PENDIDIKAN KARAKTER REMAJA DALAM KELUARGA
NAMA : RATIH SETIYANINGSIH
NIM : 16.310.410.1140
MATA KULIAH:
PSIKOLOGI SOSIAL
Anak
adalah pusat pendidikan dan pembelajaran dalam keluarga. Pendidikan yang
diberikan oleh orang tua kepada anak hendaknya beorientasi pada kebutuhan anak
sebagai makhluk biopsikososialreligius serta menggunakan cara-cara yang sesuai
dengan perkembangan anak, baik perkembangan fisik-biologisnya, perkembangan
psikisnya, perkembangan sosial serta perkembangan religiositasnya. Pendidikan
bagi remaja hendaknya mengacu pada prinsip pendidikan orang dewasa.
Pendidikan karakter merupakan upaya
integrative dan komprehensif yang bertujuan membentuk dan mengembangkan potensi
kemanusiaan sehingga menghasilkan generasi yang kompeten dan berwatak
(berakhlak) mulia. Upaya ini harus melibatkan semua pihak, keluarga, sekolah
dan masyarakat.
Pembentukan dan pendidikan karakter
tidak akan berhasil selama tidak ada harmonisasi dan kesinambungan antara
ketiga lingkungan tersebut.
Menurut
McComb dan Whisler (1997), bahwa dalam pembelajaran yang berpusat pada peserta
didik (anak), ada lima factor penting yang harus diperhatikan, yaitu factor
metakognitif dan kognitif, factor afektif, factor perkembangan, factor pribadi
dan sosial dan factor perbedaan individual. Factor metakognitif dan kognitif
menggambarkan bagaimana anak berpikir dan mengingat, serta penggambaran
factor-factor yang terlibat dalam proses bentukan makna informasi dan
pengalaman. Factor afektif menggambarkan bagaimana keyakinan, emosi dan
motivasi memengaruhi cara seseorang menerima situasi pembelajaran, seberapa
banyak orang belajar dan usaha yang mereka lakukan untuk mengikuti
pembelajaran. Kondisi emosi seseorang, keyakinan tentang kompetensi pribadinya,
harapannya terhadap kesuksesan, minat pribadi dan tujuan belajar, semua itu
mempengaruhi bagaimana motivasi anak untuk belajar. Factor perkembangan
menggambarkan kondisi fisik, intelektual, dan emosional dipengaruhi oleh factor
genetic yang unik dan factor lingkungan. Factor keempat, yaitu factor pribadi
dan sosial menggambarkan bagaimana orang lain
berperan dalam proses pembelajaran dan cara-cara orang belajar dalam
kelompok. Factor keempat ini mencerminkan bahwa dalam interaksi sosial, orang
akan saling belajar dan dapat saling menolong melalui saling berbagi perspektif
individual. Terakhir, factor perbedaan individual menggambarkan bagaimana latar
belakang individu yang unik dan kapasitas masing-masing berpengaruh dalam
pembelajaran. Factor-factor ini membantu menjelaskan mengapa individu
mempelajari sesuatu yang berbeda, waktu yang berbeda, dan dengan cara-cara yang
berbeda pula.
Menurut John Dewey (2005), bahwa
pembelajaran sejati lebih berdasar pada penjelajahan yang terbimbing dengan pendampingan daripada sekedar
transmisi pengetahuan. Pembelajaran memberikan kesempatan dan pengalaman dalam
proses pencarian informasi,
menyelesaikan masalah, dan membuat keputusan bagi kehidupan pembelajar sendiri.
Kegiatan pembelajaran dimulai dari “apa yang diketahui anak.” Orang
tua/guru/tokoh masyarakat tidak dapat mengindoktrinasi gagasannya supaya anak
mengganti gagasan yang telah dimiliki. Arsitek pengubah gagasan anak adalah
anak sendiri sementara orangtua/guru/tokoh masyarakat berperan sebagai fasilitator
dan penyedia kondisi supaya proses belajar dapat berlangsung efektif. Melalui
pembelajaran yang berpusat pada anak yang berdasar pada filosofi kontruktivisme
ini maka fungsi orang tua/guru/ tokoh masyarakat berubah dari pengajar menjadi
mitra pembelajaran (fasilitator).
Orang
tua mampu memberikan teladan, mampu memberikan motivasi dan semangat belajar,
serta mampu mendorong dan menguatkan anak untuk terus menerus meningkatkan
kualitas diri. Belajar dari pengalaman dalam keluarga dapat diterapkan bagi semua
anggota keluarga melalui kehidupan sehari-hari. Misalnya, untuk memberikan
kemampuan berdisiplin dan bertanggung jawab, anggota keluarga dapat memilih
sendiri pekerjaan rumah tangga yang menjadi tugas dan tanggung jawabnya. Dalam
pelaksanaan tugas tersebut anggota keluarga memonitor sendiri pelaksanaannya
serta mendapatkan umpan balik dari anggota keluarga yang lain. misalnya, kakak
memilih untuk tugas menyiram pot bunga maka ibu, bapak dan adik dapat
memberikan umpan balik atas kinerja kakak. Demikian juga untuk penanaman
kebiasaan baik, misalnya:kejujuran, kerja keras, suka menolong, dilakukan
melalui keteladan nyata dan umpan balik bersama seluruh anggota keluarga.
Dari
uraian diatas, dapat disimpulkan pendidikan karakter remaja dalam keluarga
merupakan amanah bagi kita semua. Pemahaman tentang hakikat pendidikan keluarga
serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari merupakan wujud tanggung jawab
kita bersama. Kontribusi nyata kita dalam mewujudkan generasi muda yang
berkualitas sangat diperlukan demi kejayaan bangsa Indonesia.
DAFTAR
PUSTAKA :
Harsono dan Dwiyanto, D. (2015). Pembelajaran Berpusat Mahasiswa.
Yogyakarta:Pusat Pengembangan Pendidikan UGM.
Kementerian Pendidikan Nasional.
(2011). Naskah Akademik Pendidikan
Karakter Di Perguruan Tinggi. Jakarta:Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi.
0 komentar:
Posting Komentar