinis. Banyak, tapi jarang yang akhirnya datang ke psikolog
atau psikiater. Karena
jarang ini, penanganannya yang paling efektif masih belum diketahui.
Definisi Gangguan Kepribadian
Antisosial
Gangguan
kepribadian antisosial, atau dikenal juga dengan gangguan kepribadian disosial
dan sosiopat, adalah sebuah gangguan kepribadian
yang dicirikan dengan perilaku melawan atau melanggar hak-hak milik orang lain.
Paling sering kelihatan di gangguan kepribadian ini adalah moralnya yang tak
terlihat, punya sejarah berbuat kriminal, pernah melanggar hukum, serta
perilaku yang agresif. Istilah
gangguan kepribadian antisosial sendiri adalah nama yang ditulis di Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorders (DSM). Sementara,
istilah ini di International Statistical
Classification of Diseases and Related Health Problems
(ICD) disebut sebagai Dissocial personality disorder (DPD) atau gangguan kepribadian
dissosial. Namanya aja sih yang beda. Tapi
secara umum, diagnosa untuk antisosial dan dissosial mirip-mirip.
Namun di Indonesia sendiri lebih populer dengan antisosial, karena kita lebih sering pakai DSM dan PPDGJ. Baik Buku DSM maupun ICD, keduanya bilang bahwa psikopat dan sosiopat tergolong pada gangguan kepribadian antisosial. Namun ada juga beberapa peneliti yang membuat perbedaan konsep antara gangguan kepribadian antisosial dan psikopat.
Namun di Indonesia sendiri lebih populer dengan antisosial, karena kita lebih sering pakai DSM dan PPDGJ. Baik Buku DSM maupun ICD, keduanya bilang bahwa psikopat dan sosiopat tergolong pada gangguan kepribadian antisosial. Namun ada juga beberapa peneliti yang membuat perbedaan konsep antara gangguan kepribadian antisosial dan psikopat.
Ciri-ciri
Orang dengan gangguan kepribadian
antisosial memiliki ciri-ciri:
- Membahayakan diri sendiri dalam situasi penuh resiko, seringkali tanpa mempertimbangkan akibatnya untuk diri maupun orang lain
- Melakukan tindakan berbahaya dan seringkali ilegal
- Melakukan tindakan yang buat orang lain nggak menyenangkan
- Sangat mudah bosan, bertindak tanpa berpikir
- Berperilaku agresif dan sering berkelahi
- Melakukan apapun untuk mendapat yang diinginkan, seringkali dengan cara yang kasar
- Punya catatan kriminal
- Tidak merasa bersalah setelah menyakiti orang lain
- Percaya pada yang terkuatlah yang akan berkuasa
- Bakatnya sudah terlihat sejak sebelum 15 tahun
Untuk mendapat diagnosa antisosial,
kamu minimal harus berusia 18 tahun.
Penyebab
Tidak ada penyebab pada gangguan
kepribadian antisosial. Namun ilmuwan meyakini bahwa gangguan di struktur otak
dan perilaku orang tua yang agresif menjadi faktor yang mempengaruhi.
Penanganan
Penanganan
untuk gangguan kepribadian antisosial bisa dibilang sulit. Meskipun kita menyebutnya sebagai
gangguan, namun yang paling terganggu adalah kita sebagai masyarakat. Orang
yang memiliki gangguan itu sendiri malah merasa fine-fine aja. Ini menyebabkan
penanganan sulit dilakukan. Keadaan
ini diperparah dengan orang itu sendiri yang memang tidak suka dengan orang
lain. Namun jika ingin melakukan
penanganan, psikoterapi dengan terapi bicara bisa dilakukan. Psikiater juga
bisa meresepkan obat untuk mengurangi kecemasan dan depresi seperti prozac.
Obat lain juga bisa diberikan, tergantung gejala perilaku apa yang muncul (Skodol, A. E., Oldham, J. M.,
Bender, D. S., Dyck, I. R., Stout, R. L., Morey, L. C., & McGlashan, T. H, 2005).
Gangguan kepribadian borderline atau Borderline personality
disorder (BPD), atau dikenal juga dengan gangguan kepribadian
emosional tidak stabil, adalah sebuah gangguan kepribadian dengan pola perilaku
nggak normal dengan hubungan yang kurang stabil dengan orang lain, emosi yang
mudah naik turun, dan kurangnya pengendalian diri. Ciri utama orang borderline adalah
emosinya yang cepat sekali berubah, dari senang riang gembira kayak selalu
senyum, tertawa, berubah jadi nangis dan ngelempar barang-barang. Orang dengan gangguan borderline
punya rasa ketakutan diabaikan yang besar. Terus juga sering
melakukan perilaku yang mengancam nyawa, sering merasa kosong, dan kadang
membahayakan orang lain. Orang yang mengalami gangguan kepribadian borderline
ini bahkan moodnya bisa berubah pada kejadian yang biasa aja. Orang dengan gangguan kepribadian
borderline juga beresiko minum-minum alkohol atau ngedrugs, depresi, dan makan
berlebih. Borderline meningkatkan kemungkinan berperilaku membahayakan diri
sendiri, dan 10% dari pemilik gangguan ini berakhir bunuh diri (Yen, S., Shea, M. T., Battle, C. L.,
Johnson, D. M., et al, 2002).
Ciri-ciri
Orang dengan gangguan borderline
punya ciri-ciri:
- takut ditinggalkan atau diabaikan, dan melakukan apapun biar itu nggak terjadi
- emosi yang kuat namun naik turun dengan drastis karena perkara sepele. Jam 8 ceria bahagia, jam 8 lewat 5 udah nangis.
- seperti nggak punya pendirian, perilaku berubah total tergantung dia lagi sama siapa
- sulit membangun dan mempertahankan hubungan
- bertindak tanpa berpikir, dan seringkali tindakannya berbahaya. misalnya makan berlebih, ngedrugs, atau ngebut di jalanan sempit
- punya keinginan bunuh diri atau melukai diri
- merasa sendiri dan kosong
- gampang sekali marah, dan jika marah nggak bisa dikontrol
Jika sedang stres, pemilik gangguan
borderline cenderung merasakan:
- perasaan paranoid
- berhalusinasi, kayak mendengar atau melihat sesuatu tapi orang lain nggak dengar/lihat
- mati rasa atau sering melakukan sesuatu sambil ngelamun
- sering lupa kalau dia habis melakukan sesuatu
Penyebab
Biasanya gangguan ini muncul di fase
dewasa awal, atau habis masa remaja. Penyebab gangguan kepribadian borderline ini masih belum
jelas. Tapi kayaknya sih kombinasi dari faktor genetik, kelainan di otak,
pengaruh lingkungan, dan salah gaul. Penelitian juga bilang bahwa kemungkinan mengalami gangguan
borderline lima kali lipat lebih besar jika punya kerabat dekat dengan gangguan
serupa. Ada juga yang bilang gangguan
borderline bisa dipicu tumpukan kejadian yang traumatis. Namun, kita nggak bisa asal
menyatakan seseorang kena gangguan borderline. Diagnosa ini harus melalui uji
medis lebih dulu. Soalnya, gangguan ini punya beberapa kriteria yang mirip sama
gangguan identitas atau gangguan penyahgunaan alkohol, dan banyak kemungkinan
lain. Jadi walaupun ada seseorang di
dekatmu punya ciri-ciri kayak di atas, sebaiknya jangan langsung bilang dia
borderline.
Penanganan Borderline
Ada beberapa penanganan yang bisa
dilakukan untuk gangguan borderline. Bisa dengan psikoterapi, bisa dengan
kombinasi obat. Beberapa
psikoterapi yang bisa dilakukan adalah:
Dialectical behavior therapy (DBT). DBT adalah jenis terapi psikologis
yang didesain khusus untuk menangani gangguan kepribadian borderline. DBT
isinya kayak seperangkat teknik melatih diri, di antaranya teknik mengelola
emosi, menahan stres, dan teknik meningkatkan hubungan dengan orang lain.
Terapi ini bisa individu, bisa kelompok.
Schema-focused therapy. Terapi
terfokus skema ini membantu kamu dalam memahami kebutuhan-kebutuhan yang nggak
pernah terpenuhi, yang membawa kamu terjerumus dalam pola hidup negatif. Terapi
ini membantu kamu memahami kebutuhan terpendammu dan memenuhinya dengan cara
yang sehat, untuk mengubah pola hidup negatif ini jadi positif. Bisa dilakukan
sendiri ataupun kelompok.
Mentalization-based
therapy (MBT). Terapi berbasis mentalisasi adalah jenis terapi
bicara yang membantu kamu mengenali pikiran dan perasaan dengan cepat, dan
dengan segera menciptakan persepsi berbeda terhadap situasi tersebut.Misalnya
kamu dihadapkan pada situasi yang bikin bad mood. Nah, MBT membantu kamu untuk
segera mengubah pikiran jadi positive thinking, jadi bad mood kamu bisa
ditahan. MBT ini memfokuskan pada “mikir dulu baru ngomong”.
Systems training for emotional
predictability and problem-solving (STEPPS). STEPPS adalah terapi 20 minggu yang melibatkan kamu untuk
bekerja dalam kelompok. Biasanya anggota keluarga, pasangan, atau temen juga
diikutkan di terapi ini.Biasanya terapi yang ini adalah terapi tambahan selain
terapi-terapi tadi. Ibarat makan, terapi ini kerupuknya gitu deh.
Transference-focused psychotherapy
(TFP). Juga
disebut terapi psikodinamika. TFP membantu kamu memahami emosi dan masalahmu
dengan cara mengembangkan hubungan dengan psikolog.Transference meminta kamu
menyebutkan apapun yang terpikir olehmu. Apapun. Kemudian, kamu dan psikolog
akan bersama-sama menerjemahkan pola yang muncul, dan nanti akan menemukan akar
masalahnya.
Pengobatan
Walaupun nggak ada obat yang khusus
untuk menangani borderline, tapi ada sih obat-obatan tertentu yang membantu
mengurangi gejala yang muncul kayak depresi, impulsif, agresi, atau kecemasan. Obat yang diberikan di antaranya
antidepresan, antipsikotik, atau obat yang menstabilkan mood. Obat semacam ini nggak bisa dibeli
sembarangan, harus ada resep dari psikiater.
Rawat
inap
Kalau sudah membahayakan orang lain,
penanganan ini akan dilakukan di rumah sakit. Jadi pasien dirawat inap. Pilihan
rawat inap ini akan melindungi pasien dari menyakiti orang lain, juga menjaga
pasien dari pikiran dan tindakan bunuh diri.
Gangguan Kepribadian Histrionik adalah gangguan kepribadian yang
dicirikan oleh tindakan mencari perhatian yang berlebih. Gangguan kepribadian
ini mulai muncul di fase dewasa awal. Termasuk dalam gangguan kepribadian ini
adalah perilaku menggoda yang nggak pantes, dan kebutuhan berlebih untuk
diterima orang lain. Orang histrionik sendiri punya karakter ceria, lebay,
antusias, dan genit. Gangguan
kepribadian histrionik terjadi empat kali lebih sering pada perempuan. Untuk
presentasinya, sekitar 2-3% dari populasi. Meski demikian, hanya 10% dari
pemilik gangguan histrionik yang kemudian menjalani penanganan medis. Gangguan histrionik masuk di kluster
B, alias kluster untuk gangguan cemas dan lebay. Karakter utama dari gangguan ini adalah keinginan untuk jadi
pusat perhatian. Mereka berpenampilan yang mencolok dan seringkali nggak
pantes, berlebihan dalam berperilaku dan menunjukkan emosi, dan haus stimulasi
seksual. Orang dengan gangguan kepribadian
histrionik menunjukkan perilaku yang provokatif secara seksual. Mereka juga
menunjukkan emosi dengan cara meniru-niru tokoh, entah itu tokoh betulan atau
tokoh film, dan juga mereka gampang dipengaruhi orang lain. Karakter lain yang juga muncul
adalah sifat egois, merasa bahwa semesta berputar untuk dirinya, selalu ingin
dipuji, dan dalam memenuhi kebutuhan mereka berani memanipulasi orang lain. Orang dengan gangguan kepribadian
histrionik punya ciri-ciri
- merasa tidak nyaman jika tidak diperhatikan
- merasa ingin selalu menjadi “sumber hiburan” orang lain
- genit
- bersikap provokatif untuk memastikan dirinya jadi pusat perhatian
- terkenal drama dan overacting
- kalau melakukan apa-apa selalu khawatir pendapat orang lain
- gampang dipengaruhi
- bersikap intim bahkan pada teman biasa
- punya gaya bicara yang meniru-niru tokoh nyata atau tokoh dalam film
- menggunakan fisiknya untuk menarik perhatian
Penyebab
Penyebab pasti gangguan kepribadian
histrionik masih belum diketahui. Namun, ilmuwan yakin bahwa gangguan
histrionik adalah hasil bentukan lingkungan dan genetik. Ada juga kasus di mana dua orang
dengan histrionik masih punya hubungan darah yang dekat. Ini menciptakan dugaan
bahwa histrionik sebagian dibentuk dari genetik. Di sisi lain, anak yang orang
tuanya histrionik bisa memunculkan perilaku meniru orang tuanya. Adalagi dugaan lain: histrionik
muncul dari kedisiplinan yang kurang dibentuk dan perilaku lebay yang dituruti
oleh orang sekitar. Anak bisa saja menciptakan perilaku histrionik, karena
mungkin itulah satu-satunya cara mendapatkan perhatian dari orang tuanya.
Penanganan
Histrionik
Penanganan histrionik termasuk
sulit, soalnya pemilik gangguan ini tidak menganggap histrionik sebagai
gangguan. Selain itu proses penanganannya juga tidak menyenangkan. Namun jika si pemilik gangguan ini
memutuskan untuk berubah, ada beberapa terapi dan pengobatan yang bisa
digunakan. Psikoterapi adalah penanganan yang
paling sering dan paling efektif. Penanganannya melibatkan seorang psikolog, ngomongin
perasaan dan pengalaman di masa lalu. Kalau kamu mengalami depresi dan kecemasan, psikologmu
mungkin akan merujukmu ke psikiater, untuk mendapatkan resep obat antidepresan. Gangguan kepribadian narsisistik
dicirikan dengan pola perilaku yang menganggap dirinya paling penting,
kebutuhan dipuji yang berlebihan, dan tidak mampu memahami perasaan orang lain. Orang yang memiliki gangguan
narsisistik seringkali menghabiskan waktu memikirkan gimana caranya mendapatkan
kekuasaan atau kesuksesan, atau memikirkan tentang penampilan mereka. Orang
narsisistik sering juga memanfaatkan orang-orang di sekitar untuk keuntungan
mereka sendiri. Perilaku semacam ini udah muncul di fase dewasa awal, dan
terjadi di berbagai macam situasi.
Narsisistik
diambil dari mitologi Yunani tentang seorang bernama Narcissus, jomblo yang
mencari cinta sejati. Namun walaupun banyak cewek suka sama dia, Narcissus
menolak. Malah, cewek yang datang ditolaknya. Sampai suatu hari, Narcissus melihat sesosok indah di
pantulan air. Narcissus terpana, jantungnya berdebar. Sosok di pantulan air
inilah “belahan jiwa” yang selama ini dia cari. Karena jatuh cinta dengan sosok itu, maka Narcissus
menceburkan diri ke dalam kolam. Akhirnya karena nggak mau keluar dari air,
Narcissus mati di dalam kolam. Sebenarnya,
siapa sosok di pantulan air? Mukanya sendiri. Walaupun mungkin nggak seperti Narcissus, namun ciri utama
narsisistik adalah mencintai dirinya sendiri, secara berlebihan.
Grandiose dan Anxiety
Beberapa ilmuwan membagi narsisistik
jadi dua: narsisistik grandiose dan narsisistik anxiety. Grandiose adalah narsisistik yang
selama ini kita bayangkan. Ya mereka menggembar-gemborkan kelebihan mereka
sendiri, ingin diperlakukan spesial, ingin dipuji, dan lain sebagainya. Mereka
ingin hal itu, dan dengan terang-terangan melakukan berbagai cara untuk
mendapatkannya.
Sementara, narsisistik anxiety
adalah versi “mengkerut” dari grandiose. Seperti grandiose, mereka juga ingin
diperlakukan spesial, mau dipuji, dsb dsb. Bedanya, mereka nggak melakukan
apa-apa untuk mendapatkannya. Yaaa
mereka kelihatannya biasa aja, namun dalam hati mereka marah ketika nggak
diperlakukan istimewa. Makanya narsisistik anxiety sering terlihat marah besar
untuk sebab yang kadang kita sendiri anggap sepele.
Ciri-ciri
Gangguan Kepribadian Narsisistik
Ciri-ciri orang narsisistik di
antaranya:
- percaya bahwa dia punya sesuatu yang spesial, unik, beda, pokoknya lebih baik dari orang lain
- punya self-esteem yang rapuh, menghargai dirinya berdasarkan seberapa besar orang menyukainya
- marah jika orang di sekitar cuek dan nggak ngasih apa yang dia inginkan
- iri dengan kesuksesan orang lain
- meletakkan kebutuhan mereka di atas kebutuhan orang lain, dan ingin orang lain memakluminya
- biasanya sudah terkenal egois
- punya kebiasaan memanfaatkan orang lain
Penyebab
Penyebab narsisistik sendiri belum
diketahui. Namun seperti gangguan kepribadian yang sebelumnya udah kita bahas,
faktor genetik dan lingkungan punya peranan. Narsisistik juga dicurigai muncul karena perlakuan istimewa
sejak kecil, namun pendapat ini dianggap masih kurang kuat. Untuk menyebut seseorang mengalami
narsisistik, perlu diagnosa dari psikolog atau psikiater dulu. Jadi walaupun
katakanlah ada temenmu yang punya ciri-ciri di atas, jangan langsung bilang dia
narsisistik ya.
Penanganan
Narsisistik
Penanganan narsisistik sendiri bisa
dikatakan sulit. Ini karena orang narsis nggak menganggap narsisnya sebagai
masalah. Bahkan kalau orang di sekitar terganggu pun, orang di sekitarnyalah
yang dia anggap bermasalah. Kalau
akhirnya si narsis ini mau bekerjasama, terapi yang digunakan biasanya terapi
psikoanalisa dan terapi CBT. Kalau si narsisistik ini punya kecenderungan
membahayakan orang lain, dia berkesempatan menginap di rumah sakit. Ini supaya
proses terapi bisa dijalankan lebih intens. Tapi jarang sih yang rawat inap.
Obat khusus untuk narsisistik nggak
ada, tapi psikiater mungkin akan meresepkan obat kalau dia depresi, cemas, atau
mengalami gangguan mood lain.
Berdasarkan
DSM-IV gangguan kepribadian dibagi kedalam 3 kelompok besar yaitu:
1.Kelompok A
Terdiri dari gangguan kepribadian paranoid, skizoid, dan skizopital.
Individu pada ketiga gangguan ini menampilkan perilaku yang relatif sama yaitu
eksentrik dan aneh
2.Kelompok B
Terdiri dari gangguan kepribadian antisosial,boderline,histrionik, dan
narsistik. Individu pada gangguan tersebut manampakkan perilaku yang dramatis
atau berlebih-lebihan,emosional, dan aneh.
3.Kelompok C
Terdiri dari gangguan kepribadian avoidant, dependent, dan
obsesif-kompulsif. Individu dengan gangguan kepribadian semacam ini tampak
selalu cemas dan ketakutan.
Gangguan kepribadian yang ada diatas akan dijelaskan lebih lanjut satu
persatu pada bab pembahasan.
Terdiri dari gangguan kepribadian
paranoid, schizoid, dan skizotipal. Individu pada ketiga gangguan ini menampilkan
perilaku ynag relative sama yaitu eksentrik dan aneh.
GANGGUAN KEPRIBADIAN PARANOID
Individu dengan gangguan kepribadian
paranoid biasanya ditandai dengan adanya kecurigaan dan ketidakpercayaan yang
sangat kuat kepada orang-orang di lingkungan sekitarnya. Mereka seringkali
sangat sensitive, mudah marah, dan menunjukkan sikap bermusuhan. Salah satu faktor penting dalam
gangguan kepribadian paranoid adalah adanya kecenderungan yang tidak beralasan
(gangguan ini biasanya dimulai sejak masa dewasa awal dan tampak pada berbagai
situasi dan kondisi) untuk menganggap perilaku orang lain sebagai merendahkan
dan mengancam diri mereka. Individu
dengan gangguan ini tidak mampu terlibat secara emosional dan menjaga jarak
dengan orang lain. Dalam situasi sosial, individu dengan gangguan ini tampak
efisien, praktis, dan cekatan, namun mereka seringkali menjadi pemicu dari
timbulnya masalah konflik dengan lingkungan. Individu dengan gangguan kepribadian paranoid memiliki
gangguan ini sepanjang hidup mereka. Beberapa di antara mereka menunjukkan
gangguan ini sebagai pertanda awal sebelum akhirnya mereka menderita
skizofrenia.
Contoh kasus:
Seorang wanita, berusia sekitar 25
tahun dan memiliki seorang putrid dikeluhkan oleh suaminya. Suaminya mengeluh
karena istrinya sulit sekali mempercayai dirinya. Memang gejala ini sudah
tampak sejak mereka berpacaran, namun semakin meningkat intensitasnya setelah
mereka menikah. Apalagi setelah suaminya sering bepergian dinas ke luar kota.
Apabila suaminya terlambat pulang dari kantor, maka istrinya akan langsung
menuduh bahwa suaminya selingkuh dan memiliki wanita lain. Pernah pula istrinya
curiga bahwa suaminya telah menikah dengan wanita lain. Keluarganya dan
keluarga suami sudah berulang kali meyakinkan bahwa suaminya selama ini tetap
setia, namun sulit sekali untuk diterima oleh sang istri. Tetangga sekitar
rumah pun kadangkala dicurigai oleh sang istri, sampai-sampai kadangkala suami
tidak berani bartegur sapa dengan para tetangga. (sumber: kasus pribadi).
Tritment yang dapat diberikan yaitu:
a. Psikoterapi.
Pasien paranoid tidak bekerja baik dalam psikoterapi kelompok, karena itu ahli
terapi harus berhadapan langsung dalam menghadapi pasien, dan harus diingat
bahwa kejujuran merupakan hal yang sangat penting bagi pasien. Ahli terapi yang
terlalu banyak menggunakan interpretasi mengenai perasaan ketergantungan yang
dalam, masalah seksual dan keinginan untuk keintiman dapat meningkatkan
ketidakpercayaan pasien.
b. Farmakoterapi.
Farmakoterapi berguna dalam menghadapi agitasi dan kecemasan. Pada sebagian
besar kasus, obat antiansietas seperti diazepam (Valium) dapat digunakan. Atau
mungkin perlu untuk menggunakan anti psikotik, seperti thioridazine (Mellaril)
atau haloperidol (Haldol), dalam dosis kecil dan dalam periode singkat untuk
menangani agitasi parah atau pikiran yang sangat delusional. Obat anti psikotik
pimozide (Orap) bisa digunakan untuk menurunkan gagasan paranoid.
GANGGUAN KEPRIBADIAN SKIZOID
Individu dengan gangguan kepribadian
skizoid biasanya menampilkan perilaku atau pola menarik diri dan biasanya telah
berlangsung dalam jangka waktu yang lama. Mereka merasa tidak nyaman dalam
berinteraksi dengan orang lain, cenderung introvert, dan afek mereka pun
terbatas. Individu dengan gangguan kepribadian
skizoid biasanya memberikan tampilan bahwa mereka “dingin” dan penyendiri. Hal
ini terjadi karena mereka memiliki kebutuhan yang sangat rendah untuk
berhubungan secara emosional dengan orang lain. Kehidupan individu dengan gangguan ini biasanya diwarnai
dengan kegemaran pada aktifitas yang tidak melibatkan orang lain (aktifitas
mandiri) dan berhasil pada bidang-bidang yang tidak melibatkan persaingan
dengan orang lain.
Kehidupan seksual mereka biasanya
hanya sebatas fantasi dan mereka sedapat mungkin berusaha menunda kematangan
seksualnya. Kaum pria biasanya tidak menikah karena mereka tidak dapat
melakukan hubungan yang intim dan kaum wanita biasanya secara pasif akan
menyetujui untuk menikah dengan kaum pria yang agresif dan sangat menginginkan
mereka menikah dengannya. Individu
dengan gangguan kepribadian skizoid biasanya mengalami kesulitan untuk
mengekspresikan kemarahannya. Mereka menyalurkan energi afektifnya (misalnya
kemarahan) kepada bidang-bidang yang tidak melibatkan orang lain. Walaupun individu ini sangat
penyendiri dan memiliki impian-impian atau fantasi, namun tidak berarti bahwa
individu dengan gangguan ini mengalami masalah kontak realitas. Mereka tetap
mampu membedakan antara realitas dan fantasi atau impian. Sejauh ini diketahui bahwa gangguan
kepribadian schizoid terjadi pada 7,5 persen populasi pada umumnya.
Perbandingan antara laki-laki dan perempuan juga tidak diketahui secara pasti
namun diperkirakan sekitar 2 : 1 (laki-laki : perempuan). Awal munculnya gangguan ini biasanya
pada masa kanak-kanak awal. Biasanya berlangsung dalam jangka waktu yang lama
walaupun belum tentu seumur hidup mereka. Jumlah individu dengan gangguan ini
yang kemudian menjadi penderita skizofrenia, belum diketahui secara pasti.
Contoh kasus :
Seorang laki-laki, saat ini berusia
20-an tahun, dikeluhkan oleh keluarganya karena bermasalah dalam relasi sosial.
Setelah melewati pemerikasaan, diketahui bahwa sejak kecil dia seringkali
diejek sebagai “gorilla” karena memiliki tubuh yang tinggi dan besar. Sejak di
SD, dia tidak pernah memiliki teman dekat dan apabila teman-temannya bermain
dia hnaya memperhatikan dari kejauhan. Orangtuanya menuturkan bahwa ketika
kecil, anaknya tersebut paling suka bermain di loteng sendirian. Setelah
menanjak dewasa, dia tampak lebih suka berdiam atau mengurung diri di kamar dan
tidak suka apabila kakaknya mengajak dia untuk melakukan suatu aktivitas
tertentu. Dia menganggap bahwa kakaknya menganggu dia (sumber: kasus pribadi).
Tritment yang dapat diberikan yaitu:
a. Psikoterapi. Dalam lingkungan terapi
kelompok, pasien gangguan kepribadian skizoid mungkin diam untuk jangka waktu
yang lama, namun suatu waktu mereka akan ikut terlibat. Pasien harus dilindungi
dari serangan agresif anggota kelompok lain mengingat kecenderungan mereka akan
ketenangan. Dengan berjalannya waktu, anggota kelompok menjadi penting bagi
pasien skizoid dan dapat memberikan kontak sosial.
b. Farmakoterapi. Dengan antipsikotik dosis kecil,
antidepresan dan psikostimulan dapat digunakan dan efektif pada beberapa
pasien.
GANGGUAN KEPRIBADIAN SKIZOTIPAL
Individu dengan gangguan kepribadian
skizotipal biasanya tampak aneh secara sangat mencolok. Mereka memiliki
pemikiran yang ajaib (magical), ide-ide yang ganjil, ilusi dan
derealisasi yang biasa mereka tampilkan dalam kehidupan sehari-hari. Kadangkala
isi pikiran mereka dipenuhi oleh fantasi yang berkaitan dengan ketakutan dan
fantasi yang biasanya hanya muncul pada masa kanak-kanak.
Individu dengan gangguan ini mengalami masalah dalam berpikir dan
berkomunikasi. Mereka sensitive terhadap perasaan atau reaksi orang lain
terhadap dirinya, terutama reaksi yang negative seperti rasa marah atau tidak
senang. Mereka pun memiliki kemampuan yang rendah dalam berinteraksi dengan
orang lain dan kadangkala bertingkah laku aneh sehingga akhirnya mereka
seringkali terkucil dan tidak memiliki banyak teman.
Individu dengan gangguan skizotipal kadangkala juga menampilkan gejala yang ditampilkan
oleh individu dengan gangguan kepribadian borderline. Apabila hal ini terjadi,
terapis boleh sekaligus mendiagnosis individu tersebut dengan 2 diagnosis,
skizotipal dan borderline. Kadangkala terapis harus lebih berhati-hati karena
apabila individu dengan skizotipal berada di bawah tekanan, mereka dapat
menampilkan tingkah laku psikotik dan tampak seperti penderita skizofrenia,
hanya bedanya pada individu ini gejala psikotik tersebut hanya tampak dalam
waktu yang singkat dan segera menghilang. Jadi harus berhati-hati, jangan
langsung memberikan diagnosis skizofrenia karena mungkin saja ternyata lebih
sesuai dengan skizotipal.
Gangguan kepribadian skizotipal ini lebih banyak muncul pada keluarga yang
memiliki penderita skizofrenia dan di antara kembar satu telur bila
dibandingkan dengan kembar dari dua telur (33 persen vs 4 persen).
Berdasarkan penelitian diketahui bahwa 10 persen dari individu dengan
kepribadian skizotipal pernah merencanakan untuk bunuh diri. Kepribadian skizotipal
adalah titik awal yang memungkinkan seorang individu menderita skizofrenia.
banyak
klinisi yang berhati-hati dalam mendiagnosis gangguan kepribadian seseorang
dengan penyakit seperti gangguan skizophrenia dan skizoaffective, banyak
pasien, khususnya individu yang distabilkan secara psikis yang tinggal dalam
komunitas, telah melakukan coping dan model interpersonal yang dapat
dikonseptualkan sebagai ‘kepribadian’. Hal ini dikuatkan oleh penelitan kami
sebelumnya, yang menunjukkan bahwa trait kepribadian, seperti yang diukur oleh
NEO Personality Inventory (NEO-PI), diantara pasien dengan gangguan
skizoaffective dan skizofrenia, cenderung stabil dan bebas dari simptom
psikotik rata-rata lebih dari 6 bulan, simptom psikotiknya stabil dan bebas
selama interval waktu 6 bulan, bahkan ketika simptom psikiatrinya beragam.
Sementara NEO-PI tidak di validkan dalam melakukan assessment variable
kepribadian pada individu yang penyakit jiwa, penelitian awal kami pada 21
paseien menunjukkan bahwa traits kepribadian itu dapat diukur, stabil dalam
waktu yang singkat dan secara klinis relevan dengan populasi skizophrenic. Pada
sample kecil ini, korelasi test-retest antara domain kepribadian menunjukkan
korelasi atas ke empat domain yang kesemuanya lebih besar dari 0,84, yang
menunjukkan stabilitas domain selama interval waktu yang diukur. Skor domain
juga menunjukkan korelasi yang signifikan dengan tingkat fungsi, khususnya yang
berhubungan dengan jumlah kontak sosial. (Jurnal Psychology: The relationship
between personality and quality of life in persons with schizoaffective
disorder and schizoprenia, 1997)
Contoh kasus :
Seorang laki-laki, berusia 35 tahun
yang nyaris tidak pernah bekerja dan mengalami defisiensi vitamin yang parah.
Kondisi itu terjadi karena dia tidak mau memakan makanan apapun yang menurutnya
sudah terkontaminasi oleh mesin-mesin. Dia mulai membentuk pemikiran tentang
diet semacam itu pada usia sekitar 20 tahun, dan tidak lama kemudian dia pergi
meninggalkan keluarganya dan mulai mempelajari suatu kepercayaan tertentu yang
menurutnya mampu membuka “ mata ketiga-nya”. Saat ini dia hidup seorang diri di
sebuah perkebunan mungil dan menenan sendiri berbagai makanan untuk dirinya.
Dia menghabiskan sepanjang harinya untuk melakukan penelitian berkaitan dengan
mekanisme kontaminasi pada makanan. Selain itu, dia pun memiliki pengikut yang
berpikiran sama dengan dirinya. Dia tidak pernah menikah dan sangat jarang
berhubungan dengan keluarganya. Dia mengatakan bahwa dia tidak pernah dekat
dengan ayahnya karena dia seorang vegetarian. (sumber: Barlow & Durand,
1995).
Tritment
yang dapat diberikan yaitu (Kaplan & Saddock : 253):
a.
Psikoterapi. Pikiran yang aneh dan ganjil pada pasien gangguan kepribadian
skizotipal harus ditangani dengan berhati-hati. Beberapa pasien terlibat dalam
pemujaan, praktek religius yang aneh dan okultis. Ahli terapi tidak boleh
menertawakan aktivitas tersebut atau mengadili kepercayaan atau aktivitas
mereka.
b.
Farmakoterapi. Medikasi antipsikotik mungkin berguna dalam menghadapi gagasan
mengenai diri sendiri, waham dan gejala lain dari gangguan dan dapat digunakan
bersama-sama psikoterapi. Penggunaan holoperidol dilaporkan memberikan hasil
positif pada beberapa kasus, dan antidepresan digunakan jika ditemukan suatu
komponen depresif dari kepribadian.
Terdiri dari gangguan kepribadian
antisosial, borderline, histrionik, dan narsistik. Individu pada gangguan
tersebut menampakkan perilaku yang dramatis atau berlebih-lebihan, emosional,
dan aneh (tidak menentu).
GANGGUAN
KEPRIBADIAN ANTI SOSIAL
Individu dengan gangguan kepribadian antisosial biasanya
secara terus menerus melakukan tingkah laku kriminal atau antisosial, namun
tingkah laku ini tidak sama dengan melakukan kriminalitas. Gangguan kepribadian
ini lebih menekankan pada ketidakmampuan individu untuk mengikuti norma-norma
sosial yang ada selama perkembangan masa remaja dan dewasa.
Individu dengan kepribadian antisosial biasanya mampu
menampilkan tingkah laku yang menewan, memiliki kemampuan verbal yang baik,
bahkan mampu menarik perhatian lawan jenis dengan perilakunya yang pandai
merayu. Di sisi lain, individu yang sejenis seringkali menganggap perilaku
individu dengan gangguan ini sebagai manipulatif dan terlalu menuntut.
Walaupun penampilan luarnya tampak positif, apabila terapis
menelusuri riwayat kehidupannya, biasanya dipenuhi dengan perilaku berbohong,
membolos, kabur dari rumah, mencuri, berkelahi, pemakaian obat-obatan, dan
berbagai aktivitas ilegal lainnya yang biasanya telah dimulai sejak masa
kanak-kanak. Mereka tidak dapat dipercaya dan tidak memiliki tanggung jawab,
oleh karena itu setelah dewasa individu dengan kepribadian antisosial biasanya
berkaitan dengan kasus penyikasaan pada pasangan hidup, pada anak, pelacuran,
dan mengandarai dalam keadaan mabuk.
Kepribadian ini lebih tampak pada daerah miskin. Usia
kemunculan gannguan ini adalah sebelum usia 15 tahun. Perempuan biasanya
menampakkan gejala ini sebelum masa pubertas dan pada anak laki-laki bahkan
sebelumnya. Pada populasi di penjara, prevelensi individu yang memiliki
kepribadian antisosial mencapai 75 persen.
Gangguan kepribadian antisosial biasanya muncul pada masa
remaja akhir. Prognosisnya bervariasi. Gangguan yang umum terjadi pada individu
dengan kepribadian antisosial adalah gangguan depresi, gangguam alkohol, dan
zat-zat tertentu (obat-obatan terlarang).
Contoh kasus:
Seorang laki-laki berusia 19 tahun dan sedang menjalani
rehabilitasi di tempat ketergantungan obat-obatan yang terlarang untuk
yang kesekian kalinya. Berdasarkan penuturan ibunya, diketahui bahwa sejak SD
anaknya sudah sering melawan nasehat orangtua dan gurunya. Dia pun sering
moebolos dari sekolah,walaumpun pretasi akademiknya memadai guru wali kelasnya
sering memanggil orangtua dan mengeluhkan tenang prilaku sang anak. Sejak kelas
5 SD sudah memulai merokok dan dilanjutkan menghisap ganja semasa awal SMP,
hingga akhirnya kelas 2 SMP mulai menggunakan putauw hingga sekarang.
Penggunaan obat-obatan terlarang ini kadangkala disertai dengan konsumsi
alcohol. Sang anak akhirnya putus sekolah di kelas 1 SMA dan lebih memilih
kegiatan bermain band bersama teman-temannya. Tidak ada satu orang pun yan
behasi mengajaknya kembali ke sekolah. Hingga saat ini dia masih terus
mendapatkan biaya dari kedua orang tuanya.
Tritment yang dapat diberikan yaitu:
a.
Psikoterapi. Jika pasien merasa bahwa mereka berada diantara teman-teman
sebayanya, tidak adanya motivasi mereka untuk berubah bisa menghilang,
kemungkinan karena hal itulah kelompok yang menolong diri sendiri (selfhelp
group) akan lebih berguna dibandingkan di penjara dalam menghilangkan gangguan.
Tetapi, ahli terapi harus menemukan suatu cara untuk menghadapi perilaku
merusak pada pasien. Dan untuk mengatasi rasa takut pasien terhadap keintiman,
ahli terapi harus menggagalkan usaha pasien untuk melarikan diri dari
perjumpaan dengan orang lain.
b.
Farmakoterapi. Farmakoterapi digunakan untuk menghadapi gejala yang
diperkirakan akan timbul, seperti kecemasan, penyerangan dan depresi. Tetapi,
karena pasien seringkali merupakan penyalahguna zat, obat harus digunakan
secara bijaksana. Jika pasien menunjukkan bukti-bukti adanya gangguan
defisit-atensi / hiperaktivitas, psikostimulan seperti methylphenidate
(Ritalin), bisa digunakan.
GANGGUAN KEPRIBADIAN BORDERLINE
Gangguan kepribadian borderline
berada di perbatasan antara gangguan neurotik dan psikotik dengan gejala-gejala
afek, mood, tingkah laku dan self-image yang sangat tidak stabil. Individu
dengan gangguan kepribadian ini moodnya selalu berubah-ubah.
Tingkah laku dari individu dengan kepribadian
borderline sangat tidak dapat diduga, akibatnya mereka jarang mencapai hasil
yang sesuai dengan kemampuan yang mereka miliki (under-achiever). Mereka
juga memiliki kecenderungan menyakiti diri sendiri (self-destrictive).
Individu ini memiliki kemungkinan untuk mengiris pergelangan tangannya dan
menampilkan berbagai self-mutilation (tindakan melukai diri sendiri,
memotong)dengan tujuan mencari pertolongan dari orang lain, untuk
mengekspresikan kemarahan mereka, atau mengumpulkan afek-afek yang mereka
rasakan.
Individu dengan kepribadian
borderline merasa bergantung pada orang lain, namun mereka juga memiliki
perasaan bermusuhan terhadap orang lain. Individu dengan gangguan ini pun tidak
tahan atau tidak dapat hidup apabila sendirian. Ketika kesepian dan kebosanan
melanda mereka, walaupun hanya untuk waktu yang singkat mereka akan berusaha
sekuat tenaga untuk menemukan teman, walaupun hanya sebatas teman duduk.
Diperkirakan gangguan ini muncul
pada sekitar 1 atau 2 persen pada populasi umum. Gangguan kepribadian ini dua
kali lebih banyak pada kaum perempuan ketimbang laki-laki.
Berdasarkan penelitian longitudinal
diketahui bahwa individu dengan gangguan kepribadian borderline tidak
menunjukkan tanda-tanda perkembangan kea rah gangguan skizofrenia, namun
individu ini memiliki kecenderungan untuk mengalami episode major
depressive disorder.
Menghindari distorsi pasien dalam
psikoterapi pada pasien BPD (Borderline personality disorder)
Dalam
praktek dan literatur klinis, pasien dengan BPD mempunyai reputasi yang berupa distorted
thinking (pikiran yang menyimpang) yang panjang tentang apa yang terjadi
dalam hubungan interpersonal mereka (Kernberg, 1985; Noy, 1982). Kroll (1982)
menegaskan kecenderungan pasien ini mengarah ke persepsi global dengan kurangnya
perhatian terhadap detail, perubahan makna, amnesia yang turun naik, dan
deskripsi yang kontradiktif atau keliru mengenai suatu kejadian atau
orang-orang. Pasien BPD seringkali dikarakteristikkan dengan adanya
“splitting”, yang didefinisikan sebagai ketidakmampuan untuk mengintegrasikan
gambaran buruk atau baik tentang orang lain. Yang jelas, pasien BPD seringkali
menggambarkan orang lain seakan-akan mereka percaya bahwa orang lain merupakan
bentuk teladan yang sempurna atau sebaliknya merupakan perwujudan yang buruk
dari sebuah bentuk kebencian. Mereka seringkali menggambarkan rangkaian
interaksi dalam cara yang salah. Mereka sering menceritakan dugaan tentang
kelakuan buruk orang lain dengan memperagakan secara sistematis perilaku
provokatif mereka sebagai alasan potensial bagi mereka.
Terapis harus membedakan apakan jenis perilaku ini menunjukkan defisit kognitif
yang nyata, mekanisme pertahanan pada kejiwaan mereka, manipulasi bawah sadar
atau manipulasi ketidaksengajaan tentang orang lain untuk tujuan yang
tersembunyi atau merupakan kombinasi dari semua hal tersebut. Pertanyaan ini
merupakan hal yang sangat penting bagi psikoterapis, jika distorsi terbukti
sebagai sebuah bentuk defisit dalam pemrosesan informasi, treatment
haruslah sangat dipertimbangkan. Nyatanya, jika terdapat sejenis defisit
neurologis permanen yang menyebabkan pasien BPD kekurangan kemampuan untuk
membuat penilaian yang lebih realistik tentang lingkungan interpersonal mereka,
maka psikoterapi mungkin tidak akan menjadi jalan yang efektif sama
sekali.
Berbagai kesulitan dalam
mengevaluasi munculnya Distorted thinking pada BPD.
Kesulitan utama yang mungkin menghalangi keakuratan pada assessment kemunculan
distorsi pada pasien BPD adalah hampir tidak mungkinnya merancang metode yang
reliable untuk defisiensi ketidakmampuan mental dari performance perilaku yang
direncanakan yang berdasarkan pada motivasi psikologis interpersonal atau
tujuan intrapsikis. Terapis tertentu mungkin akan melakukan kesalahan jika mereka
tidak mempunyai pengetahuan tentang motif yang mendasari beberapa
perilaku yang ditunjukkan oleh individu. (Jurnal Psychology: Avoiding Patient Distortions in
Psychotherapy with Borderline Personality Disorder Patients, 2004)
Contoh kasus:
Saya telah mengenal Claire selama
lebih dari 25 tahun dan bersama-sama mengalami masa-masa yang menyenangkan,
namun lebih banyak masa yang buruk ketika hidupnya sangat tidak menentu. Claire
adalah seseorang yang mengalami gangguan borderline. Saya dan Claire biasanya
berangkat bersama-sama sejak SMA, suatu saat saya menemukan bahwa rambutnya
dipoong sangat pendek dan tidak rapi, dan ketika saya menanyakan
penyebabnya, dia menjawab bahwa semuanya berjalan dengan buruk dan kegiatan
memotong rambut itu dapat menyenangkan dirinya.kemudian saya juga mengetahui
bahwa sarung tangan panjang yang sering dikenakan Claire, ternyata untuk
menutupi luka-luka sayatan yang buat Claire pada lengannya. Claire
menjadi teman pertama saya yang meroko dan menggunakan obat-obatan terlarang,
teman pertama saya yang orang tuanya bercerai dan tidak lagi mempedulikan
dirinya. Ayahnya seorang alkoholik yang sering memukuli dirinya dan ibunya.
Claire memiliki prestasi akademik dan self-image yang rendah. ia
seringkali mengatankan dirinya bodoh dan buruk yang saat ini saya ketahui bahwa
kedua hal itu tidak benar.selama saya mengenal dia, secara bekala dia
“meninggalkan kota” tanpa sebab yang jelas. Saya mengetahui beberapa tahun
kemudian bawa itu hanya alasan apabila dia hars dirawat di rumah sakit jiwa
karena dia mengalami depresi dan ingin bunuh diri. Saya memang pernah mendengar
Claire mengancam ingin bunuh diri, namun saat itu saya tidak mengetahui
seberapa serius ancaman tersebut. Pada masa kuliah, Claire semakin tidak
mudah tebak. Pada suatu waktu dia bisa sangat marah pada kami dan
mengatakan bahwa kami akn meninggalkannya dan da kami berjalan cepat agar tidak
tampak bersama dirinya. Di waktu yang lain, dia tampak sangat putus asa dan
ingin bersama-sama dengan kami. Saya terus terang saya bingung dengan
tingkah lakunya terhadap kami teman-temannya. Saat ini, Claire sudah berusia
pertengahan 30an, saya mendenga dia suah menikah 2 kali. Pernikahan yang
diawali penuh gairahan, namun berakhir dngan kekacauan karena Claire pada
akhirnya kembali dirawat di rumah sakit jiwa. Saat ini, dia tidak lagi
berhubungan dengan kedua mantan suaminya dan merasa hidupnya sudah mulai tenang
baginya. Claire mengakui bahwa dia jarang merasa bahagia, namun dia merasa
bahwa sudah lebih baik dan mampu bekerja dengan baik sebagai agen perjalanan.
Dia beberapa kali mencoba unt uk berhubunganlagi dengan kaum pria, namun dia
takut untuk menjalin hubungan yang lebih mendalam karena pengalaman terdahulu
dengan para pria.
GANGGUAN KEPRIBADIAN HISTRIONIK
Gangguan Kepribadian Histrionik
ditandai dengan tingkah laku yang bersemangat (colorfull), dramatis atau suka
menonjolkan diri dan ekstrovert pada individu yang emosional dan mudah
terstimulasi oleh lingkungan.
Individu dengan gangguan ini selalu
berusaha mencari perhatian dari lingkungan. Mereka cenderung untuk
melebih-lebihkan pikiran atau perasaan mereka dan membuat segala sesuatunya
tampak lebih penting dari yang sesungguhnya.
Tingkah laku merayu (seduktif)
umum terjadi baik pada kaum pria maupun wanita dengan gangguan ini. Mereka pun
kadangkala memiliki fantasi-fantasi seksual dengan mereka akan berhubungan.
Pada kenyataannya, individu dengan gangguan histrionik biasanya memiliki
masalah atau ganggan disfungsi seksual, pada kaum wanita biasanya anorgasmik
(masalah dalam orgasme) dan pada kaum prianya impoten. Mereka melakukan
tingkah laku seduktif lebih karena ingin meyakinkan diri sendiri bahwa mereka
menarik untuk lawan jenisnya.
Individu dengan gangguan ini
cenderung untuk tidak menyadari perasaan-perasaan mereka dan tidak pula
menyadari serta mampu menjelaskan motivasi dari berbagai tindakan yang
dilakukannya karena salah satu mekanisme pertahanan diri yang mereka gunakan
adalah represi. Apabila individu ini dalam kondisi stress, kontak dengan
realitas dapat terganggu.
Gangguan kepribadian histrionik
lebih banyak ditemukan pada perempuan ketimbang laki-laki. Kadangkala gangguan
ini bersamaan dengan gangguan somatisasi dan penggunaan alkohol.
Dengan bertambahnya usia, biasanya
gejala-gejala gangguan kepribadian histrionik ini akan menurun. Individu dengan
gangguan ini biasanya dapat terlibat dengan masalah hukum, penggunaan zat , dan
pelacuran karena mereka selalu memiliki tujuan untuk mencari dan mendapatkan
perhatian dari lingkungan.
Contoh kasus:
Seorang wanita berusia sekitar 20-an tahun dan telah menikah
serta memiliki seorang anak yang masih bayi. Dia dikeluhkan oleh keluarganya
karena seringkali pingsan dan setelah diperiksa ke dokter ternyata tidak di
temuakan gangguan fisik apapun. Ibunya menuturkan bahwa hingga SMP sang anak
masih tidur dengan ayah dan ibunya. Seluruh keinginannya harus dipenuhi,
cenderung ”bandel” namun sangat disayang oleh ayahnya. Sejak kecil, sang anak
memang sering kali terjatuh secara tiba-tiba, namun setelah menikah
gejalanya semakin parah (sang anak menikah karena telah hamil di luar
pernikahan). Berkali-kali sang anak pingsan. Apabila sedikit tersinggung
biasanya akn langsung pingsan dan baru tidak lama kemudian membaik setelah orang-orang
di sekitarnya tampak panik membantu dia.
Tritment yang dapat diberikan yaitu:
a. Psikoterapi. Pasien dengan gangguan
kepribadian histrionik seringkali tidak menyadari perasaan mereka yang
sesungguhnya; dengan demikian penjelasan dalam (inner feeling) mereka adalah
suatu proses yang penting. Psikoterapi berorientasi psikoanalisis, baik dalam
kelompok atau individual, adalah terapi yang terpilih untuk gangguan
kepribadian histrionik.
b. Farmakoterapi. Farmakoterapi dapat
ditambahkan jika gejala adalah menjadi sasarannya, seperti penggunaan
antidepresan untuk depresi dan keluhan somatic, obat antiansietas untuk
kecemasan dan antipsikotik untuk derealisasi dan ilusi.
GANGGUAN KEPRIBADIAN NARSISTIK
Individu dengan gangguan kepribadian
narsisistik memiliki perasaan yang kuat bahwa dirinya adalah orang yang penting
serta individu yang unik. Mereka merasa bahwa dirinya spesial dan berharap
mendapatkan perlakuan yang khusus pula. Oleh karena itu, mereka sangat sulit
atau tidak dapat menerima kritik dari orang lain.
Sikap mereka mengakibatkan hubungan
yang mereka miliki biasanya rentan (mudah pecah) dan mereka dapat membuat orang
lain sangat marah karena penolakan mereka untuk mengikuti aturan yang ada.
Individu dengan gangguan narsisistik
tidak memiliki self-estem yang mantap dan mereka rentan mengalami depresi.
Masalah-masalah yang biasanya muncul karena tingkah laku individu yang
narsisistik misalnya sulit membina hubungan interpersonal, penolakan dari orang
lain, kehilangan sesuatu atau masalah dalam pekerjaan.
Prevalensi mengalami peningkatan
pada populasi dengan orang tua yang selalu menanamkan ide-ide kepada anaknya
bahwa mereka cantik, berbakat, dan spesial secara berlebihan.
Gangguan kepribadian narsisistik
merupakan gangguan yang kronis dan sulit untuk mendapat perawatan. Mereka
biasanya tidak dapat menerima kenyataan bahwa usia mereka bahwa sudah lanjut,
mereka tetap menghargai kecantikan, kekuatan, dan usia muda secara tidak wajar.
Oleh karena itu, mereka lebih sulit melewati krisis pada usia senja ketimbang
individu lain pada umumnya.
Tritment yang dapat diberikan yaitu:
a. Psikoterapi. Mengobati gangguan
kepribadian narsistik sukar, karena pasien harus meninggalkan narsismenya jika
ingin mendapatkan kemajuan. Dokter psikiatrik seperti Otto Kernberg dan Heiz
Kohut menganjurkan pemakaian pendekatan psikoanalitik untuk mendapatkan
perubahan.
b. Farmakoterapi. Lithium (Eskalith)
digunakan pada pasien yang memiliki pergeseran mood sebagai bagian dari
gambaran klinis. Dan karena rentan terhadap depresi, maka antidepresan juga
dapat digunakan.
Contoh kasus:
David berprofesi sebagai pengacara
dan berusia awal 40an. Dia pertama kali datang mengunjungi psikolog untuk
mengatasi mood negatifnya. Sejak awal pertemuan tampak bahwa David sangat menaruh
perhatian pada penampilannya. Dia secara khusus menanyakan pendapat
terapis mengenai baju setelan model terbaru yang dikenakannya dan juga
sepatu barunya. David juga bertanya kepada terapis tentang mobil yang digunakan
dan berapa banyak klien kelas atas yang ditangani terpis tersebut. David sangat
ingin memastikan bahwa dia sedang berhubungan dengan yang terbaik dibidangnya.
David bercerita tentang kesuksesannya dalam bidang akademis dan olahraga, tanpa
mampu memberikan bukti apapun yang memastikan keberhasilannya. Selama
bersekolah di sekolah hukum, dia adalah seorang work-aholic, penuh dengan
fantasi akan keberhasilannya sehingga tidak memiliki waktu untuk istrinya.
Setelah anak mereka lahir, David semakin sedikit menghabiskn waktu bersama
keluarganya. Tidak lama setelah dia memiliki pekerjaan yang mapan, David
menceraikan istrinya karena tidak lagi membutuhkan bantua ekonomi dari sang
istri. Setelah perceraian tersebut, david memutuskan bahwa dia benar-benar
bebas untuk menikmati hidupnya. Dia sangat suka menghabiskan uang untuk dirinya
sendiri, misalnya dengan mengias apartemennya dengan berbagai benda-benda yang
sangat menarik perhatian. Dia juga seringkali berhubungan dengan wanita-wanita
yang sangat menarik. Dalam pergaulannya, David merasa nyaman apabila dirinya
menjadi pusat perhatian semua orang. Dia pun merasa nyaman ketika dia
berfantasi mengenai kepopuleran yang akan diraihnya, mendapatkan suatu
penghargaan, ataupun memiliki kekayaan berlimpah.
Tritment yang dapat diberikan yaitu:
a. Psikoterapi. Mengobati gangguan
kepribadian narsistik sukar, karena pasien harus meninggalkan narsismenya jika
ingin mendapatkan kemajuan. Dokter psikiatrik seperti Otto Kernberg dan Heiz
Kohut menganjurkan pemakaian pendekatan psikoanalitik untuk mendapatkan
perubahan.
b. Farmakoterapi. Lithium (Eskalith)
digunakan pada pasien yang memiliki pergeseran mood sebagai bagian dari
gambaran klinis. Dan karena rentan terhadap depresi, maka antidepresan juga
dapat digunakan.
Terdiri dari
gangguan kepribadian avoidant, dependent, dan obsesif-kompulsif. Individu
dengan gangguan kepribadian semacam ini tampak selalu cemas dan ketakutan.
GANGGUAN KEPRIBADIAN MENGHINDAR
(AVOIDANT)
Kunci
dari individu dengan gangguan kepribadian menghindar adalah sangat sensitif terhadap
penolakan, sehingga akhirnya yang tampak adalah tingkah laku menarik diri.
Individu dengan gangguan ini adalah individu yang memiliki ketakutan yang besar
akan kemungkinan adanya kritik, penolakan atau ketidaksetujuan, sehingga merasa
enggan untuk menjalin hubungan, kecuali ia yakin bahwa ia akan diterima.
Individu
tersebut bahkan terkadang menghindari pekerjaan yang banyak memerlukan kontak
interpersonal. Dalam situasi sosial, ia sangat mengendalikan diri (kaku) karena
sangat amat takut mengatakan sesuatu yang bodoh atau dipermalukan atau
tanda-tanda lain dari kecemasan. Ia merasa yakin bahwa dirinya tidak kompeten
dan inferior, serta tidak berani mengambil risiko atau mencoba hal-hal baru.
Individu
dengan gangguan kepribadian menghindar biasanya tidak memiliki teman dekat.
Secara umum dapat dikatakan bahwa sifat yang dominan pada individu ini adalah
malu-malu. Biasanya individu dengan gangguan kepribadian menghindar biasanya
memiliki sejarah fobia sosial atau malahan menjadi fobia sosial dalam perjalanan
gangguannya.
Berdasarkan
DSM-IV-TR, kriteria dari avoidant personality disorder adalah sebagai berikut:
·
Penghindaran
terhadap kontak interpersonal karena takut kritik dan penolakan.
·
Ketidakmampuan
untuk terlibat dengan orang lain kecuali ia merasa yakin akan disukai atau
diterima.
·
Kekakuan
dalam hubungan yang intim karena takut dipermalukan atau dicemooh.
·
Perhatian
yang berlebihan terhadap kritik atau penolakan.
·
Perasaan
tidak mampu.
·
Perasaan
inferior.
·
Keengganan
yang ekstrem untuk mencoba hal-hal baru karena takut dipermalukan.
Contoh kasus:
Jane
tumbuh dan dibesarkan oleh seoarang ibu yang merupakan pecandu alkohol dan
sering kali melakukan penyiksaan terhadap jane baik secara fisik maupun verbal.
Sejak kecil jane menganggap bahwa perilaku ibunya disebabkan karena dirinya
sangat tidak berharga hingga layak diperlakukan seperti itu. Saat ini jane
telah berusia akhir 20an tahun dan dia tetap berharap bahwa dirinya akan
ditolak oleh orang lain, begitu orang lain menyadari bahwa dirinya tidak
berharga atau buruk. Selain itu jane sangat kritis terhadap dirinya sendiri dan
selalu meramalkan bahwa dirinya tidak akan dapat diterima oleh lingkungan. Dia
selalu berfikir bahwa orang lain tidak akan menyukai dirinya, bahwa orang lain
akan melihat dirinya sebagai pecundang dan dia tidak mungkin dapat melawan
hal-hal itu.apabila seorang penjual koran tidak tersenyum pada jane, maka
secara otomatis jane akan berfikir bahwa itu disebabkan karena dirinya tidak
berharga dan tidak disukai oleh orang lain. Setelah itu dia akan merasa sangat
sedih . bahkan ketika jane mendapatkan respon yang positif dari teman-temannya,
dia tidak pernah memperdulikan hal itu. jane lebih terfokus pada pemikirannya
sendiri. Oleh karena itu dia hanya memiliki sedikit teman dan tidak ada satupun
yang dekat dengan dirinya (sumber: Barlow & Durand,1995).
Tritment yang dapat diberikan untuk
penderita gangguan kepribadian avoidant(menghindar) yaitu :
Psikoterapi. Ahli terapi mendorong pasien untuk ke luar ke
dunia untuk melakukan apa yang dirasakan mereka memiliki resiko tinggi
penghinaan, penolakan dan kegagalan. Tetapi ahli terapi harus berhati-hati saat
memberikan tugas untuk berlatih keterampilan sosial yang baru di luar terapi,
karena kegagalan dapat memperberat harga diri pasien yang telah buruk. Terapi
kelompok dapat membantu pasien mengerti efek kepekaan mereka terhadap penolakan
pada diri mereka sendiri dan orang lain. Melatih ketegasan adalah bentuk terapi
perilaku yang dapat mengajarkan pasien untuk mengekspresikan kebutuhan mereka
secara terbuka dan untuk meningkatkan harga diri mereka.
Farmakoterapi. Beberapa pasien tertolong oleh penghambat
beta, seperti atenolol (Tenormin), untuk mengatasi hiperaktivitas sistem saraf
otonomik, yang cenderung tinggi pada pasien dengan gangguan kepribadian
menghindar, khususnya jika mereka menghadapi situasi yang menakutkan.
GANGGUAN KEPRIBADIAN DEPENDEN
Individu
dengan gangguan kepribadian dependen cenderung meminta orang lain untuk memikul
tanggung jawab terhadap diri mereka, tidak percaya diri, merasa tidak nyaman
apabila harus sendirian (walaupun dalam jangka waktu yang singkat). Mereka
cenderung submisif atau patuh.
Individu
dengan gangguan ini pun tidak mampu membuat suatu keputusan tanpa adanya
nasehat, saran serta dukungan yang sangat banyak dari lingkungannya. Mereka
berusaha menghindar dan tidak bersedia posisi yang sarat dengan tanggung jawab
serta menjadi cemas apabila harus berperan sebagai pemimpin. Mereka lebih memilih
menjadi individu yang submisif yang patuh dan mengikuti orang lain. Pesimisme,
keraguan diri, pasivitas, dan ketakutan untuk mengekspresikan perasaan seksual
dan agresif menandai perilaku gangguan kepribadian dependen
Individu
dengan kepribadian dependen cenderung mengalami kesulitan dalam fungsi
pekerjaan apabila mereka dituntut untuk bekerja secara mandiri dan tidak
disertai adanya pengawasan. Hubungan sosial yang mereka jalin terbatas hanya
pada orang-orang dimana mereka dapat bergantung.
Menurut
teori psikodinamika, gangguan ini timbul karena adanya regresi atau fiksasi
pada masa oral karena orang tua yang sangat melindungi atau orang tua yang
mengabaikan kebutuhan tergantung. Pendekatan kognitif-behavioral mengemukakan
bahwa penyebabnya adalah karena kurang asertif dan kecemasan dalam membuat
keputusan.
Berdasarkan
DSM-IV-TR, kriteria gangguan kepribadian dependen yaitu sebagai berikut:
·
Kesulitan
dalam mengambil keputusan tanpa nasihat dan dukungan yang berlebihan dari orang
lain.
·
Kebutuhan
terhadap orang lain untuk memikul tanggung jawab dalam hidupnya.
·
Kesulitan
dalam mengatakan atau melakukan penolakan terhadap orang lain karena takut
kehilangan dukungan dari orang lain.
·
Kesulitan
dalam melakukan atau mengerjakan sesuatu sendiri karena kurang percaya diri.
·
Melakukan
hal-hal yang tidak menyenangkan baginya sebagai cara untuk memperoleh
penerimaan dan dukungan dari orang lain.
·
Perasaan
tidak berdaya ketika sendiri karena kurang percaya pada kemampuan diri dalam
menyelesaikan sesuatu tanpa bantuan orang lain.
·
Segera
mencari hubungan baru ketika hubungan yang sedang terjalin telah berakhir.
·
Sangat
ketakutan untuk mengurus atau menjaga diri sendiri.
Contoh kasus:
Seorang
laki-laki berusia sekitar 40th dan telah menikah datang dengan keluhan sulit
untuk mengambil keputusan dan merasa tidak nyaman dengan jabatannya di
perusahaan. Saat ini ia menjabat sebagai kepala administrasi. Jabatan
sebelumnya adalah staf administrasi. Sebelumnya dia merasa nyaman karena hanya
bekerja dibelakang meja dan menerima perintah dari atasan. Setelah
dipromosikan, akhirnya dia menjadi seorang pemimpin dan harus mengambil
keputusan. Biasanya dia akan langsung merasakan cemas hingga deg-degan apabila
harus mengambil keputusan. Akhirnya dia menunda keputusan itu, namun kemudian menyerahkan
kepada orang lain untuk mengambil keputusan. Kondisi didalam keluarganya pun
tidak jauh berbeda, seluruh keputusan diserahkan kepada istrinya, bahkan dia
tidak pernah memilih atau membeli baju sendiri.selama bekerja dia selalu
menghindar untuk pergi tugas keluar kota. Alasannya karena tidak ingin jauh
dari istri dan yidak memungkinkan pula bagi istrinya untuk ikut pindah ke luar
kota. Setelah ditelusuri diketahui bahwa ibunya telah meninggal dunia ketika
remaja, padahal iu orang terdekat baginya. Sejak saat itu, ayahnya memegang
peranan menentukan segala hal bagi dia, mulai dari memilih sekolah hingga
pekerjaan. Walupun tidak suka, biasanya dia menuruti instruksi dari ayahnya.
Tritment yang dapat diberikan yaitu:
a.
Psikoterapi. Terapi gangguan kepribadian dependen seringkali berhasil, yaitu
dengan proses kognitif-behavioral, dengan menciptakan kemandirian pada pasien,
melatih ketegasan dan menumbuhkan rasa percaya diri. Terapi perilaku, terapi
keluarga dan terapi kelompok semuanya telah digunakan dengan keberhasilan pada
banyak kasus.
b.
Farmakoterapi. Pasien yang mengalami serangan panik atau memiliki tingkat
kecemasan perpisahan yang tinggi mungkin tertolong oleh imipramine (Tofranil).
Benzodiazepine dan obat serotonergik dapat berguna.
GANGGUAN KEPRIBADIAN OBSESIF
KOMPULSIF
Obsessive-compulsive
personality disorder, yaitu gangguan pada individu yang mempunyai gaya hidup
yang perfeksionis.Gangguan ini ditandai dengan tingkah laku yang keras kepala,
kebimbangan, sangat teratur, dan cenderung mengulang-ulang sesuatu hal. Kunci
utama dari gangguan ini adalah kecenderungan perfeksionis dan tidak fleksibel
yang sudah menetap pada diri individu. Sebagai contoh: individu dengan gangguan
ini terus menerus mengecek seluruh kunci pintu di rumah karena mereka merasa
takut pada pencuri, mencuci tangan terus-menerus kadangkala hingga kulit tangan
menjadi luka.
Individu
dengan obsessive-compulsive personality bersifat perfeksionis, sangat
memperhatikan detail, aturan, jadwal, dan sebagainya. Individu yang mengalami
gangguan obsesif-kompulsif sangat memperhatikan detail sehingga kadang ia tidak
dapat menyelesaikan hal yang dikerjakannya. Ia lebih berorientasi pada
pekerjaan daripada bersantai-santai dan sangat sulit mengambil keputusan karena
takut membuat kesalahan. Selain itu, ia juga sangat sulit mengalokasikan waktu
karena terlalu memfokuskan diri pada hal-hal yang tidak seharusnya. Biasanya ia
memiliki hubungan interpersonal yang kurang baik karena keras kepala dan meminta
segala sesuatu dilakukan sesuai dengan keinginannya. Istilah yang umum
digunakan sebagai julukan bagi individu seperti itu adalah “control freak”.
Individu dengan gangguan kepribadian ini pada umumnya bersifat serius, kaku,
formal dan tidak fleksibel, terutama berkaitan dengan isu-isu moral. Ia tidak
mampu membuang objek yang tidak berguna, walaupun objek tersebut tidak
bernilai. Di samping itu, ia juga pelit atau kikir.
Berdasarkan
DSM-IV-TR, kriteria dependent personality disorder yaitu sebagai berikut:
·
Sangat
perhatian terhadap aturan dan detail secara berlebihan sehingga poin penting
dari aktivitas hilang.
·
Perfeksionisme
yang ekstrem pada tingkat di mana pekerjaan jarang terselesaikan.
·
Ketaatan
yang berlebihan terhadap pekerjaan sehingga mengesampingkan waktu senggang dan
persahabatan.
·
Kekakuan
dalam hal moral.
·
Kesulitan
dalam membuang barang-barang yang tidak berguna.
·
Tidak
ingin mendelegasikan pekerjaan kecuali orang lain megacu pada satu standar yang
sama dengannya.
·
Kikir
atau pelit.
·
Kaku
dan keras kepala.
Contoh kasus:
Setiap
hari tepat pada pukul 8 pagi, danil tiba di universitas dimana dia menjadi
mahasiswa di fakultas psikologi. Dalam perjalanan menuju universitas dia selalu
berhenti di toko seven eleven untuk membeli kopi dan surst kabar (setiap hari
kopi dan surat kabar yang sama). Dari pukul 8 hingga 9.15, danil akan merapikan
file-file yang terdiri dari ratusan kertas yang berhubungan dengan S3-nya, yang
sudah melewati batas waktu pengerjaan. Pada pukul 10.00 pagi hingga waktu makan
siang, dia akan membaca sebuah paper atau jurnal serta menggarisbawahi hal-hal
yang berhubungan dengan disertasinya. Siang hari, pukul 12.00 siang, dia akan
membawa katung makanannya yang selalu berisi roti sandwich dengan selai kacang
dan sebuah apel, lalu pergi kesebuah kafe untuk membeli soda dan duduk seoarng
diri memakan siangnya.dari pukul 13.00-17.00 dia akan mengikuti beberapa
pertemuan,merapikan mejanya,membuat daftar tentang apa yang harus dikerjakannya
dan memasukkan beberapa data kedalam komputernya. Setelah dia tiba dirumah, dia
akan makan malam bersama istrinya, lalu berurusan lagi dengan disertasinya.
Danil selalu rutin “mengerjakan” disertasinya hingga pukul 23.00, walaupun
sebagian besar dari waktu tersebut digunakannya untuk koneksi internet yang
tidak berkaitan dengan disertasinya. Danil sama sekali tidak menunjukkan
tanda-tanda bahwa dia akan menyelesaikan disertasinya sejak 4,5 tahun yang
lalu. Istrinya pun sudah mengancam akan meninggalkan danil karena tidak tahan
lagi dengan tingkah lakunya. Danil kemudian mendatangi terapist dengan keluhan
cemas akan hubungan dengan istrinya, namun dia kemudian didiagnosa memiliki
gangguan kepribadian obsesif-kompulsif (sumber Barlow & Durand, 1995)
Tritment yang dapat diberikan yaitu:
a. Psikoterapi. Tidak seperti
gangguan kepribadian lainnya, pasien gangguan kepribadian obsesif-kompulsif
seringkali tahu bahwa mereka sakit dan mencari pengobatan atas kemauan sendiri.
Asosiasi bebas dan terapi yang tidak terlalu mengarahkan sangat dihargai oleh
pasien gangguan ini. Terapi kelompok dan terapi perilaku biasanya memberikan
manfaat tertentu. Pada kedua konteks, mudah untuk memutuskan pasien
ditengah-tengah interaksi atau penjelasan maladaptif mereka. Melengkapi
perilaku kebiasaan mereka mencegah meningkatkan kecemasan pasien dan
menyebabkan mereka mudah mempelajari strategi baru.
b. Farmakoterapi. Clonazepam
(Klonopin) adalah suatu benzodiazepine dengan antikonvulsan, pemakaian obat ini
untuk menurunkan gejala pada pasien dengan gangguan kepribadian obsesif-kompulsif
parah. Clomipramine (Anafranil) dan obat serotonergik tertentu seperti
fluoxetine mungkin berguna jika tanda dan gejala obsesif-kompulsif timbul.
BEBERAPA SUDUT PANDANG TEORITIS DALAM MEMBAHAS GANGGUAN KEPRIBADIAN
Berikut
ini akan dijelaskan 5buah sudut pandang teoritis untuk membahas penyebab
gangguan kepribadian yang telah diuraikan diatas:
a.
Sudut pandang psikodinamik
Sudut
pandang psikodinamik berusaha mencari asal muasalnya gangguan kepribadian dari
masa anak-anak. Adanya abuse atau penyiksaan dari orang tua pada masa anak-anak
membuat pasien (individu dengan gangguan kepribadian) memandang seluruh
lingkungannya sebagai mengancam dan jahat. Gangguan narsistik terbentuk sebagai
mekanisme pertahanan diri dari individu dengan self esteem yang rendah dan
dianggap sebagai akibat dari kegagalan orang tua untuk merespon anaknya dengan
penghargaan, kehangatan, kasih sayang dan empati.
Pendekatan
psikodinamika sering digunakan untuk menolong orang yang didiagnosis dengan
gangguan kepribadian agar menjadi lebih sadar akan akar dari pola perilaku
self-defeating mereka dan belajar cara yang lebih adaptif dalam berhubungan
dengan orang lain. Kemajuan dalam terapi dapat terhambat oleh kesulitan dalam
bekerja secara terapeutik dengan orang yang menderita gangguan kepribadian.
Berdasarkan
sudut pandang ini, penanganan bagi individu dengan gangguan kepribadian adalah
dengan menemukan asal mula penyebab masalah, serta memberikan dukungan dan
bimbingan yang diperlukan individu untuk keluar dari masalahnya.
b. Sudut pandang biologis
Sudut
pandang ini melihat bahwa terjadinya gangguan kepribadian lebih karena faktor
genetik, diturunkan dari
orang
tuanya. Asumsi ini paling jelas ditunjukkan individu-individu yang mengalami
gangguan kepribadian skizotipal. Selain itu ditemukan pula bahwa sistem saraf
yang pada individu dengan gangguan kepribadian anti sosial berbeda dengan
individu yang tidak memiliki gangguan tersebut.
Terapi
obat tidak secara langsung menangani gangguan kepribadian. Meski demikian obat
anti depresif atau anti kecemasan kadang digunakan untuk menangani stress
emosional yang dialami oleh individu penderita gangguan kepribadian. Obat tidak
mengubah pola persisten dari perilaku maladaptif yang dapat menyebabkan
distress. Meski demikian, sebuah penelitian mengidentifikasikan bahwa
antidepresi Prozac dapat mengurangi perilaku agresifdan iritabilitas dalam diri
individu dengan gangguan kepribadian yang impulsif dan agresif.
Oleh
karena itu, salah satu penanganan yang dilakukan adalah dengan memberikan
obat-obatan, misalnya prozac untuk individu dengan tingkah laku yang impulsif.
c.
Sudut pandang sistem keluarga (family system)
Sudut
pandang sistem keluarga memfokuskan diri pada pola asuh orang tua yang tidak
adekuat dan dapat menimbulkan stress pada anak-anak. Hal itu dapat membuat
individu rentan terkena gangguan kepribadian. Sebagai contoh, orang tua yang
menyiksa anaknya, menolak atau menelantarkan anak mereka, serta pola asuh yang
inkonsisten dan tidak adekuat meningkatkan resiko terjadinya gangguan
kepribadian antisosial setelah anak tersebut dewasa.
Terapis
perilaku ini memandang tugas mereka adalah untuk mengubah perilaku klien dan
bukan struktur kepribadian mereka.banyak teoritikus behavioral yang sama sekali
tidak berpikir kerangka “kepribadian” klien, namun dalam perilaku maladaptif
yang dipertahankan oleh kemungkinan adanya reinforcement. Maka dari itu,
terapis perilaku berfokus pada usaha untuk merubah perilaku maladaptif menjadi
perilaku adaptif melalui penggunaan teknik pemusnaha, modeling, dan
reinforcement. Jika klien diajarkan perilaku yang cenderung dikuatkan orang
lain, maka perilaku baru tersebut akan dipertahankan
Oleh
karena itu, penangan yang disarankan dari sudut pandang ini adalah dengan
melakukan terapi keluarga dan melakukan berbagai pendidikan dan dukungan orang
tua, misalnya dalm hal mengasuh dan mendidik anak.
d.
Sudut pandang behavioral
Sudut
pandang ini memberikan contoh suatu penelitian yang dilakukan pada individu
dengan gangguan kepribadian antisosial. Penelitian tersebut menuturkan bahwa
individu dengan gangguan kepribadian tersebut tidak berhasil mempelajari pola
bahwa mereka sebaiknya menghindari stimulus yang tidak menyenangkan. Alasannya
karena mereka tidak memiliki kecemasan yang tidak memadai dan tidak terlalu
memberikan perhatian dan pemberian hukuman. Hal yang terganggu adalah kemampuan
individu untuk mempelajari sesuatu.
penanganan
gangguan kepribadian yang dianjurkan adalah dengan mengidentifikasi dan
memperbaiki keterampilan ataupun kemampuan individu yang tidak memadai ataupun
lemah.
e.
Sudut pandang kognitif
Sudut
pandang kognitif menuturkan bahwa terjadi gangguan kepribadian karena individu
memiliki keyakinan (belief) yang maladaptif mengenai dirinya sendiri, orang
lain, maupun lingkungan disekitarnya. Misalnya keyakinan bahwa dirinya adalah
seorang yang spesial dan orang lain tidak, apabila terus menerus ditekankan
maka individu tersebut memiliki kecenderungan kearah gangguan kepribadian
narsistik. Oleh karena itu , penanganan yang biasa dilakukan adalah dengan
membina hubungan pasien terapis yang erat dan sehat sehingga terapis secara
bertahap mampu merubah dan memperbaiki keyakinan yang salah pada klien.
Dalam DSM-IV, gangguan kepribadian dibagi menjadi tiga kelompok dan
masing-masing kelompok terdapat beberapa gangguan kepribadian dengan
karakteristik yang khas dan berbeda-beda satu sama lain. Hampir semua gangguan
kepribadian dapat disembuhkan baik melalui psikoterapi (terapi kejiwaan) maupun
farmakoterapi (terapi obat-obatan), dengan teknik penyembuhan yang berbeda-beda
untuk masing-masing gangguan kepribadian.
Contoh Kasus 1, OCD
Bernice berusia 46
tahun saat mulai menjalani terapi. Ini keempat kalinya ia menjalani terapi.
Gangguan obsesif-kompulsif dideritanya sejak 12 tahun lalu, tidak lama setelah
kematian ayahnya.
Bernice terobsesi
ketakutan mengalami kontaminasi, suatu ketakutan yang secara tidak jelas
dikaitkan dengan kematian ayahnya karena pneumonia. Ia tidak nyaman bersentuhan
dengan kayu “objek yang bergores”, surat, benda yang dikemas kaleng, dan “noda
perak” (peralatan yang berwarna perak). Ia tidak dapat menyatakan mengapa
objek-objek tersebut merupakan sumber kemungkinan kontaminasi dengan kuman.
Untuk mengurangi rasa
tidak nyaman, Bernice melakukan berbagai ritual kompulsif yang menghabiskan
hampir seluruh waktunya. Seperti mandi selama 3-4 jam dan waktu mandi ia
mengelupas lapisan luar sabun mandi sehingga sepenuhnya bebas dari kuman. Waktu
makan berlangsung berjam-jam, ia makan tiga suap makanan pada satu waktu,
mengunyah setiap suapan 300 kali. Ini dilakukan untuk menghilangkan kontaminasi
pada makanannya. Suaminya kadangkala terlibat dalam upacara makan tersebut, ia
mengocok teko teh dan sayuran beku di atas kepala Bernice untuk menghilangkan
kuman. Hal ini telah merendahkan nilai kehidupannya hingga hampir tidak
melakukan apapun selain itu. Ia tidak keluar rumah, mengerjakan pekerjaan rumah
tangga, atau bahkan berbicara melalui telepon.
Contoh Kasus 2, OCD
Alexis berusia 24
tahun, mengikuti terapi karena mencuci tangan secara kompulsif yang mengancam
akan menghancurkan hidupnya. Dia baru saja diterima di sekolah hukum, tapi Ia
takut tidak mampu duduk diam di kelas atau belajar dengan baik karena dorongan
untuk mencuci tangan yang muncul setiap kali Ia berpikir telah menyentuh
sesuatu yang kotor. Setiap hari tampaknya ada begitu banyak benda kotor
yang disentuhnya, dan yang paling kotor biasanya berhubungan dengan toilet. Dia
berdalih hal ini karena hal yang berhubungan dengan toilet dipenuhi oleh
mikroba yang menurutnya tergolong paling najis.
Alexis tahu bahwa
memang tidak ada alasan atau sebab untuk paksaan (dorongannya) tersebut. Dia
cuci tangan untuk membersihkan dirinya dari sesuatu yang telah tercemar.
Penyebab OCD yang dialami Alexis ini diduga karena trauma basal. Tindakan
mencuci tangan yang dilakukannya berfungsi sebagai solusi palsu untuk
membersihkan apa yang seharusnya harus dibersihkan, tetapi mungkin dalam hal
ini bukan tangannya.
Langkah pertama
adalah menemukan trauma yang menyebabkan gangguan OCD ini. Akhirnya
ditemukanlah bahwa kakeknya pernah melakukan penyiksaan seksual ketika dia
berusia enam tahun dengan cara menembus dan membuat Alexis mencium bau anusnya.
Contoh Kasus 3, OCD
Lauren Walsh, wanita
berusia 21 tahun menderita Obsessive Compulsive Disorder (OCD). OCD menyerang
mental dengan ciri-ciri selalu berpikir berulang-ulang dan melakukan aktivitas
yang juga dilakukan berulang-ulang. Kelainan ini membuat Lauren merasa menjadi
orang yang tidak normal.
Misalnya, dia selalu
menghabiskan banyak waktu untuk mencuci tangan berjam-jam. Jika
dihitung-hitung, ia bisa menghabiskan 10 jam sehari di kamar mandi, seperti
dikutip dari DailyMirror. Lauren juga selalu merasa takut karena dia berpikir
setiap inchi tubuhnya dihinggapi bakteri, sehingga dia harus mandi lagi dalam
waktu lama untuk membersihkannya.
“Ini sampai ke titik
saat saya harus mandi lima kali sehari, masing-masing berlangsung dua jam,”
ujar Lauren.
“Rasanya, ada begitu
banyak hal, yang harus saya lakukan. Setiap menit dari bagian tubuh saya harus
dikontrol.” Penderitaan ini dialami Lauren sejak didiagnosis mengalami gangguan
OCD di usia 12 tahun. OCD yang diderita Lauren seperti menyebabkan suara di
kepalanya, yang dia sebut ‘iblis di bahu’. Kondisi ini seolah meyakinkan dia
selalu dalam keadaan kotor.
Lauren tahu itu tidak
rasional, tapi dia tidak berdaya mengendalikan dirinya. Lauren memaparkan
bagaimana OCD mengendalikan hidupnya selama bertahun-tahun. Waktu itu, ibunya
Linda merasa heran, dengan kebiasaan Lauren.
Lauren terus menerus
mencuci tangan. Tidak hanya di rumah, bahkan juga di sekolah. Penderitaan
Lauren membuat dia sulit bersosialisasi dengan teman-teman sekolah. Banyak
teman-teman sekolah yang kemudian menjuluki Lauren sebagai orang aneh dan
stres.
Di usia 10 tahun,
Lauren pernah menangis tak terkendali karena dia merasa ada sesuatu yang salah
dengan dirinya. Tapi, waktu itu tidak tau kenapa dia merasa bersalah. Barulah
ketika berusia 12 tahun, penderitaan Lauren dikenali penyebabnya. Dia
didiagnosis OCD. Saat memasuki remaja, OCD menjadi semakin melumpuhkan mental
Lauren. Kamar tidurnya penuh dengan catatan karena Lauren merasa terdorong
untuk terus menulis.
“Aku punya catatan
untuk diingat kembali ketika saya berumur 12 tahun. Orang beranggapan OCD
adalah tentang mencuci tangan sedikit lebih lama dari biasanya dan kemudian
Anda melanjutkan aktivitas seperti orang lain. Tapi, ternyata tidak.” Lauren
melanjutkan, “Keluar dari tempat tidur memakan waktu 20 menit setiap pagi
karena saya harus berbalik sampai saya berada di sudut kanan. Jika tidak merasa
benar, saya ulangi sampai hal itu benar.” Setelah itu, dia akan memastikan
tempat tidur selalu dalam keadaan sempurna tanpa ada kain yang kusut. Dia harus
mencuci sarung bantal setiap hari dan seprai setidaknya tiga kali seminggu.
“Di kamar mandi aku
menggunakan sabun yang berbeda dan lotion untuk bagian tubuh yang berbeda,
dimulai di bagian atas dan bekerja dengan cara ke bawah. Dibutuhkan waktu dua
jam setiap kali mandi,” kata Lauren. Untuk menggunakan toilet, dia harus
menyekanya dulu kemudian duduk dengan cara yang benar. Lalu, dia akan selalu
merobek lembar pertama kertas toilet karena takut telah tersentuh orang lain.
Kemudian dia akan merobek tisu sebanyak 12 lembar untuk selanjutnya dilipat
dengan cara tertentu sebelum dipakai. Untuk sekadar bangun dari toilet pun, dia
masih harus memutar sampai benar-benar merasa nyaman.
“Saya harus berjalan
lurus sempurna dan setiap langkah harus merasa benar di kaki. Jika tidak, saya
harus mulai dari awal lagi. Jadi, saya akan berada di sana selama berjam-jam.”
Kondisi Lauren, mirip seperti yang dialami Sam Hancox, yang akhirnya meninggal
akibat kasus serupa. Sam mengalami dehidrasi dan infeksi kulit karena penyakit
OCD selama 30 tahun. Penyakit ini membuat Sam selalu mandi sampai 20 jam setiap
hari karena, dia takut kuman.
“Kasus itu membuat
saya marah, karena bisa saja terjadi pada saya,” ujar Lauren yang sangat takut
riwayat hidupnya akan berakhir tragis sama seperti Sam.
Contoh Kasus 4, OCD
Contoh Kasus 4, OCD
Samantha Hancox, 40
tahun, warga negara Inggris, meninggal karena ketakutan berlebihan terhadap
bakteri. Selama 18 tahun terakhir, ia hanya sekali meninggalkan rumahnya karena
takut terpapar bakteri. Dalam sehari, Hancox menghabiskan 20 jam untuk mandi
dan membersihkan tubuhnya dari bakteri. Puncak ketakutannya terjadi saat ia
takut bakteri akan menyebar melalui makanan dan minumannya. Akhirnya ia
meninggal karena dehidrasi dan infeksi kulit (akibat terlalu sering menggosok
tubuh). Rasa takut bisa berbahaya bila berlebihan.
Contoh
Kasus 5, Skizoprenia
Joe adalah siswa yang baik di sepanjang masa
SMA-nya. Ia anggota tim futbol, mempertahankan ranking yang bagus dan
mendapatkan pujian pada tiap semesternya.
Ia ramah dan populer. Menjelang akhir
semester pertama di maktab (college)-nya, semuanya mulai berubah. Joe tak lagi
makan bersama dengan kawan-kawan, pada kenyataannya ia mulai berkurung diri di
dalam kamar. Ia mulai mengabaikan kesehatan pribadi dan berhenti menghadiri
kuliah. Joe mengalami kesulitan untuk berkonsentrasi dan harus membaca kalimat
yang sama secara berulang-ulang. Ia mulai percaya bahwa kata-kata dalam naskah
buku memiliki makna yang khusus baginya dan dengan sesuatu cara memberitahukan
sebuah pesan untuk menjalankan sebuah misi rahasia. Joe mulai menyangka bahwa
kawan sekamarnya bersekongkol dengan telepon dan komputernya untuk mengawasi
kegiatannya. Joe menjadi takut jika kawan sekamarnya tahu akan pesan dalam
naskah buku dan kini mencoba untuk menipunya. Joe mulai percaya teman
sekamarnya dapat membaca pikirannya, pada kenyataannya siapapun yang ia lewati
di aula atau di jalanan dapat mengatakan apapun yang ia pikirkan. Saat Joe
sedang sendirian di kamar, ia dapat mendengar bisikan mereka yang ia percayai
sedang mengawasinya. Ia tak dapat memastikan apa yang mereka katakan tapi ia
yakin bahwa mereka membicarakannya.
Contoh
Kasus 6, Skizoprenia
Roger adalah pria berusia 36 tahun yang
memiliki riwayat panjang mendengar suara-suara yang menyuruhnya untuk melukai
diri sendiri dan orang lain. Ia telah menuruti suara-suara itu di masa yang
lalu dan akibatnya ia harus menjalani pemenjaraan karena telah mengancam
seseorang dengan sebilah pisau. Ia juga takut dilukai oleh musuh-musuhnya dan
hal itu mengakibatkannya tidak tidur dengan tujuan untuk melindungi dirinya
sendiri. Roger secara aktif menggunakan alkohol, ganja dan kokain untuk
mengatasi gejala-gejalanya. Roger telah lama berhenti minum obat dari dokternya
karena pengalamannya akan ketidaknyamanan efek sampingnya. Ia melaporkan bahwa
ia merasa letih dan tidak dapat berhenti melangkah. Ia pada mulanya mengalami
pemulihan saat pertama kali menggunakan narkoba dan alkohol. Tapi segera
setelah itu ia menemukan bahwa semakin banyak ia menggunakan narkoba dan
alkohol semakin paranoid dan menjadi semakin waspada ia jadinya dan
gejala-gejalanya kembali menjadi parah. Kekhawatiran Roger akan melukai orang
lain dan ketakutan akan dilukai telah mengakibatkan dirinya memiliki rencana
untuk bunuh diri. Ia tak mampu untuk mengetahui kaitan antara obat dari
dokternya dan narkoba dengan pengendalian gejala dan pemburukan penyakitnya.
Roger juga harus berjuang melawan diabetes dan ketidakmapanan gula darah karena
kurang gizi dan penggunaan alkohol.
Contoh Kasus 7, Skizoprenia
Edward menghabiskan waktunya sendirian di
tempat tidur, jika ia bisa. Sebelum ia sakit, ia menikmati waktunya bersama
keluarganya atau bekerja. Kadangkala ia berpikir masalah pekerjaan, dan
kadang-kadang ia membuat rencana, namun ia nampaknya tak pernah mencapai tahap
wawancara atau kontrak kerja. Saat ia mengunjungi orang tuanya mereka mencoba
membujuknya untuk berbicara tentang masalah keluarga atau politik. Edward tak
banyak berkata-kata. Walaupun ia menolak dikatakan depresi, dan ia
mengungkapkan harapannya akan masa depan, ia hampir-hampir tak pernah tersenyum
dan benci untuk membereskan piring sisa makan atau membereskan tempat tidurnya.
Psikiater telah menanyainya tentang suara-suara, akan tetapi Edward bersikukuh
bahwa ia tak pernah mendengarnya. Saat ia dirawat di rumah sakit untuk pertama
kalinya, ia ingat, ia kesulitan untuk mempertahankan jalan pikirannya, dan ia
tahu ia bertingkah aneh karena polisi menangkapnya saat ia keluyuran di jalanan
ketika mengenakan pakaian menyelam. Tapi Edward tak dapat mengingat kenapa dan
nampaknya hal itu bukan lagi merupakan masalah baginya.
Seperti yang telah digambarkan dalam contoh
kasus di atas, skizofrenia adalah penyakit mental yang memiliki rentang yang
luas. Bahkan beberapa ahli meragukan bahwa penyakit ini adalah gangguan yang
tunggal. Fakta bahwa hanya ada satu kata untuk merujuk ke sesuatu penyakit
tidaklah berarti bahwa penyakit itu satu (Nancy C. Andreasen. Schizophrenia:
from Mind to Molecule. 1994).
Contoh Kasus 8 ,
Gangguan kepribadian Skizoid
John seorang pensiunan berusia
50tahun, mencari penanganan selama beberapa minggu setelah anjingnya tertabrak
dan mati. John merasa sedih dan lelah. Ia menjadi sulit berkonssentrasi dan
sulit tidur. Ia tinggal sendiri dan lebih senang sendirian, membatasi kontak
dengan orang lain dan hanya mengatakan “halo” dan “apa kabar?” sambil terus
berlalu. Ia merasa percakapan social hanya membuang-buang waktu dan merasa
canggung bila ada prang lain yang mencoba membina persahabatan dengannya. Meski
ia hobi membaca surat kabar dan tetap mengikuti perkembangan dari peristiwa
terkini, ia tidak memiliki minat yang nyata terhadap manusia. Ia bekerja
sebagai penjaga keamanan dan digambarkan rekan kerjanya sebagai “penyendiri”
dan “ikan yang dingin”. Satu-satunya hubungan yang ia miliki adalah dengan
anjingnya, kerena ia merasa dapat berbagi perasaan yang lebih sensitif dan
lebih hangat daripada ia berbagi dengan orang lain. Saat natal ia akan bertukar
kado dengan anjingnya, membeli hadiah untuk anjingnya dan membungkus sebotol
scoth untuk dirinya sendiri sebagai hadiah dari binatang tersebut. Satu-satunya
peristiwa yang membuatnya sedih adalah saat ia kehilangan anjingnya.
Sebaliknya, kehilangan orang tua nya tidak mampu membangkitkan suatu respon
emosional. Ia merasa dirinya berbeda dari orang lain dan bingung dengan adanya
emosionalitas yang ia lihat pada orang lain.
Contoh Kasus 9, GID
Sybil
adalah seorang gadis (berusia 37 tahun-an) yang mengalami perpecahan
kepribadian sejak kecil. Setelah seringkali mengalami black out / benar2 lupa
atas kejadian yang telah dialami, Sybil pun berobat ke psikiater, Dr Wilbur.
Dari sanalah diketahui bahwa didalam tubuh Sybil terdapat 16 “orang” yang lain
yang sering “mengambil alih” tubuh Sybil sehingga Sybil mengalami black out.
Mereka adalah: Clara, Helen, Marcia, Marjorie, Mary, Mike (laki-laki), Nancy
Lou Ann Baldwin, Peggy Ann Baldwin, Peggy Lou Baldwin, Ruthie, Sid (laki-laki),
Sybil Ann, Sybil Isabel Dorsett, Vanessa Gaile, Victoria Antoniette Shcarleu
(Vicky) dan pribadi terakhir yang tak diketahui namanya.
Semua pribadi yang sama sekali tidak
diketahui sybil, seolah-olah merupakan orang lain yang memakai raga sybil dan
mereka ‘mengenal’ sybil dengan baik. Personal-personal itu juga memiliki usia
yang berbeda-beda, hobi berbeda, Bahkan tingkat keyakinan terhadap agama yang
berbeda. Pada saat diskusi dengan Dr. Wilbur, personal-personal itu sering
muncul dan menyebabkan sybil bertanya kepada dokter, “apa yang telah saya
lakukan?”. Personal-personal itu, dalam dialog dengan Dr Wilbur juga sering
merasa kasihan kepada Sybil , yang tidak bisa marah, ceria dan bahkan menangis
saat ia seharusnya melakukan sehingga mereka sesekali merasa perlu muncul ke
permukaan menggantikan peran Sybil. Masing-masing personal itu benar-benar
“menggantikan” peran sybil, sampai kepada hafalan perkalian, kemampuan
menyanyi,seni menggambar dlsb sehingga membuat orang2 disekitarnya merasa heran
kenapa Sybil yang kemarin begitu hafal perkalian, ceria, tenang dan cerdas dan
tanpa sebab mendadak melupakan semuanya dan menjadi seorang pemurung atau
seseorang yang pemarah atau bahkan kekanak-kanakan .
Setelah Sybil ,yang
kehadirannya diwakili oleh personal yang lain, menjalani psikoanalisa oleh Dr
Wilbur, ditemukanlah trigger-trigger mengapa kepribadiannya pecah. Sybil
mendapat siksaan yang luar biasa dari sang ibu , yang mengidap schizoprenia,
sejak kecil tanpa pencegahan dari sang ayah sedikitpun. Hal itu, secara tidak
langsung membuat sybil tidak mampu mengungkapkan kemarahan, kesedihan dan
emosinya. Selain itu, nilai2 yang dianut secara ketat oleh orangtua sybil,
namun kadang dinafikkan secara vulgar dihadapan sybil juga menjadi salah satu
pemicu munculnya personal-personal lain dalam dirinya, personal-personal yang
tidak terima akan penerimaan sybil terhadap lingkungan yang menekan dan
mengabaikan dirinya.
Akhirnya setelah 11
tahun melakukan psikoanalisa, Dr. Wilbur berusaha menyamakan usia seluruh
personal melalui hipnotis dan berusaha meyakinkan sybil untuk memenuhi
keinginan-keinginan masing2 personal. Seperti kenyataan bahwa sybil sangat
membenci ibunya yang telah menyiksanya, yang dinafikkan oleh Sybil karena norma
mengatakan bahwa seorang anak tidak boleh membenci ibunya. Dan Sybil yang
sebelumnya tidak bisa marah, tidak bisa menangis pun akhirnya bisa
mengungkapkan emosi-emosinya. Hal ini pun berhasil membuat personal-personal
lain untuk menerima kondisi sybil, seperti Vicky yang sebelumnya selalu
berharap ibunya akan datang menjemputnya dari Paris, akhirnya mengakui bahwa
Hattie Dorsett / Ibu Sybil adalah ibunya juga. Perlahan-lahan, trauma-trauma
lain dibuka dan pada akhirnya Sybil pun berhasil mengungkapkan emosinya dan
berhasil menolak penekanan-penekanan terhadap dirinya. Dan seiring waktu
berlalu, semakin banyak personal yang menyatukan diri sebagai Sybil sehingga
Sybil pun menjadi Sybil yang satu.
Contoh kasus 10, Phobia
Kecoa
Anak saya Kinanty, 9 tahun, sangat takut dengan kecoa,
kalau Ia sedang ke dapur dan melihat kecoa ia langsung ngibrit lari dan
memanggil mbaaaaaahhhh…ada kecoaaaaaa. Begitupun bila Ia mendapati kecoa di
kamar mandi Ia langsung lari. Pengalaman itu membuat Ia takut bila ingin
mengambil piring ke dapur atau ke kamar mandi.
Saya coba lakukan tapping pada anak saya terhadap rasa
takut pada kecoa. Saya memintanya untuk mengikuti setup word yang saya ucapkan
dan memintanya membayangkan kecoa ketika saya tapping. Satu putaran tidak
membuat hilang takutnya pada kecoa. Saya ketahui ini ketika saya memintanya
untuk membayangkan kecoa dan Ia mengatakan masih takut. Lalu saya coba gali
lebih spesifik dengan menanyakan pengalaman dengan kecoa yang pernah Ia alami.
Anak saya mengatakan takut bila melihat kecoa terbang. Lalu saya lakukan
tapping dengan aspek tersebut. Setelah itu saya meminta Ia membayangkan kembali
kecoa yang terbang tapi ia mengatakan masih takut. Saya tanyakan kembali hal
apa yang diingat ketika ia takut melihat kecoa, Anak saya mengatakan ia takut
dengan sayap kecoa ketika terbang. Lalu saya tapping dengan aspek tersebut.
Setelah tapping dengan versi sortcut saya meminta anak saya membanyangkan
kembali. Tapi ia masih merasa takut. Kemudian saya mencoba gali kembali
pengalaman yang lalu. Kali ini anak saya mengatakan dulu sewaktu ia mencuci
piring pernah dihinggapi oleh kecoa. Lalu saya kembali melakukan tapping dengan
aspek ini. Setelah saya meminta membayangkan peristiwa itu kembali ia
mengatakan kini ia tidak takut lagi pada kecoa. Saya mendapati bukti bahwa anak
saya sudah hilang takut pada kecoanya dari laporan ibu saya yang mengatakan
bahwa anak saya sudah tidak lari ataupun bereakti ketika ada kecoa di dapur dan
kamar mandi.
Contoh kasus 11, Takut pada
kegelapan
Seorang pasien
menghubungi saya untuk meminta diterapi. Ia mengatakan mengalami rasa takut
bila ingin ke kamar mandi. Saya katakan padanya bahwa ia mengalami fear of
darkness atau rasa takut di tempat gelap. Ia mengatakan bahwa ia merasa
seolah-olah akan diserang oleh seseorang di rumahnya sendiri, terutama ketika
ia ingin pergi ke kamar mandi. Ia tidak dapat tidur dan merasa kawatir bila
tidur dengan kondisi lampu mati. Dan bila ia ingin ke kamar mandi semua lampu
di rumah harus menyala. Atau kalau tidak ia akan memilih untuk tetap di kamar
tidurnya dan menjalani malamnya dengan penderitaan. Saya hanya melakukan satu
kali sesi dengan empat putaran untuk masalah fear of darknessnya. Saya lakukan
tapping pada bebeapa masalah emosional yang menjadi penyebabnya. secara
keseluruhan sesi terapi hanya memakan waktu kurang dari satu jam dan kini
pasien berani pergi ke kamar mandi kapanpun ia mau tanpa harus menyalakan semua
lampu di rumah. Berhati-hatilan dengan segala informasi yang masuk kepada anda,
mungkin itu bisa berbentuk iklan atau berita kekerasan di TV, cerita dari
seseorang, dll. Karena bila sistim keyakinan anda memecayainya, anda akan
mengalami keadaan seperti yang anda takutkan. Hal itu akan membuat anda
menderita. Dan akan diperparah lagi bila anda mencoba mengatasi masalah anda
dengan obat penenang. Selain anda akan tergantung dengan obat itu, pemakaian
jangka panjang akan mengganggu daya ingat anda.
Individu dengan gangguan kepribadian paranoid biasanya
ditandai dengan adanya kecurigaan dan ketidakpercayaan yang sangat kuat kepada
orang-orang di lingkungan sekitarnya. Mereka seringkali
sangat sensitive, mudah marah, dan menunjukkan sikap bermusuhan. Salah
satu faktor penting dalam gangguan kepribadian paranoid adalah adanya
kecenderungan yang tidak beralasan (gangguan ini biasanya dimulai sejak masa
dewasa awal dan tampak pada berbagai situasi dan kondisi) untuk menganggap
perilaku orang lain sebagai merendahkan dan mengancam diri mereka.
Individu dengan gangguan ini tidak mampu terlibat secara emosional dan menjaga
jarak dengan orang lain. Dalam situasi sosial, individu dengan gangguan ini
tampak efisien, praktis, dan cekatan, namun mereka seringkali menjadi pemicu
dari timbulnya masalah konflik dengan lingkungan.
Individu dengan gangguan kepribadian paranoid memiliki gangguan ini sepanjang
hidup mereka.Beberapa di antara mereka menunjukkan gangguan ini sebagai
pertanda awal sebelum akhirnya mereka menderita skizofrenia.
Contoh
kasus:
Seorang wanita, berusia sekitar 25 tahun dan memiliki
seorang putrid dikeluhkan oleh suaminya.Suaminya mengeluh karena istrinya sulit
sekali mempercayai dirinya.Memang gejala ini sudah tampak sejak mereka
berpacaran, namun semakin meningkat intensitasnya setelah mereka menikah.
Apalagi setelah suaminya sering bepergian dinas ke luar kota. Apabila suaminya
terlambat pulang dari kantor, maka istrinya akan langsung menuduh bahwa
suaminya selingkuh dan memiliki wanita lain. Pernah pula istrinya curiga bahwa
suaminya telah menikah dengan wanita lain. Keluarganya dan keluarga suami sudah
berulang kali meyakinkan bahwa suaminya selama ini tetap setia, namun sulit
sekali untuk diterima oleh sang istri. Tetangga sekitar rumah pun kadangkala
dicurigai oleh sang istri, sampai-sampai kadangkala suami tidak berani bartegur
sapa dengan para tetangga. (sumber: kasus pribadi).
Tritment yang dapat diberikan yaitu:
a.
Psikoterapi. Pasien paranoid tidak bekerja baik dalam psikoterapi kelompok,
karena itu ahli terapi harus berhadapan langsung dalam menghadapi pasien, dan
harus diingat bahwa kejujuran merupakan hal yang sangat penting bagi
pasien.Ahli terapi yang terlalu banyak menggunakan interpretasi mengenai
perasaan ketergantungan yang dalam, masalah seksual dan keinginan untuk
keintiman dapat meningkatkan ketidakpercayaan pasien.
b. Farmakoterapi.
Farmakoterapi berguna dalam menghadapi agitasi dan kecemasan.Pada sebagian
besar kasus, obat antiansietas seperti diazepam (Valium) dapat digunakan.Atau
mungkin perlu untuk menggunakan anti psikotik, seperti thioridazine (Mellaril)
atau haloperidol (Haldol), dalam dosis kecil dan dalam periode singkat untuk
menangani agitasi parah atau pikiran yang sangat delusional.Obat anti psikotik
pimozide (Orap) bisa digunakan untuk menurunkan gagasan paranoid.
GANGGUAN KEPRIBADIAN SKIZOID
Individu dengan gangguan kepribadian skizoid biasanya
menampilkan perilaku atau pola menarik diri dan biasanya telah berlangsung
dalam jangka waktu yang lama. Mereka merasa tidak nyaman dalam berinteraksi
dengan orang lain, cenderung introvert, dan afek mereka pun terbatas.
Individu dengan gangguan kepribadian skizoid biasanya memberikan tampilan bahwa
mereka “dingin” dan penyendiri. Hal ini terjadi karena mereka memiliki
kebutuhan yang sangat rendah untuk berhubungan secara emosional dengan orang
lain. Kehidupan
individu dengan gangguan ini biasanya diwarnai dengan kegemaran pada aktifitas
yang tidak melibatkan orang lain (aktifitas mandiri) dan berhasil pada
bidang-bidang yang tidak melibatkan persaingan dengan orang lain.
Kehidupan seksual mereka biasanya hanya sebatas fantasi dan mereka sedapat
mungkin berusaha menunda kematangan seksualnya. Kaum pria biasanya tidak
menikah karena mereka tidak dapat melakukan hubungan yang intim dan kaum wanita
biasanya secara pasif akan menyetujui untuk menikah dengan kaum pria yang
agresif dan sangat menginginkan mereka menikah dengannya. Individu
dengan gangguan kepribadian skizoid biasanya mengalami kesulitan untuk
mengekspresikan kemarahannya. Mereka menyalurkan energi afektifnya (misalnya
kemarahan) kepada bidang-bidang yang tidak melibatkan orang lain.
Walaupun individu ini sangat penyendiri dan memiliki impian-impian atau
fantasi, namun tidak berarti bahwa individu dengan gangguan ini mengalami
masalah kontak realitas.Mereka tetap mampu membedakan antara realitas dan
fantasi atau impian.
Sejauh ini diketahui bahwa gangguan kepribadian schizoid terjadi pada 7,5
persen populasi pada umumnya. Perbandingan antara laki-laki dan perempuan juga
tidak diketahui secara pasti namun diperkirakan sekitar 2 : 1 (laki-laki:
perempuan).
Awal munculnya gangguan ini biasanya pada masa kanak-kanak awal.Biasanya berlangsung
dalam jangka waktu yang lama walaupun belum tentu seumur hidup mereka.Jumlah
individu dengan gangguan ini yang kemudian menjadi penderita skizofrenia, belum
diketahui secara pasti.
Contoh kasus:
Seorang laki-laki, saat ini berusia 20-an tahun,
dikeluhkan oleh keluarganya karena bermasalah dalam relasi sosial. Setelah
melewati pemerikasaan, diketahui bahwa sejak kecil dia seringkali diejek
sebagai “gorilla” karena memiliki tubuh yang tinggi dan besar.Sejak di SD, dia
tidak pernah memiliki teman dekat dan apabila teman-temannya bermain dia hnaya
memperhatikan dari kejauhan.Orangtuanya menuturkan bahwa ketika kecil, anaknya
tersebut paling suka bermain di loteng sendirian.Setelah menanjak dewasa, dia
tampak lebih suka berdiam atau mengurung diri di kamar dan tidak suka apabila
kakaknya mengajak dia untuk melakukan suatu aktivitas tertentu. Dia menganggap
bahwa kakaknya menganggu dia (sumber : kasus pribadi).
Tritment yang dapat diberikan yaitu:
a. Psikoterapi.
Dalam lingkungan terapi kelompok, pasien gangguan kepribadian skizoid mungkin
diam untuk jangka waktu yang lama, namun suatu waktu mereka akan ikut terlibat.
Pasien harus dilindungi dari serangan agresif anggota kelompok lain mengingat
kecenderungan mereka akan ketenangan. Dengan berjalannya waktu, anggota
kelompok menjadi penting bagi pasien skizoid dan dapat memberikan kontak
sosial.
b. Farmakoterapi.
Dengan antipsikotik dosis kecil, antidepresan dan psikostimulan dapat digunakan
dan efektif pada beberapa pasien.
GANGGUAN KEPRIBADIAN SKIZOTIPAL
Individu dengan gangguan kepribadian skizotipal
biasanya tampak aneh secara sangat mencolok.Mereka memiliki pemikiran yang
ajaib (magical), ide-ide yang ganjil, ilusi dan derealisasi yang biasa
mereka tampilkan dalam kehidupan sehari-hari.Kadangkala isi pikiran mereka
dipenuhi oleh fantasi yang berkaitan dengan ketakutan dan fantasi yang biasanya
hanya muncul pada masa kanak-kanak.
Individu dengan gangguan ini mengalami masalah dalam berpikir dan
berkomunikasi. Mereka sensitive terhadap perasaan atau reaksi orang lain
terhadap dirinya, terutama reaksi yang negative seperti rasa marah atau tidak
senang. Mereka pun memiliki kemampuan yang rendah dalam berinteraksi dengan
orang lain dan kadangkala bertingkah laku aneh sehingga akhirnya mereka
seringkali terkucil dan tidak memiliki banyak teman.
Individu dengan gangguan skizotipal kadangkala juga menampilkan gejala yang
ditampilkan oleh individu dengan gangguan kepribadian borderline.Apabila hal
ini terjadi, terapis boleh sekaligus mendiagnosis individu tersebut dengan 2
diagnosis, skizotipal dan borderline.Kadangkala terapis harus lebih
berhati-hati karena apabila individu dengan skizotipal berada di bawah tekanan,
mereka dapat menampilkan tingkah laku psikotik dan tampak seperti penderita
skizofrenia, hanya bedanya pada individu ini gejala psikotik tersebut hanya
tampak dalam waktu yang singkat dan segera menghilang.Jadi harus berhati-hati,
jangan langsung memberikan diagnosis skizofrenia karena mungkin saja ternyata
lebih sesuai dengan skizotipal.
Gangguan kepribadian skizotipal ini lebih banyak muncul pada keluarga yang
memiliki penderita skizofrenia dan di antara kembar satu telur bila
dibandingkan dengan kembar dari dua telur (33 persen vs 4 persen).
Berdasarkan penelitian diketahui bahwa 10 persen dari individu dengan
kepribadian skizotipal pernah merencanakan untuk bunuh diri.Kepribadian
skizotipal adalah titik awal yang memungkinkan seorang individu menderita
skizofrenia.
banyak klinisi yang
berhati-hati dalam mendiagnosis gangguan kepribadian seseorang dengan penyakit
seperti gangguan skizophrenia dan skizoaffective, banyak pasien, khususnya
individu yang distabilkan secara psikis yang tinggal dalam komunitas, telah
melakukan coping dan model interpersonal yang dapat dikonseptualkan sebagai
‘kepribadian’. Hal ini dikuatkan oleh penelitan kami sebelumnya, yang
menunjukkan bahwa trait kepribadian, seperti yang diukur oleh NEO Personality
Inventory (NEO-PI), diantara pasien dengan gangguan skizoaffective dan
skizofrenia, cenderung stabil dan bebas dari simptom psikotik rata-rata lebih
dari 6 bulan, simptom psikotiknya stabil dan bebas selama interval waktu 6
bulan, bahkan ketika simptom psikiatrinya beragam. Sementara NEO-PI tidak di
validkan dalam melakukan assessment variable kepribadian pada individu yang
penyakit jiwa, penelitian awal kami pada 21 paseien menunjukkan bahwa traits
kepribadian itu dapat diukur, stabil dalam waktu yang singkat dan secara klinis
relevan dengan populasi skizophrenic. Pada sample kecil ini, korelasi
test-retest antara domain kepribadian menunjukkan korelasi atas ke empat domain
yang kesemuanya lebih besar dari 0,84, yang menunjukkan stabilitas domain
selama interval waktu yang diukur. Skor domain juga menunjukkan korelasi yang
signifikan dengan tingkat fungsi, khususnya yang berhubungan dengan jumlah
kontak sosial.(Jurnal Psychology: The relationship between personality and
quality of life in persons with schizoaffective disorder and schizoprenia, 1997).
Contoh
kasus:
Seorang laki-laki, berusia 35 tahun yang nyaris tidak
pernah bekerja dan mengalami defisiensi vitamin yang parah.Kondisi itu terjadi
karena dia tidak mau memakan makanan apapun yang menurutnya sudah
terkontaminasi oleh mesin-mesin. Dia mulai membentuk pemikiran tentang diet
semacam itu pada usia sekitar 20 tahun, dan tidak lama kemudian dia pergi
meninggalkan keluarganya dan mulai mempelajari suatu kepercayaan tertentu yang
menurutnya mampu membuka “ mata ketiga-nya”. Saat ini dia hidup seorang diri di
sebuah perkebunan mungil dan menenan sendiri berbagai makanan untuk dirinya.Dia
menghabiskan sepanjang harinya untuk melakukan penelitian berkaitan dengan
mekanisme kontaminasi pada makanan. Selain itu, dia pun memiliki pengikut yang
berpikiran sama dengan dirinya. Dia tidak pernah menikah dan sangat jarang
berhubungan dengan keluarganya.Dia mengatakan bahwa dia tidak pernah dekat
dengan ayahnya karena dia seorang vegetarian. (sumber: Barlow & Durand,
1995).
Tritment yang dapat
diberikan yaitu (Kaplan &Saddock : 253):
a. Psikoterapi.
Pikiran yang aneh dan ganjil pada pasien gangguan kepribadian skizotipal harus
ditangani dengan berhati-hati.Beberapa pasien terlibat dalam pemujaan, praktek
religius yang aneh dan okultis.Ahli terapi tidak boleh menertawakan aktivitas
tersebut atau mengadili kepercayaan atau aktivitas mereka.
b. Farmakoterapi.
Medikasi antipsikotik mungkin berguna dalam menghadapi gagasan mengenai diri
sendiri, waham dan gejala lain dari gangguan dan dapat digunakan bersama-sama
psikoterapi. Penggunaan holoperidol dilaporkan memberikan hasil positif pada
beberapa kasus, dan antidepresan digunakan jika ditemukan suatu komponen
depresif dari kepribadian.
GEJALA GANGGUAN KEPRIBADIAN
PARANOID
1.Kecurigaan
yang sangat berlebihan.
2. Meyakini akan adanya motif-motif tersembunyi dari orang lain.
3. Merasa akan dimanfaatkan atau dikhianati oleh orang lain.
4. Ketidakmampuan dalam melakukan kerjasama dengan orang lain.
5. Isolasi sosial.
6. Gambaran yang buruk mengenai diri sendiri.
7. Sikap tidak terpengaruh.
8. Rasa permusuhan.
9. Secara terus menerus menanggung dendam yaitu dengan tidak memaafkan kerugian, cedera atau kelalaian.
10. Merasakan serangan terhadap karakter atau reputasinya yang tidak tampak bagi orang lain dan dengan cepat bereaksi secara marah dan balas menyerang.
11. Enggan untuk menceritakan rahasia orang lain karena rasa takut yang tidak perlu bahwa informasi akan digunakan secara jahat untuk melawan dirinya.
12. Kurang memiliki rasa humor.
2. Meyakini akan adanya motif-motif tersembunyi dari orang lain.
3. Merasa akan dimanfaatkan atau dikhianati oleh orang lain.
4. Ketidakmampuan dalam melakukan kerjasama dengan orang lain.
5. Isolasi sosial.
6. Gambaran yang buruk mengenai diri sendiri.
7. Sikap tidak terpengaruh.
8. Rasa permusuhan.
9. Secara terus menerus menanggung dendam yaitu dengan tidak memaafkan kerugian, cedera atau kelalaian.
10. Merasakan serangan terhadap karakter atau reputasinya yang tidak tampak bagi orang lain dan dengan cepat bereaksi secara marah dan balas menyerang.
11. Enggan untuk menceritakan rahasia orang lain karena rasa takut yang tidak perlu bahwa informasi akan digunakan secara jahat untuk melawan dirinya.
12. Kurang memiliki rasa humor.
SKIZOID
1.
Hanya sedikit aktifitas yang memberikan
kebahagiaan.
2.
Emosi dingin, efek datar.
3.
Kurang mampu untuk menyatakan kehangatan,
kelembutan, atau kemarahan terhadap orang lain.
4.
Ketidakperdulian yang nyata terhadap pujian
atau kecaman.
5.
Kurang tertarik untuk menjalin pengalaman
seksual dengan orang lain (dengan memperhitungkan usia).
6.
Hampir selalu memilih aktivitas yang
menyendiri.
7.
Dirundung oleh fantasi dan instropeksi yang
berlebihan.
8.
Tidak mempunyai teman dekat atau hubungan
pribadi yang akrab, dan keinginan untuk mempunyai hubungan seperti itu.
9.
Sangat tidak sensitif terhadap norma dan
kebiasaan sosial yang berlaku.
SKIZOTIPAL
1.
Aneh atau tingkah laku atau penampilan
eksentrik
2.
Bertakhyul atau sibuk dengan fenomena
paranormal
3.
Sulit untuk mengikuti pola bicara
4.
Perasaan cemas dalam situasi sosial
5.
Kecurigaan dan paranoia
6.
Suka berpikir menganai kepercayaan aneh atau
magis
7.
Nampak pemalu, suka menyendiri, atau menarik
diri dari orang lain
KESIMPULAN
Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa siapa saja berpotensi untuk mengalami
gangguan kepribadian. Karena gangguan kepribadian tidak saja disebabkan oleh
faktor genetika (dapat diturunkan), tapi juga dipengaruhi oleh faktor
temperamental, faktor biologis (hormon, neurotransmitter dan elektrofisiologi),
dan faktor psikoanalitik (yaitu adanya fiksasi pada salah satu tahap di masa
perkembangan psikoseksual dan juga tergantung dari mekanisme pertahanan ego
orang yang bersangkutan). kepribadian
adalah keseluruhan pola pikiran, perasaan, dan perilaku yang sering digunakan
oleh seseorang dalam usaha adaptasi yang terus menerus terhadap hidupnya.
Gangguan
kepribadian menurut Rusdi Malim (1998) yang merujuk pada PPGDJ-III (Pedoman
Penggolongan diagnose Gangguan Jiwa III) adalah paranoid, schizoid, emosional
tak stabil tipe implusif dan ambang, historic, anankastik, cemas (menghindar),
dependen, khas lainnya yang tidak tergolongkan.
Gangguan
Kepribadian adalah istilah umum untuk suatu jenis penyakit mental di mana cara
berpikir, memahami situasi, dan berhubungan dengan orang lain tidak berfungsi.
Sedangkan
gangguan kepribadian menurut Kaplan dan Saddock adalah suatu varian dari sifat
karakter tersebut yang diluar rentang yang ditemukan pada sebagian besar orang. Hanya jika sifat kepribadian
tidak fleksibel dan maladaptif dan dapat menyebabkan gangguan fungsional yang
bermakna atau penderitaan subyektif maka dimasukkan sebagai kelas gangguan
kepribadian. Penderita gangguan kepribadian
mempunyai karakteristik perilaku yang kaku sulit menyesuaikan diri sehingga
orang lain seperti bersikap impulsif, lekas marah, banyak permintaan,
ketakutan, permusuhan, manipulatif, atau bahkan bertindak kasar.
DAFTAR PUSTAKA
Coolige, F. L., Thede, L. L., &
Jang, K. L. (2001). Heritability of
personality disorders in childhood: A preliminary investigation. Journal
of Personality Disorders, 15, 33.
Joyce, P. R., McKenzie, J. M., Luty,
S. E., Mulder, R. T., Carter, J. D., Sullivan, P. F., & Cloninger, C. R.
(2003). Temperament, childhood
environment and psychopathology as risk factors for avoidant and borderline
personality disorders. Australian and New Zealand Journal of Psychiatry,
37, 756-764.
Kendler, K. S., Aggen, S. H.,
Czajkowski, N., Røysamb, E., Tambs, K., Torgersen, S., &
Reichborn-Kjennerud, T. (2008). The
structure of genetic and environmental risk factors for DSM-IV personality
disorders: a multivariate twin study. Archives of General Psychiatry, 65,
1438-1446.
Maslim rudi. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III:
Jakarta
Skodol, A. E., Oldham, J. M.,
Bender, D. S., Dyck, I. R., Stout, R. L., Morey, L. C., … & McGlashan, T.
H. (2005). Dimensional representations
of DSM-IV personality disorders: relationships to functional impairment. American
Journal of Psychiatry, 162, 1919-1925.
Sunaryo. Psikologis untuk Keperawatan. Jakarta: EGC.
Yen, S., Shea, M. T., Battle, C. L.,
Johnson, D. M., et al., 2002. Traumatic
exposure and posttraumatic stress disorder in borderline, schizotypal,
avoidant, and obsessive-compulsive personality disorders: findings from the
collaborative longitudinal personality disorders study. The journal of
nervous and mental disease, 190, 510-518.
0 komentar:
Posting Komentar