14.4.17

ARTIKEL PSIKOLOGI UMUM 2 : GURU PERDULI KESEJAHTERAAN SISWA

GURU PERDULI KESEJAHTERAAN SISWA



NAMA             : RATIH SETIYANINGSIH
NIM                 : 16.310.410.1140
MATA KULIAH: PSIKOLOGI UMUM 2

Guru adalah profesi yang mulia. Makna guru sedemikian  tingginya karena terkait dengan fungsi guru, yaitu sebagai seorang pendidik. Guru adalah profesi yang mengembangkan manusia menuju kemuliaan, menuju diri terbaik, dan mengembangkan potensinya sehingga menjadi actual. Mendefinisikan guru yang baik tidak semudah menyebut namanya. Ada banyak daftar kompetensi yang dapat menjadi ukuran guru yang baik. Secara konseptual guru sebagai tenaga professional harus memenuhi berbagai persyaratan kompetensi untuk menjalankan tugas dan kewenangannya secara professional, sementara kondisi nyata di lapangan masih jauh dari yang diharapkan, baik secara kuantitas, kualitas maupun profesionalitas guru. Persoalan  ini masih ditambah dengan adanya berbagai tantangan ke depan yang masih kompleks di era global.
Hubungan guru dan siswa bukanlah hubungan antara “mulut dan telinga” tetapi hubungan dua manusia secara totalitas baik fisik, psikis, sosial dan spiritual.  Seorang guru tidak lebih dari sekedar robot bila dirinya tidak perduli dnegan perasaan siswa, harga diri siswa, atau apa yang baru saja terjadi pada siswanya.
            Menurut Parsons, Hinson & Sardo-Brown (2001), seorang guru berperan sebagai konselor. Guru seharusnya menjadi sosok yang memahami siswanya sebagai manusia lengkap yang ketika belajar membawa hatinya, perasaannya, kesedihannya, maupun membawa keinginan-keinginannya. Tipe guru yang mendekati siswanya dengan menyentuh perasaannya, memperdulikan apa yang dirasakan siswa, memikirkan efek pada harga diri siswa, perlu dikembangkan. Kalau kita mengatakan bahwa konselor hanyalah tugas guru pembimbing sehingga kita bisa seenaknya bertindak terhadap siswa dan tidak terlibat mengatasi masalah mereka, maka kita telah melepaskan peran kita sebagai orang yang harus perduli dengan masalah dan kehidupan pribadi siswa.
Menurut Rogers (dalam Palmer 2003) pendidikan menuntut perlunya perilaku guru yang menerima siswa sesuai dengan budayanya. Guru dan tenaga kependidikan juga perlu menghargai siswa. Budaya senyum, sapa dan salam dapat menjadi pilihan untuk menjadi awal terciptanya sikap saling menghargai. Berkomunikasi secara santun, menghargai ide dan karya orang lain, menghormati hak orang lain dan menghargai siapa pun termasuk tukang kebun dapat menjadi cermin  dari sikap penghargaan kepada orang lain. semangat “asih dan asuh” perlu dikembangkan antara guru, tenaga kependidikan, dan siswa dlam interaksi sehari-hari. Guru perlu menunjukkan pennghargaan kepada siswa melalui sapaan dan perhatian, pujian dan komentar positif, ekspresi positif (senyum), menghargai karya siswa, menghargai ide / pendapat siswa, menghargai usaha siswa, dan menghindari tindakan yang melecehkan siswa.
Contohnya, ketika siswa melakukan  kesalahan atau ketidakmampuan maka sampaikanlah secara personal dan rahasia. Ketika menyampaikan umpan balik negative maka arahkan kepada seluruh siswa, tidak menunjuk pada siswa tertentu. Mengembangkan pembelajaran afektif, tidak saja mengasah kemampuan kognitif siswa, tetapi juga memfasilitasi perkembangan aspek kepribadian sehingga siswa diharapkan dapat mencapai tingkat pertumbuhan pribadi yang optimal dalam suasana pembelajaran yang aman, saling menghargai dan memperhatikan perasaan siswa.
            Kesimpulannya, peran guru yang demikian penting dalam pemuliaan manusia perlu dikembangkan ke arah jalur yang tepat. Setiap guru dapat berperan menjaga dan mengembangkan kesejahteraan siswanya. Langkah pertamanya adalah memulai dari diri sendiri dengan mengembangkan pemahaman yang benar tentang anak, mengembangkan suasana dan lingkungan yang konduktif, menghargai setiap anak, memperlakukan siswa sebagai insan yang bermartabat, mengembangkan komunikasi apresiatif, mengembangkan metode pembelajaran afeksi-kepribadian, dan mengembangkan sikap saling menghargai antar pihak sekolah lainnya.

DAFTAR PUSTAKA :
Miller, J.P (2002). Cerdas di Kelas Sekolah Kepribadian. Rangkuman Model Pengembangan Kepribadian dalam Pendidikan Berbasis Kelas(disadur oleh Abdul Munir Mulkhan) .Yogyakarta:Kreasi Wacana.
Palmer, J.A (editor).(2003). 50 Pemikir Pendidikan. Dari Piaget Sampai Masa Sekarang.(terjemahan: Farid Assifa).Yogyakarta:Penerbit Jendela.

           

           

                       


0 komentar:

Posting Komentar