I R W A N T O
NIM. 16.310.410.1125)
Dosen Pembimbing. Wahyu Widiantoro, S.Psi, MA.
MATA
KULIAH: PSIKOLOGI ABNORMAL
Fakultas
Psikologi
Universitas
Proklamasi 45 Yogyakarta
Gangguan kecemasan adalah gangguan kejiwaan di mana
penderita tersebut mengalami kecemasan yang berlebihan dan mempengaruhi hidup
normal mereka. Semua orang merasa cemas sekarang dan kemudian hari (At Kinson,
Rita L dkk, 2010). Hal
ini merupakan suatu emosi yang normal dialami semua orang. Banyak orang merasa
gugup ketika menghadapi masalah di tempat kerja, sebelum ujian, atau membuat
sebuah keputusan penting. Ada beberapa jenis, termasuk:
Gangguan panik. Orang dengan kondisi ini
memiliki perasaan teror yang menyerang tiba-tiba dan berulang kali tanpa
peringatan. Gejala lain dari serangan panik termasuk berkeringat, nyeri dada,
palpitasi (detak jantung kencang atau tidak teratur), dan perasaan tersedak
atau tercekik. Hal ini dapat merasa seperti Anda mengalami serangan jantung
atau “tiba-tiba menjadi gila.”
Gangguan kecemasan sosial.
Juga disebut fobia sosial, ini melibatkan khawatir berlebihan dan kesadaran
diri tentang situasi sosial sehari-hari. khawatir sering berpusat pada takut
dihakimi oleh orang lain, atau ketakutan ketika diri ini akan berperilaku
memalukan atau menyebabkan ejekan.
Fobia spesifik. Ini
adalah ketakutan yang intens dari objek atau situasi tertentu, seperti
ketinggian atau tempat sempit. Tingkat ketakutan biasanya tidak pantas untuk
situasi yang sebenarnya sederhana dan dapat menyebabkan Anda menghindari
situasi sehari-hari.
Gangguan kecemasan umum.
Ini adalah rasa khawatir yang berlebihan, khawatir dan ketegangan yang tidak
realistis, bahkan meskipun hanya ada sedikit yang menimbulkan kecemasan atau
justru tidak ada yang memicu.
Kecemasan atau dalam Bahasa Inggrisnya “anxiety” berasal dari Bahasa Latin “angustus” yang berarti kaku, dan “ango, anci” yang berarti
mencekik.
Kecemasan (anxiety) dapat diartikan sebagai perasaan kuatir, cemas, gelisah, dan takut yang muncul secara bersamaan, yang biasanya diikuti dengan naiknya rangsangan pada tubuh, seperti: jantung berdebar-debar, keringat dingin. Kecemasan dapat timbul sebagai reaksi terhadap “bahaya” baik yang sungguh-sungguh ada maupun yang tidak (hasil dari imajinasi saja) yang seringkali disebut dengan “free-floating anxiety” (kecemasan yang terus mengambang tanpa diketahui penyebabnya) (Berry, Ruth, 2001).
Kecemasan (anxiety) dapat diartikan sebagai perasaan kuatir, cemas, gelisah, dan takut yang muncul secara bersamaan, yang biasanya diikuti dengan naiknya rangsangan pada tubuh, seperti: jantung berdebar-debar, keringat dingin. Kecemasan dapat timbul sebagai reaksi terhadap “bahaya” baik yang sungguh-sungguh ada maupun yang tidak (hasil dari imajinasi saja) yang seringkali disebut dengan “free-floating anxiety” (kecemasan yang terus mengambang tanpa diketahui penyebabnya) (Berry, Ruth, 2001).
Kecemasan adalah keadaan yang beroeriantasi pada masa yang
akan datang, yang ditandai dengan efak negatif, dimana seseorang memfokuskan
diri pada kemungkinan datangnya bahaya atau kemalangan yang tidak dikontrol.
Biasanya rasa cemas ini terjadi pada saat adanya kejadian atau peristiwa
tertentu, maupun dalam menghadapi suatu hal. Bahkan kecemasan ini perlu
dimiliki oleh manusia. Apabila kecemasan itu berlebihan akan berubah menjadi
abnormal, ketika kecemasan yang ada dalam diri individu menjadi berlebihan atau
melebihi dari kapasitas umumnya. Individu yang mengalami gangguan seperti ini
bisa dikatakan mengalami gangguan kecemasan yaitu ketakutan yang berlebihan dan
sifatnya tidak rasional. Seseorang dikatakan menderita anxiety disorder apabila kecemasan atau anxietas ini mengganggu aktivitas dalam kehidupan dari diri individu
tersebut. salah satunya terganggunya fungsi sosial dalam diriindividu.
Misalnya, kecemasan yang berlebihan ini menghambat diri seseorang untuk
menjalin hubungan akrab antar individu maupun kelompoknya.
Kecemasan merupakan suatu respon terhadap situasi yang penuh
dengan tekanan. Stres dapat didefinisikan sebagai suatu persepsi ancaman
terhadap suatu harapan yang mencetuskan cemas. Hasilnya adalah bekerja untuk
melegakan tingkah laku (Rawlins, at al, 1993). Stress dapat berbentuk
psikologis, sosial atau fisik. Beberapa teori memberikan kontribusi terhadap
kemungkinan faktor etiologi dalam pengembangan kecemasan. Teori-teori tersebut
adalah sebagai berikut:
1. Teori Psikodinamik
1. Teori Psikodinamik
Freud (1993) mengungkapkan bahwa kecemasan merupakan hasil
dari konflik psikis yang tidak disadari. Kecemasan menjadi tanda terhadap ego
untuk mengambil aksi penurunan cemas. Ketika mekanisme diri berhasil, kecemasan
menurun dan rasa aman datang lagi. Namun bila konflik terus berkepanjangan,
maka kecemasan ada pada tingkat tinggi (Daradjat, Zakiah. 1975). Mekanisme pertahanan diri dialami
sebagai simptom, seperti phobia, regresi dan tingkah laku ritualistik. Konsep
psikodinamik menurut Freud ini juga menerangkan bahwa kecemasan timbul pertama
dalam hidup manusia saat lahir dan merasakan lapar yang pertama kali. Saat itu
dalam kondisi masih lemah, sehingga belum mampu memberikan respon terhadap
kedinginan dan kelaparan, maka lahirlah kecemasan pertama. Kecemasan berikutnya
muncul apabila ada suatu keinginan dari Id untuk menuntut pelepasan dari ego,
tetapi tidak mendapat restu dari super ego, maka terjadilah konflik dalam ego,
antara keinginan Id yang ingin pelepasan dan sangsi dari super ego lahirlah
kecemasan yang kedua. Konflik-konflik tersebut ditekan dalam alam bawah sadar,
dengan potensi yang tetap tak terpengaruh oleh waktu, sering tidak realistik
dan dibesar-besarkan. Tekanan ini akan muncul ke permukaan melalui tiga
peristiwa, yaitu : sensor super ego menurun, desakan Id meningkat dan adanya
stress psikososial, maka lahirlah kecemasan-kecemasan berikutnya
(Prawirohusodo, 1988).
2. Teori
Perilaku
Menurut teori perilaku, Kecemasan berasal dari suatu respon
terhadap stimulus khusus (fakta), waktu cukup lama, seseorang mengembangkan
respon kondisi untuk stimulus yang penting. Kecemasan tersebut merupakan hasil
frustasi, sehingga akan mengganggu kemampuan individu untuk mencapai tujuan
yang di inginkan.
3. Teori
Interpersonal
Menjelaskan bahwa kecemasan terjadi dari ketakutan akan
penolakan antar individu, sehingga menyebabkan individu bersangkutan merasa
tidak berharga.
4. Teori Keluarga
4. Teori Keluarga
Menjelaskan bahwa kecemasan dapat terjadi dan timbul secara
nyata akibat adanya konflik dalam keluarga.
5. Teori
Biologik
Beberapa kasus kecemasan (5 – 42%), merupakan suatu
perhatian terhadap proses fisiologis (Hall, 1980). Kecemasan ini dapat
disebabkan oleh penyakit fisik atau keabnormalan, tidak oleh konflik emosional.
Kecemasan ini termasuk kecemasan sekunder (Rockwell cit stuart & sundeens,
1998).
Menurut Townsend (1996) ada empat tingkat kecemasan, yaitu
ringan, sedang, berat dan panik.
a. Kecemasan
Ringan
Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan dalam
kehidupan sehari-hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada dan
meningkatkan lahan persepsinya. Kecemasan ringan dapat memotivasi belajar dan
menghasilkan pertumbuhan dan kreatifitas. Manifestasi yang muncul pada tingkat
ini adalah kelelahan, iritabel, lapang persepsi meningkat, kesadaran tinggi,
mampu untuk belajar, motivasi meningkat dan tingkah laku sesuai situasi.
b. Kecemasan
Sedang
Memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada masalah yang
penting dan mengesampingkan yang lain sehingga seseorang mengalami perhatian
yang selektif, namun dapat melakukan sesuatu yang terarah. Manifestasi yang
terjadi pada tingkat ini yaitu kelelahan meningkat, kecepatan denyut jantung
dan pernapasan meningkat, ketegangan otot meningkat, bicara cepat dengan volume
tinggi, lahan persepsi menyempit, mampu untuk belajar namun tidak optimal,
kemampuan konsentrasi menurun, perhatian selektif dan terfokus pada rangsangan
yang tidak menambah ansietas, mudah tersinggung, tidak sabar,mudah lupa, marah
dan menangis (Sutardjo
A. Wiramihardja,
2005).
c. Kecemasan
Berat
Sangat mengurangi lahan persepsi seseorang. Seseorang dengan
kecemasan berat cenderung untuk memusatkan pada sesuatu yang terinci dan
spesifik, serta tidak dapat berpikir tentang hal lain. Orang tersebut
memerlukan banyak pengarahan untuk dapat memusatkan pada suatu area yang lain.
Manifestasi yang muncul pada tingkat ini adalah mengeluh pusing, sakit kepala, nausea, tidak dapat tidur (insomnia),
sering kencing, diare, palpitasi, lahan persepsi menyempit, tidak mau belajar
secara efektif, berfokus pada dirinya sendiri dan keinginan untuk menghilangkan
kecemasan tinggi, perasaan tidak berdaya, bingung, disorientasi.
d. Panik
d. Panik
Panik berhubungan dengan terperangah, ketakutan dan teror
karena mengalami kehilangan kendali. Orang yang sedang panik tidak mampu
melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan. Tanda dan gejala yang terjadi
pada keadaan ini adalah susah bernapas, dilatasi pupil, palpitasi, pucat,
diaphoresis, pembicaraan inkoheren, tidak dapat berespon terhadap perintah yang
sederhana, berteriak, menjerit, mengalami halusinasi dan delusi (Supratinya, A, 1995).
Menurut penyebab, dan lama berlangsungnya, kecemasan dapat
dibedakan menjadi beberapa bentuk, yakni:
a. Phobic
Anxiety
Yaitu kecemasan yang timbul dikarenakan oleh phobia
(ketakutan) tertentu, misalnya:
– Cemas karena takut berada di dalam kamar tertutup.
– Cemas karena takut berada di dalam kamar tertutup.
–
Cemas ketika tidur di ruang yang gelap.
–
Cemas lantaran berada di tempat tinggi.
b. Acute
Anxiety
Ialah kecemasan yang muncul mendadak dengan intensitas yang
tinggi, tapi tidak terlalu lama akan lenyap, misalnya:
o Ketika melihat orang yang mirip
dengan pembunuh keluarganya, ia segera ketakutan dan beberapa saat setelah
orang tadi pergi ia tenang kembali.
o Akibat mendengar hiruk pikuk yang
mengingatkannya pada peristiwa Medio Mei, seorang ibu muda langsung histeris
ketakutan, namun sesaat sesudah ia sadar bahwa itu bukan peristiwa
sesungguhnya, ia menjadi tenang kembali.
c. Chronic
Anxiety
Yakni kecemasan yang berlangsung lama dan terus menerus
(dapat terjadi seumur hidup), meski dalam intensitas yang rendah, dan tanpa
sebab yang jelas, misalnya:
– Orang “kagetan”.
– Orang “kagetan”.
–
Hendak bepergian, selalu ingin kencing.
d. Normal
Anxiety
Yaitu kecemasan yang beralasan, misalnya:
–
Menjelang ujian, perasaan cemas muncul begitu besar.
–
Cemas menunggu hasil operasi tumor dari salah satu anggota keluarga.
e. Neurotic
Anxiety
Ialah kecemasan tanpa alasan yang jelas sebagai akibat
konflik alam bawah sadar, misalnya: Sering punya perasaan bersalah akibat seringnya
dipersalahkan pada masa kecil, dan kini muncul menjadi kecemasan yang
berlarut-larut serta secara periodik muncul.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Kecemasan adalah sebagai berikut:
1. Faktor
Internal
a. Pengalaman
Menurut Horney dalam Trismiati
(2006), sumber-sumber ancaman yang dapatmenimbulkan kecemasan tersebut bersifat
lebih umum. Penyebab kecemasan menurut Horney, dapat berasal dari berbagai
kejadian di dalam kehidupan atau dapat terletak di dalam diri seseorang,
misalnya seseorang yang memiliki pengalaman dalam menjalani suatu tindakan maka
dalam dirinya akan lebih mampu beradaptasi atau kecemasan yang timbul tidak
terlalu besar (Semiun, Yustinus, 2006).
b. Respon
Terhadap Stimulus menurut Trismiati
(2006), kemampuan seseorang menelaah rangsangan atau besarnya rangsangan yang
diterima akan mempengaruhi kecemasan yang timbul.
c. Usia
Pada usia yang semakin tua maka
seseorang semakin banyak pengalamnnyasehingga pengetahuannya semakin bertambah
(Notoatmodjo, 2003). Karena pengetahuannya banyak maka seseorang akan lebih
siap dalam menghadapi sesuatu.
d. Gender
Berkaitan dengan kecemasan pada pria
dan wanita, Myers (1983) dalam Trismiati (2006) mengatakan bahwa perempuan
lebih cemas akanketidakmampuannya dibanding dengan laki-laki, laki-laki lebih
aktif,eksploratif, sedangkan perempuan lebih sensitif. Penelitian lain
menunjukkan bahwa laki-laki lebih rileks dibanding perempuan.
2. Faktor
Eksternal
a. Dukungan
Keluarga
Adanya dukungan keluarga akan
menyebabkan seorang lebih siap dalam menghadapi permasalahan, hal ini
dinyatakan oleh Kasdu (2002).
b. Kondisi Lingkungan
Kondisi lingkungan sekitar ibu dapat
menyebabkan seseorang menjadi lebihkuat dalam menghadapi permasalahan, misalnya
lingkungan pekerjaan ataulingkungan bergaul yang tidak memberikan cerita
negatif tentang efek negatif suatu permasalahan menyebabkan seseorang lebih
kuat dalam menghadapi permasalahan (R, Budimoeljono, 2015).
Menurut Sigmund Freud membagi faktor-faktor yang
mempengaruhi kecemasan ke dalam tiga jenis, yakni:
a.
Kecemasan
Riel
Adalah kecemasan atau ketakutan
individu terhadap bahaya-bahaya nyata yang berasal dari dunia luar (api,
binatang buas, orang jahat, penganiayaan, hukuman).
b.
Kecemasan
Neurotik
Adalah kecemasan atas tidak
terkendalinya naluri-naluri primitif oleh ego yang nantinya bias mendatangkan
hukuman. Sungguhpun sumbernya berada di dalam diri, kecemasan neurotik pada
dasarnya berlandaskan kenyataan, sebab hukuman yang ditakutkan oleh ego
individu berasal di dunia luar.
c.
Kecemasan
Moral
Adalah kecemasan yang timbul akibat
tekanan superego atas ego individutelah atau sedang melakukan tindakan yang
melanggar moral. Kecemasan moral ini menyatakan diri dalam bentuk rasa bersalah
atau perasaan berdosa. Sama halnya dengan kecemasan neurotik, keecemasan moral
bersifat nyata, dalam arti bahwa tekanan superego atas ego yang menimbulkan
kecemasan moral itu mengacu kepada otoritas-otoritas yang riel atau nyata ada
di luar individu (orang tua, penegak hukum, masyarakat).
Pdt. Dr. Yakub Susabda menyebutkan bahwa kebenaran pandangan
Freud tersebut tidak cukup menjelaskan penyebab kecemasan. Sebab, menurut Pdt.
Susabda, tidak ada kecemasan yang berdiri sendiri. Yang lebih normal terjadi
adalah kombinasi dari ketiganya sebagai reaksi terhadap realita-realita: (a) Ancaman Yaitu kesadaran akan adanya ancaman
terhadap dirinya baik secara fisik, maupun psikis. (b) Konflik Kemauan Yakni antara kemauan melakukan
(approach) dengan kemauan menghindar (avoidance).
Approach, memberikan kepuasan yang diharapkan. Sedangkan Avoidance menghasilkan
hal-hal yang tidak menyenangkan. Terdapat tiga macam konflik kemauan, yaitu: (1) Konflik akibat Approach-Approach.
Konflik ini timbul karena adanya kemauan yang sama-sama menyenangkan, tetapi
tidak mungkin dilakukan sekaligus, sehingga menimbulkan kecemasan, (2) Konflik akibat Approach-Avoidance.
Kemauan dan ketidak-mauan yang sama kuatnya alasan masing-masing dan (3) Konflik akibat Avoidance-Avoidance.
Konflik yang ditimbulkan oleh karena dua alternatif yang hasil akhirnya
sama-sama tidak diinginkan. (c) Ketakutan Yaitu
ketakutan pada sesuatu yang menyebabkan timbulnya kecemasan. Misalnya: takut
gagal menimbulkan kecemasan ketika menghadapi ujian, takut ditolak menimbulkan
kecemasan di waktu berjumpa dengan orang baru (Panggabean, L, 2003). Bahkan ketakutan tanpa alasan
pun dapat menimbulkan kecemasan yang makin lama makin serius, (d) Kebutuhan yang tidak Terpenuhi, sekian banyaknya kebutuhan hidup yang
paling mendasar disebutkan oleh berbagai ahli, seperti kebutuhan akan
kenikmatan (Freud), kebutuhan akan kuasa (Alfred Adler), kebutuhan akan arti
kehidupan (Victor Frankl), sampai pandangan cukup banyak orang akan kebutuhan
mengasihi, dikasihi, dan merasa diri berharga. Dan kala kebutuhan, yang oleh
Pdt. Susabda diringkaskan menjadi tiga: security, survival, dan self-fulfilment
itu, tidak tercukupi maka akan timbul kecemasan. (e) Keunikan Kepribadian
Setiap orang memiliki kepribadian yang unik dalam bersikap hati terhadap realita maupun bukan realita. Ada orang yang tidak tahan menghadapi persoalan kecil lalu timbul kecemasan, tetapi ada tipe orang yang menghadapi tekanan dan konflik hidup yang berat tanpa menimbulkan kecemasan apapun. Beberapa unsur pembentukan kepribadian seringkali menyebabkan besar kecilnya daya tahan terhadap konflik, yaitu:
Setiap orang memiliki kepribadian yang unik dalam bersikap hati terhadap realita maupun bukan realita. Ada orang yang tidak tahan menghadapi persoalan kecil lalu timbul kecemasan, tetapi ada tipe orang yang menghadapi tekanan dan konflik hidup yang berat tanpa menimbulkan kecemasan apapun. Beberapa unsur pembentukan kepribadian seringkali menyebabkan besar kecilnya daya tahan terhadap konflik, yaitu:
o Unsur Psikologis. Setiap orang
“belajar” bagaimana ia berreaksi terhadap kesuksesan dan kegagalan. Pengalaman
menentukan kadar kecemasan.
o Unsur Keturunan. Beberapa sikap hati
ditentukan oleh unsur genetika/keturunan. Ada kalanya, seseorang lebih sensitif
dikarenakan orang tuanya ber-temperamen Sanguin-Melankolis misalnya.
o Unsur Sosiologis. Keadaan sosial
potensial untuk membentuk kecemasan seseorang. Perasaan aman dan puas dalam
kehidupan sosial (social life) menentukan besar kecilnya kadar kecemasan.
Misalnya: kondisi sosial politik di Indonesia yang tidak menentu seperti
sekarang ini (1999) suatu hari kelak akan membentuk manusia Indonesia yang
mudah cemas.
o Unsur Fisiologis. Kondisi kesehatan
tubuh menentukan kadar kecemasan. Seseorang yang kurang sehat atau
sakit-sakitan akan rentan terhadap perasaan cemas yang berkepanjangan. Demikian
pula sebaliknya, seseorang yang kerap kali cemas akan terganggu kesehatannya.
o
Unsur
Teologis. Kadar iman seseorang menentukan kadar kecemasannya. Semakin tinggi
imannya, semakin rendah kecemasannya.
Penderita yang mengalami kecemasan biasanya memiliki
gejala-gejala yang khas dan terbagi dalam beberapa fase, yaitu:
a. Fase
1
Keadan fisik sebagaimana pada fase
reaksi peringatan, maka tubuh mempersiapkan diri untuk fight (berjuang), atau
flight (lari secepat-cepatnya). Pada fase ini tubuh merasakan tidak enak
sebagai akibat dari peningkatan sekresi hormon adrenalin dan nor adrenalin. Oleh karena itu, maka gejala adanya
kecemasan dapat berupa rasa tegang di otot dan kelelahan, terutama di otot-otot
dada, leher dan punggung. Dalam persiapannya untuk berjuang, menyebabkan otot
akan menjadi lebih kaku dan akibatnya akan menimbulkan nyeri dan spasme di otot
dada, leher dan punggung. Ketegangan dari kelompok agonis dan antagonis akan
menimbulkan tremor dan gemetar yang dengan mudah dapat dilihat pada jari-jari
tangan (Wilkie, 1985). Pada fase ini kecemasan merupakan mekanisme peningkatan
dari sistem syaraf yang mengingatkan kita bahwa system syaraf fungsinya mulai
gagal mengolah informasi yang ada secara benar (Kuswara, E. 1991.
b. Fase
2 (dua)
Disamping gejala klinis seperti pada
fase satu, seperti gelisah, ketegangan otot, gangguan tidur dan keluhan perut,
penderita juga mulai tidak bisa mengontrol emosinya dan tidak ada motifasi diri
(Wilkie, 1985). Labilitas
emosi dapat bermanifestasi mudah menangis tanpa sebab, yang beberapa saat
kemudian menjadi tertawa. Mudah menangis yang berkaitan dengan stres mudah
diketahui. Akan tetapi kadang-kadang dari cara tertawa yang agak keras dapat
menunjukkan tanda adanya gangguan kecemasan fase dua (Asdie, 1988). Kehilangan
motivasi diri bisa terlihat pada keadaan seperti seseorang yang menjatuhkan
barang ke tanah, kemudian ia berdiam diri saja beberapa lama dengan hanya
melihat barang yang jatuh tanpa berbuat sesuatu (Asdie, 1988).
c. Fase 3
Keadaan kecemasan fase satu dan dua
yang tidak teratasi sedangkan stresor tetap saja berlanjut, penderita akan
jatuh kedalam kecemasan fase tiga. Berbeda dengan gejala-gejala yang terlihat
pada fase satu dan dua yang mudah di identifikasi kaitannya dengan stres,
gejala kecemasan pada fase tiga umumnya berupa perubahan dalam tingkah laku dan
umumnya tidak mudah terlihat kaitannya dengan stres. Pada fase tiga ini dapat
terlihat gejala seperti : intoleransi dengan rangsang sensoris, kehilangan
kemampuan toleransi terhadap sesuatu yang sebelumnya telah mampu ia tolerir,
gangguan reaksi terhadap sesuatu yang sepintas terlihat sebagai gangguan
kepribadian (Asdie, 1988).
Selain fase-fase diatas, terdapat juga respon fisologi dan
psikologi yang terjadi pada gejala gangguan kecemasan diantaranya sebagai
berikut:
a.
Respon
Fisiologi terhadap Kecemasan
1.
Kardio
vaskuler; Peningkatan tekanan darah, palpitasi, jantung berdebar, denyut nadi
meningkat, tekanan nadi menurun, syock dan lain-lain.
2.
Respirasi;
napas cepat dan dangkal, rasa tertekan pada dada, rasa tercekik.
3.
Kulit:
perasaan panas atau dingin pada kulit, muka pucat, berkeringat seluruh tubuh,
rasa terbakar pada muka, telapak tangan berkeringat, gatal-gatal.
4.
Gastro
intestinal; Anoreksia, rasa tidak nyaman pada perut, rasa terbakar di
epigastrium nausea, diare.
5.
Neuromuskuler;
Reflek meningkat, reaksi kejutan, mata berkedip-kedip, insomnia, tremor,
kejang, , wajah tegang, gerakan lambat.
b.
Respon
Psikologis terhadap Kecemasan
1.
Perilaku;
Gelisah, tremor, gugup, bicara cepat dan tidak ada koordinasi, menarik diri,
menghindar.
2.
Kognitif;
Gangguan perhatian, konsentrasi hilang, mudah lupa, salah tafsir, bloking,
bingung, lapangan persepsi menurun, kesadaran diri yang berlebihan, kawatir
yang berlebihan, obyektifitas menurun, takut kecelakaan, takut mati dan
lain-lain.
3.
Afektif;
tidak sabar, tegang, neurosis,tremor, gugup yang luar biasanya, sangat gelisah,
dan lain-lain.
Penanganan gangguan kecemasan, pendekatan-pendekatan
psikologis berbeda satu sama lain dalam tekhnik dan tujuan penanganan
kecemasan. Tetapi pada dasarnya berbagai tekhnik tersebut sama-sama mendorong
klien untuk menghadapi dan tidak menghindari sumber-sumber kecemasan mereka.
Dalam menangani gangguan kecemasan dapat melalui beberapa pendekatan:
1.
Pendekatan-Pendekatan
Psikodinamika
Dari perspektif psikodinamika,
kecemasan merefleksikan energi yang dilekatkan kepada konflik-konflik tak sadar
dan usaha ego untuk membiarkannya tetap terepresi. Psikoanalisis tradisional
menyadarkan bahwa kecemasan klien merupakan simbolisasi dari konflik dalam diri
mereka. Dengan adanya simbolisasi ini ego dapat dibebaskan dari menghabiskan
energi untuk melakukan represi. Dengan demikian ego dapat member perhatian
lebih terhadap tugas-tugas yang lebih kreatif dan memberi peningkatan. Begitu
juga dengan yang modern, akan tetapi yang modern lebih menjajaki sumber
kecemasan yang berasal dari keadaaan hubungan sekarang daripada hubungan masa
lampau. Selain itu mereka mendorong klien untuk mengembangkan tingkah laku yang
lebih adaptif.
2.
Pendekatan-Pendekatan
Humanistik
Para tokoh humanistik percaya bahwa
kecemasan itu berasal dari represi sosial diri kita yang sesungguhnya.
Kecemasan terjadi bila ketidaksadaran antara inner self seseorangyang sesungguhnya dan kedok sosialnya mendekat
ke taraf kesadaran. Oleh sebab itu terapis-terapis humanistik bertujuan
membantu orang untuk memahami dan mengekspresikan bakat-bakat serta
perasaan-perasaan mereka yang sesungguhnya. Sebagai akibatnya, klien menjadi
bebas untuk menemukan dan menerima diri mereka yang sesunggguhnya dan tidak
bereaksi dengan kecemasan bila perasaan-perasaan mereka yang sesungguhnya dan
kebutuhan-kebutuhan mereka mulai muncul ke permukaan.
3.
Pendekatan-Pendekatan
Biologis
Pendekatan ini biasanya menggunakan
variasi obat- obatan untuk mengobati gangguan kecemasan. Diantaranya golongan benzodiazepine, valium dan Xanax. Meskipunbenzodiazepine mempunyai efek menenangkan tatapi
mengakibatkan depansi fisik adiksi (USDHHSS,1999a). orang-orang yang tergantung kedapanya dapat
mengalami serangkaian sintom putus zat bila mereka berhenti menggunakannya
dengan tiba-tiba. Obat antidepresi mempunyai efek antikecemasan dan anti panik selain jiga
mempunyai efek anti depresi
4.
Pendekatan-Pendekatan
Belajar
Efektifitas penanganan kecemasan
dengan pendekatan belajar telah banyak dibenarkan oleh beberapa riset. Inti
dari pendekatan belajar adalah usaha untuk membantu individu menjadi lebih
efektif dalam menghadapi situasi yang menjadi penyebab munculnya kecemasan
tersebut. Ada beberapa macam model terapi dalam pendekatan belajar, diantaranya:
a.
Pemaparan
Gradual
Metode ini membantu mengatasi fobia
ataupun kecemasan melalui pendekatan setapak demi setapak atau (stepwise) dari
pemaparan aktual terhadap stimulus fobik. Efektifitas terapi pemaparan
(exposure therapy) sudah sangat terbukti, membuat terapi ini sebagai terapi
pilihan untuk menangani fobia spesifik. Pemaparan gradual juga banyak dipakai
pada penanganan agorafobia. Terapi bersifat bertahap menghadapkan individu
yangagorafobik kepada situasi stimulus yang makin menakutkan, sasaran akhirnya
adalah kesuksesan individu ketika dihadapkan pada tahap terakhir yang merupakan
tahap terberattanpa ada perasaan tidak nyaman dan tanpa suatu dorongan untuk
menghindar. Keuntungan dari pemaparan gradual adalah hasilnya yang dapat
bertahan lama. Cara menanggulangi ataupun cara membantu memperkecil kecemasan.
b.
Rekonstruksi
Pikiran
Yaitu membantu individu untuk
berpikir secara logis apa yang terjadi sebenarnya.biasanya digunakan pada
seorang psikolog terhadap penderita fobia.
c. Flooding
Yaitu individu dibantu dengan memberikan stimulus yang paling membuatnya takut dan dikondisikan sedemikan rupa serta memaksa individu yang menderita anxiety untuk menghadapinya sendiri.
Yaitu individu dibantu dengan memberikan stimulus yang paling membuatnya takut dan dikondisikan sedemikan rupa serta memaksa individu yang menderita anxiety untuk menghadapinya sendiri.
d. Terapi Kognitif
Terapi yang dilakukan adalah melalui
pendekatan terapi perilaku rasional-emotif,terapi kognitif menunjukkan kepada
individu dengan fobia sosial bahwa kebutuhan-kebutuhan irrasional untuk
penerimaan-penerimaan sosial dan perfeksionisme melahirkankecemasan yang tidak
perlu dalam interaksi sosial. Kunci terapeutik adalah menghilangkan kebutuhan berlebih dalam penerimaan
sosial. Terapi kognitif berusaha mengoreksi keyakinan-keyakinan yang disfungsional. Misalnya, orang
dengan fobia sosial mungkinberpikir bahwa tidak ada seorangpun dalam suatu
pesta yang ingin bercakap-cakapdengannya dan bahwa mereka akhirnya akan
kesepian dan terisolasi sepanjang sisa hidupmereka. Terapi kognitif membantu
mereka untuk mengenali cacat-cacat logis dalam pikiranmereka dan membantu
mereka untuk melihat situasi secara rasional. Salah satu contohtekhnik kognitif
adalah restrukturisasi kognitif, suatu proses dimana terapis membantu
klienmencari pikiran-pikiran dan mencari alternatif rasional sehingga mereka
bisa belajar menghadapi situasi pembangkit kecemasan.
e. Terapi Kognitif Behavioral (CBT)
Terapi ini memadukan tehnik-tehnik
behavioral seperti pemaparan dan tehnik-tehnik kognitif seperti restrukturisasi
kognitif. Beberapa gangguan kecemasan yang mungkin dapatdikaji dengan
penggunaan CBT antara lain : fobia sosial, gangguan stres pasca trauma,gangguan
kecemasan menyeluruh, gangguan obsesif kompulsif dan gangguan panik.Pada fobia
sosial, terapis membantu membimbing mereka selama percobaan pada pemaparandan
secara bertahap menarik dukungan langsung sehingga klien mampu menghadapi
sendirisituasi tersebut.
CONTOH KASUS
NAMA
: RINA
PEKERJAAN
: SISWA SMP
UMUR
: 12 TAHUN
1.
LATAR BELAKANG MASALAH
Rina kelihatannya pintar dan selalu ingin melakukan yang
terbaik.Rina menyukai hal yang berhubungan dengan seni dan pandai melukis.
Tetapi ia sangat berbeda ketika diminta untuk mengerjakan soal-soal di depan
kelas. Ia sering mengeluhkan beberapa kata yang menurut dia tidak ada maknanya.
Ketakutan terhadap kemampuan membacanya menimbulkan masalah di sekolahnya, juga
dengan temannya. Ia kadang merasa marah akan sesuatu dan sulit menenangkan
diri, ia tampak khawatir terhadap segala hal, selalu cemas akan bencana yang
akan menimpah dirinya ketika ia berinteraksi dengan orang lain terutama
teman-teman di sekolahnya. Jika ia gagal menciptakan sesuatu seperti yang ia
harapkan, ia akan marah dan memukul ke segala arah dan membentur-benturkan
kepalanya di tembok. Di rumah, keluarga Rina sering melihat tingkah lakunya
yang selalu menunjukkan kecemasan dan kekhawatiran mengenai suatu hal yg
mengganggu tidurnya, ia selalu gelisah dan menyebabkannya jatuh sakit.
Kecemasannya itu membuat dia selalu menolak membaca buku pelajaran dan
selalu merasa takut untuk bersosialisasi dan berinteraksi dengan orang lain
karena tahu tidak terlalu banyak kata yang dikuasainya (LAB/UPF Ilmu Kedokteran Jiwa, 1994).
2.
CIRI-CIRI GANGGUAN GAD
o
Tidak
mampu membaca
o
Tidak
mampu memaknai kata
o
Tidak
mampu berinteraksi dengan orang lain secara baik
o
Sering
marah
o
Sulit
menenangkan diri
o
Emosional
agresif
o
Gangguan
tidur
o
Sering
sakit
o
Sering
khawatir
o
Menolak
membaca buku
o
Mengeluhkan
kata yang dibaca ynag menurutnya maknanya sangat sulit
o
Sulit
menenangkan diri
o
Memukul
kesegala arah dan membenturkan kepalanya ke tembok
3.
PENJELASAN GANGGUAN
Individu
yang menderita gangguan anxietas menyeluruh (GAD) ditandai oleh perasaan cemas,
sering kali dengan hal-hal kecil.Ciri utama GAD adalah rasa cemas.Orang dengan
GAD adalah pencemasan yang kronis.Mungkin mereka mencemaskan secara berlebihan
keadaan hidup mereka, seperti keuangan, kesejahteraan anak-anak, dan hubungan
sosial mereka. Menurut suatu study, 9 dari 10 orang dengan GAD melaporkan
kecemasan yang berlebihan bahkan mengenai hal-hal kecil (Sanderson & Barlow, 1990).
Anak-anak dengan gangguan ini mencemaskan prestasi akademik, atletik, dan aspek
sosial lain dari kehidupan sekolah. Ciri lain yang terkait adalah: merasa
tegang, waswas, atau khawatir, mudah lelah, mempunyai kesulitan berkonsentrasi
atau menemukan bahwa pikirannya menjadi kosong, iribilitas, ketegangan otot,
dan adanya gangguan tidur, seperti sulit untuk tidur, dan tidur yang gelisah
dan tidak memuaskan.
GAD cenderung merupakan suatu gangguan yang stabil, muncul
pada pertengahan remaja sampai pertengahan umur 20-an tahun dan kemudian
berlangsung sepanjang hidup. Gangguan ini muncul dua kali lebih banyak pada
perempuan dibandingkan pada laki-laki (APA, 2000; USDHHS,
1999a). Meskipun GAD secara tipikal kurang
intens dalam respons fisiologisnya dibandingkan dengan gangguan panik, distres
emosional yang diasosiasikan dengan GAD cukup parah untuk mengganggu kehidupan
orang sehari-hari. GAD sering ada bersama dengan gangguan lain seperti
depresi atau gangguan kecemasan lainnya seperti agorafobia dan
obsesif-kompulsif (Alloy, Lauren B dkk, 1996).
Dari kasus diatas, dapat disimpulkan bahwa orang
tersebut(Rina) menderita gangguan anxiety menyeluruh. Karena kita dapat
menemukan beberapa ciri penyakit dari gangguan anxiety menyeluruh.
4.
CARA MENANGANI
Terapi
yang digunakan untuk Gangguan Anxietas Menyeluruh
Pendekatan
Psikoanalisis, karena memandang gangguan anxietas menyeluruh berakar dari
konflik-konflik yang ditekan, sebagian besar psikoanalisis bekerja untuk
membantu pasien untuk menghadapi sumber-sumber konflik yang sebenarnya.
Penanganannya hampir sama dengan penanganan fobia. Satu studi tanpa kontrol menggunakan
intervensi psikodinamika yang memfokuskan pada konflik interpersonal dalam
kehidupan masa lalu dan masa kini pasien dan mendorong cara yang lebih adaptif
untuk berhubungan dengan orang lain pada saat ini, sama dengan para terapi
behavioral mendorong penyelesaian masalah sosial.
Pendekatan
Behavioral, para ahli klinis behavioral menangani kecemasan menyeluruh
dengan berbagai cara. Jika terapis menganggap kecemasan sebagai
serangkaian respons terhadap berbagai situasi yang diidentifikasi, apa yang
tampak sebagai kecemasan yang bebas mengalir dapat diformulasi ulang pada satu
fobia atau lebih atau kecemasan berisyarat. Sebagai contoh, seorang terapis
behavioral dapat menyimpulkan bahwa klien yang mengalami kecemasan menyeluruh
tampaknya lebih spesifik memiliki ketakutan untuk mengkritik dan dikritik orang
lain. Terapis perilaku harus memformulsi ulang apa yang awalnya tampak sebagai
GAD menjadi semacam fobia. Walaupun
demikian, dapat terjadi kesulitan untuk menemukan penyebab spesifik kecemasan
yang diderita pasien semacam itu. Kesulitan ini memicu para ahli klinis
behavioral untuk memberikan penanganan yang lebih umum, seperti training
relaksasi intensif, dengan harapan bahwa belajar untuk rileks ketika mulai
merasa tegang seiring mereka menjali hidup akan mencegah kecemasan berkembang
tanpa kendali. Para pasien diajarkan untuk melemaskan ketegangan tinkat rendah,
merespon kecemasan yang baru muncul dengan relaksasi dari pada dengan
kepanikan.
Terapis
kognitif-behavioral juga memakai kombinasi teknik untuk menangani gangguan
kecemasan menyeluruh (GAD).Termasuk dalam teknik-teknik ini adalah pelatihan
keterampilan self-relaxation; belajar untuk mengganti pikiran-pikiran
intrusif dan mencemaskan dengan pikiran-pikiran yang adaptif; belajar keterampilan-keterampilan untuk dekatastrofisasi
(menghindari kecenderungan untuk berpikir yang buruk). Dalam studi yang
terkontrol, pendekatan kognitif-behavioral dalam menangani GAD telah
menunjukkan manfaat yang lebih besar dibandingkan kondisi terkontrol lain atau
terapi alternatif lain (Barlow, esler & Vitali, 1998; DeRubies &
Crits-Cristoph, 1998; Ladouceur dkk, 2000).
KESIMPULAN
Orang-orang yang menderita gangguan anxietas
menunjukkan kekhawatiran berlebihan yang sebenarnya tidak perlu. DSM-IV-TR
membuat enam diagnosis utama: gangguan fobik, gangguan panik, gangguan anxietas
menyeluruh, gangguan obsesif-kompulsif, gangguan stress pasca trauma, dan
gangguan stress akut.
Fobia adalah ketakutan luar biasa
yang tidak masuk akal yang mengganggu kehidupan seseorang yang sebenarnya
normal.Gangguan ini relative umum terjadi. fobia sosial adalah
ketakutan terhadap situasi sosialdimana seseorang mungkin diamati oleh orang
lain. Fobia spesifik mencakup ketakutan terhadap hewan, ketinggian, tempat
tertutup, dan darah serta penyuntikan.
Pandangan psikoanalis tentang fobia
adalah fobia merupakan pertahanan terhadap konflik yang ditekan. Para teoris
behavioral mempunyai beberapa pemikiran mengenai terjadinya fobia melalui
pengondisian klasik, pemasangan suatu objek atau situasi yang tidak berbahaya
dengan suatu kejadian traumatik; melalui pengondisian operant, dimana seseorang
mendapatkan hadiah dengan melakukan penghindaran; melalui modeling, meniru
ketakutan dan penghindaran orang lain; dan melalui kognisi, dengan
menganggapkecelakaan sosial sebagai suatu bencana yang sebenarnya dapat
dipahami dengan cara yang tidak terlalu negative. Namun, tidak semua orang yang
memiliki pengalaman semacam itu kemudian menderita fobia. Kemungkinan terdapat
diathesis fisiologis yang diturunkan secara genetik yang memicu beberapa orang
menderita fobia.
Pasien yang mengalami gangguan panic
mengalami serangan kecemasan luar biasa secara mendadak, tanpa dapat dipahami,
dan periodik. Serangan panik kadangkala memicu ketakutan dan penghindaran untuk
berada diluar rumah, yang dikenal sebagai agoraphobia.
Gangguan panik terjadi dalam
keluarga, mengindikasikan kemungkinan diathesis genetik. Teori-teori psikologis
tentang serangan panik menyatakan bahwa serangan tersebut dikondisikan secara
klasik terhadap berbagai sensasi fisik internal atau sensasi tersebut dipahami
secara salah, dan mengakibatkan terjadinya serangan panik.
Dalam gangguan anxietas menyeluruh,
yang terkadang disebut free-floating anxiety, individu dikuasai dengan
ketegangan, kecemasan, dan kekhawatiran yang hamper selalu dialami.
Teori psikoanalisis mengenai
penyebab gangguan anxietas menyeluruh merupakan konflik bawah sadar antara ego
dan impuls-impuls id. Teori-teori kognitif-behavioral menyatakan bahwa gangguan
tersebut disebabkan oleh proses-proses kognitif yang menyimpang. Pendekatan
biologis memfokuskan pada neurotransmitter GABA, yang jumlahnya mungkin kurang
pada penderita gangguan tersebut.
Orang-orang yang menderita gangguan
obsesif-kompulsif memiliki pemikiran yang mengganggu serta tidak dikehendaki
dan merasakan dorongan kuat untuk melakukan ritual stereotip yang jika tidak
dilakukan akanmenyebabkan merasa dikuasai tingkat kecemasan yang menakutkan.
Gangguan ini dapat melumpuhkan, tidak hanya mengganggu kehdupan orang yang
mengalaminya namun juga orang-orang didekat si penderita.
Menurut Teori Psikoanalisis gangguan obsesif-kompulsif disebabkan oleh dorongan
instingtual, seksual, atau agresif yang tidak dapat dikendalikan karena toilet
training yang terlalu keras. Yang bersangkutan kemudian terfiksasi pada tahap
anal. Simtom-simtom yang muncul dianggap mencerminkan hasil perjuangan antara
id dan mekanisme pertahanan; kadangkala insting agresif id mendominasi,
kadangkala mekanisme pertahanan yang mendominasi. Sebagai contoh, ketika
pikiran obsesif untuk membunuh muncul, saat itu dorongan id mendominasi. Namun
demikian, lebih sering simtom-simtom yang muncul mencerminkan bekerjanya salah
satu mekanisme pertahanan yang hanya separuh berhasil.
Gangguan
Stress Pascatrauma adalah masa setelah pengalaman traumatis dimana seseorang
mengalami peningkatan kemunculan, penolakan stimuli yang diasosiasikan dengan
kejadian traumatis yang dialami, dan kecemasan yang disebabkan oleh ingatan
terhadap peristiwa tersebut
Ditandai
dengan adanya kejadian traumatis. Simtom-simtom PTSD dikategorikan menjadi 3
kelompok utama: (a) Mengalami Kembali kejadian traumatis, (b) Penghindaran
stimuli yang diasosiasikan dengan kejadian terkait atau Mati rasa dalam
responsivitas dan (c)
Simtom-simtom peningkatan ketegangan
Kecemasan merupakan suatu sensasi aphrehensif atau takut
yang menyeluruh. Dan hal ini merupakan suatu kewajaran atau normal saja, akan
tetapi bila hal ini terlalu berlebihan maka dapat menjadi suatu yang abnormal.
Sedangkan gangguan kecemasan yang menyeluruh adalah suatu tipe gangguan
kecemasan yang melibatkan kecemasan persisten yang sepertinya “mengapung bebas”
(Free floating) atau tidak terikat
pada suatu yang spesifik.
DAFTAR PUSTAKA
Alloy, Lauren B dkk. 1996. Abnormal Psychology.
Amerika: Mc Graw-Hill, INC.
At Kinson, Rita L dkk. 2010. Pengantar Psikologi.
Tangerang: Interaksara.
Berry,
Ruth. 2001. Freud. Seri Siapa Dia?. Jakarta: Erlangga.
Daradjat, Zakiah. 1975. Kesehatan Mental. Jakarta:
P.T. Gunung Agung.
Kuswara, E. 1991. Teori-Teori
Kepribadian. Bandung: PT. Eresco
Makalah online. http://www.scribd.com/doc/52579464/MAKALAH-KECEMASAN-EDIT.
Makalah online. http://www.scribd.com/doc/52579464/MAKALAH-KECEMASAN-EDIT.
LAB/UPF Ilmu Kedokteran Jiwa. 1994. Pedoman
Diagnosis Dan Terapi. Surabaya: Fakultas kedokteran Universitas Airlangga
dan RSUD Dr. Soetomo.
Panggabean, L. (2003). Pengembangan
Kesehatan Perkotaan ditinjau dari Aspek Psikososial. (makalah). Direktorat
Kesehatan Jiwa Masyarakat DepKes. Rs. Tidak dipublikasikan.
R, Budimoeljono. Seri Sikap Hati.
Kecemasan. Artikel (Online). Malang: Gandum Mas.
Semiun, Yustinus. 2006. Kesehatan Mental 2. Yogyakarta:
Penerbit Kanisius.
Supratinya, A. 1995. Mengenal Perilaku
Abnormal. Yogyakarta: Kanisius.
Sutardjo A. Wiramihardja. 2005. Pengantar
Psikologi Abnormal. Bandung: PT. Refika Aditama.
0 komentar:
Posting Komentar