22.4.17

ARTIKEL PSIKOLOGI SOSIAL : PENDIDIKAN KARAKTER REMAJA DALAM KELUARGA

                           PENDIDIKAN KARAKTER REMAJA DALAM KELUARGA


NAMA             : RATIH SETIYANINGSIH
NIM                 : 16.310.410.1140
MATA KULIAH: PSIKOLOGI SOSIAL


     Anak adalah pusat pendidikan dan pembelajaran dalam keluarga. Pendidikan yang diberikan oleh orang tua kepada anak hendaknya beorientasi pada kebutuhan anak sebagai makhluk biopsikososialreligius serta menggunakan cara-cara yang sesuai dengan perkembangan anak, baik perkembangan fisik-biologisnya, perkembangan psikisnya, perkembangan sosial serta perkembangan religiositasnya. Pendidikan bagi remaja hendaknya mengacu pada prinsip pendidikan orang dewasa.
Pendidikan karakter merupakan upaya integrative dan komprehensif yang bertujuan membentuk dan mengembangkan potensi kemanusiaan sehingga menghasilkan generasi yang kompeten dan berwatak (berakhlak) mulia. Upaya ini harus melibatkan semua pihak, keluarga, sekolah dan masyarakat.
Pembentukan dan pendidikan karakter tidak akan berhasil selama tidak ada harmonisasi dan kesinambungan antara ketiga lingkungan tersebut.
     Menurut McComb dan Whisler (1997), bahwa dalam pembelajaran yang berpusat pada peserta didik (anak), ada lima factor penting yang harus diperhatikan, yaitu factor metakognitif dan kognitif, factor afektif, factor perkembangan, factor pribadi dan sosial dan factor perbedaan individual. Factor metakognitif dan kognitif menggambarkan bagaimana anak berpikir dan mengingat, serta penggambaran factor-factor yang terlibat dalam proses bentukan makna informasi dan pengalaman. Factor afektif menggambarkan bagaimana keyakinan, emosi dan motivasi memengaruhi cara seseorang menerima situasi pembelajaran, seberapa banyak orang belajar dan usaha yang mereka lakukan untuk mengikuti pembelajaran. Kondisi emosi seseorang, keyakinan tentang kompetensi pribadinya, harapannya terhadap kesuksesan, minat pribadi dan tujuan belajar, semua itu mempengaruhi bagaimana motivasi anak untuk belajar. Factor perkembangan menggambarkan kondisi fisik, intelektual, dan emosional dipengaruhi oleh factor genetic yang unik dan factor lingkungan. Factor keempat, yaitu factor pribadi dan sosial menggambarkan bagaimana orang lain  berperan dalam proses pembelajaran dan cara-cara orang belajar dalam kelompok. Factor keempat ini mencerminkan bahwa dalam interaksi sosial, orang akan saling belajar dan dapat saling menolong melalui saling berbagi perspektif individual. Terakhir, factor perbedaan individual menggambarkan bagaimana latar belakang individu yang unik dan kapasitas masing-masing berpengaruh dalam pembelajaran. Factor-factor ini membantu menjelaskan mengapa individu mempelajari sesuatu yang berbeda, waktu yang berbeda, dan dengan cara-cara yang berbeda pula.
Menurut John Dewey (2005), bahwa pembelajaran sejati lebih berdasar pada penjelajahan yang terbimbing  dengan pendampingan daripada sekedar transmisi pengetahuan. Pembelajaran memberikan kesempatan dan pengalaman dalam proses pencarian  informasi, menyelesaikan masalah, dan membuat keputusan bagi kehidupan pembelajar sendiri. Kegiatan pembelajaran dimulai dari “apa yang diketahui anak.” Orang tua/guru/tokoh masyarakat tidak dapat mengindoktrinasi gagasannya supaya anak mengganti gagasan yang telah dimiliki. Arsitek pengubah gagasan anak adalah anak sendiri sementara orangtua/guru/tokoh masyarakat berperan sebagai fasilitator dan penyedia kondisi supaya proses belajar dapat berlangsung efektif. Melalui pembelajaran yang berpusat pada anak yang berdasar pada filosofi kontruktivisme ini maka fungsi orang tua/guru/ tokoh masyarakat berubah dari pengajar menjadi mitra pembelajaran (fasilitator).
     Orang tua mampu memberikan teladan, mampu memberikan motivasi dan semangat belajar, serta mampu mendorong dan menguatkan anak untuk terus menerus meningkatkan kualitas diri. Belajar dari pengalaman dalam keluarga dapat diterapkan bagi semua anggota keluarga melalui kehidupan sehari-hari. Misalnya, untuk memberikan kemampuan berdisiplin dan bertanggung jawab, anggota keluarga dapat memilih sendiri pekerjaan rumah tangga yang menjadi tugas dan tanggung jawabnya. Dalam pelaksanaan tugas tersebut anggota keluarga memonitor sendiri pelaksanaannya serta mendapatkan umpan balik dari anggota keluarga yang lain. misalnya, kakak memilih untuk tugas menyiram pot bunga maka ibu, bapak dan adik dapat memberikan umpan balik atas kinerja kakak. Demikian juga untuk penanaman kebiasaan baik, misalnya:kejujuran, kerja keras, suka menolong, dilakukan melalui keteladan nyata dan umpan balik bersama seluruh anggota keluarga.
     Dari uraian diatas, dapat disimpulkan pendidikan karakter remaja dalam keluarga merupakan amanah bagi kita semua. Pemahaman tentang hakikat pendidikan keluarga serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari merupakan wujud tanggung jawab kita bersama. Kontribusi nyata kita dalam mewujudkan generasi muda yang berkualitas sangat diperlukan demi kejayaan bangsa Indonesia.


DAFTAR PUSTAKA :

Harsono dan Dwiyanto, D. (2015). Pembelajaran Berpusat Mahasiswa. Yogyakarta:Pusat Pengembangan Pendidikan UGM.
Kementerian Pendidikan Nasional. (2011). Naskah Akademik Pendidikan Karakter Di Perguruan Tinggi. Jakarta:Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi.
    
    
    



0 komentar:

Posting Komentar