JUDUL RESENSI:
MEMERANGI PORNOGRAFI ANAK
TUGAS MATA KULIAH: PSIKOLOGI
INDUSTRI DAN ORGANISASI
NAMA:
IRWANTO
NIM.
163104101125
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
UMUM
UNIVERSITAS
PROKLAMASI 45 YOGYAKARTA
Di
era keterbukaan saat ini, pornografi merupakan isu yang sangat seksi. Keren
informasi yang terbuka lebar setelah 1998tampaknya tak di sia-siakan jaringan
pelaku kejahatan pornografi. Motifnya cukup beragam: bisnis, kejahatan seks,
eksploitasi ekonomi, sampai perdangangan anak-anak. Meski Undang-undang Nomor
44 Tahun 2008 tentang Pornografi telah lama terbit, secara faktual pornografi
masih tumbuh pesat dan menjamur. Konten pornografi mudah ditemukan dalam bentuk
gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak,
animasi, kartun, percakapan dan gerak tubuh.
Menurut
studi yang dimuat Journal of Sexual Medicine online, ada tiga tipe pengguna
pornografi yaitu (1) pengguna dengan tujuan rekreasi, penggna dalam kategori
ini paling banyak mencapai 75 persen. (2) pengguna yang kompulsif, mereka
rata-rata menonton yang porno di rumah, kantor atau tempat lain yang nyaman
dengan durasi sekitar 17 menit setiap minggu. (3) pengguna yang tertekan,
kelompok ini diperkirakan berjumlah sekitar 11,8 persen. Walau jumlahnya lebih
sedikit dibandingkan dengan dua kelmok lain, kebiasaan mereka menonton jauh
lebih banyak. Kelompok ini rata-rata menonton materi pornografi 110 menit
setiap minggu.
Pencegahan
optimal, tampaknya tak berlebihan jika industri pornografi telah menjadi
penumpang gelap pada agenda besar reformasi. Produksi pornografi terus
bertambah, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Tentu keadaan ini tak
boleh dibiarkan apabila kita mengingingkan masa depan bangsa yang lebih baik. Respon
kebijakan setidaknya terdapat beberapa sejumlah upaya yang dapat dilakukan
adalah sebagai berikut: (1) pemastian sistem proteksi, upaya proteksi negara
dari bahaya pornografi di internet cukup beragam. Kebijakan pemerintah yang
ditetapkan berkorelasi dengan pilihan adopsi sistem pemerintahan di setiap
negara. (2) kriminalisasi pelaku dan jaringan bisnis, seharusnya tidak ada
toleransi bagi pebisnis pornografi, apalagi yang menjadikan anak-anak sebagai
objek, sangat berbahaya. (3) literasi internet sehat dan (4) pembudayaan nol
pornografi.
Referensi
Susanto.
(23 Maret 2017). Opini: Memerangi
pornografi anak. Kompas. Terbit: Hari Kamis. Halaman 6.
0 komentar:
Posting Komentar