GURU PERDULI KESEJAHTERAAN SISWA
NAMA : RATIH SETIYANINGSIH
NIM : 16.310.410.1140
MATA KULIAH:
PSIKOLOGI UMUM 2
Guru adalah profesi yang mulia. Makna
guru sedemikian tingginya karena terkait
dengan fungsi guru, yaitu sebagai seorang pendidik. Guru adalah profesi yang
mengembangkan manusia menuju kemuliaan, menuju diri terbaik, dan mengembangkan
potensinya sehingga menjadi actual. Mendefinisikan guru yang baik tidak semudah
menyebut namanya. Ada banyak daftar kompetensi yang dapat menjadi ukuran guru
yang baik. Secara konseptual guru sebagai tenaga professional harus memenuhi
berbagai persyaratan kompetensi untuk menjalankan tugas dan kewenangannya
secara professional, sementara kondisi nyata di lapangan masih jauh dari yang
diharapkan, baik secara kuantitas, kualitas maupun profesionalitas guru.
Persoalan ini masih ditambah dengan
adanya berbagai tantangan ke depan yang masih kompleks di era global.
Hubungan
guru dan siswa bukanlah hubungan antara “mulut dan telinga” tetapi hubungan dua
manusia secara totalitas baik fisik, psikis, sosial dan spiritual. Seorang guru tidak lebih dari sekedar robot
bila dirinya tidak perduli dnegan perasaan siswa, harga diri siswa, atau apa
yang baru saja terjadi pada siswanya.
Menurut Parsons, Hinson &
Sardo-Brown (2001), seorang guru berperan sebagai konselor. Guru seharusnya
menjadi sosok yang memahami siswanya sebagai manusia lengkap yang ketika
belajar membawa hatinya, perasaannya, kesedihannya, maupun membawa
keinginan-keinginannya. Tipe guru yang mendekati siswanya dengan menyentuh
perasaannya, memperdulikan apa yang dirasakan siswa, memikirkan efek pada harga
diri siswa, perlu dikembangkan. Kalau kita mengatakan bahwa konselor hanyalah
tugas guru pembimbing sehingga kita bisa seenaknya bertindak terhadap siswa dan
tidak terlibat mengatasi masalah mereka, maka kita telah melepaskan peran kita
sebagai orang yang harus perduli dengan masalah dan kehidupan pribadi siswa.
Menurut
Rogers (dalam Palmer 2003) pendidikan menuntut perlunya perilaku guru yang
menerima siswa sesuai dengan budayanya. Guru dan tenaga kependidikan juga perlu
menghargai siswa. Budaya senyum, sapa dan salam dapat menjadi pilihan untuk
menjadi awal terciptanya sikap saling menghargai. Berkomunikasi secara santun,
menghargai ide dan karya orang lain, menghormati hak orang lain dan menghargai
siapa pun termasuk tukang kebun dapat menjadi cermin dari sikap penghargaan kepada orang lain.
semangat “asih dan asuh” perlu dikembangkan antara guru, tenaga kependidikan,
dan siswa dlam interaksi sehari-hari. Guru perlu menunjukkan pennghargaan
kepada siswa melalui sapaan dan perhatian, pujian dan komentar positif,
ekspresi positif (senyum), menghargai karya siswa, menghargai ide / pendapat
siswa, menghargai usaha siswa, dan menghindari tindakan yang melecehkan siswa.
Contohnya,
ketika siswa melakukan kesalahan atau
ketidakmampuan maka sampaikanlah secara personal dan rahasia. Ketika
menyampaikan umpan balik negative maka arahkan kepada seluruh siswa, tidak
menunjuk pada siswa tertentu. Mengembangkan pembelajaran afektif, tidak saja
mengasah kemampuan kognitif siswa, tetapi juga memfasilitasi perkembangan aspek
kepribadian sehingga siswa diharapkan dapat mencapai tingkat pertumbuhan
pribadi yang optimal dalam suasana pembelajaran yang aman, saling menghargai
dan memperhatikan perasaan siswa.
Kesimpulannya, peran guru yang
demikian penting dalam pemuliaan manusia perlu dikembangkan ke arah jalur yang
tepat. Setiap guru dapat berperan menjaga dan mengembangkan kesejahteraan
siswanya. Langkah pertamanya adalah memulai dari diri sendiri dengan
mengembangkan pemahaman yang benar tentang anak, mengembangkan suasana dan
lingkungan yang konduktif, menghargai setiap anak, memperlakukan siswa sebagai
insan yang bermartabat, mengembangkan komunikasi apresiatif, mengembangkan
metode pembelajaran afeksi-kepribadian, dan mengembangkan sikap saling
menghargai antar pihak sekolah lainnya.
DAFTAR PUSTAKA :
Miller,
J.P (2002). Cerdas di Kelas Sekolah
Kepribadian. Rangkuman Model Pengembangan Kepribadian dalam Pendidikan Berbasis
Kelas(disadur oleh Abdul Munir Mulkhan) .Yogyakarta:Kreasi Wacana.
Palmer,
J.A (editor).(2003). 50 Pemikir
Pendidikan. Dari Piaget Sampai Masa Sekarang.(terjemahan: Farid Assifa).Yogyakarta:Penerbit
Jendela.
0 komentar:
Posting Komentar