KRISIS MORAL,
KRISIS SUPER EGO?
Ana Istiqomah (16.310.410.1126)
Psikologi Umum II
Seperti yang dapat kita lihat, anak muda
jaman sekarang banyak yang mengalami krisis moral. Mulai dari pakaian mereka
yang seperti kekurangan bahan, sopan santun yang minim, narkoba, mabuk-mabukan,
hingga free sex yang seperti sudah “dimaklumi”. Ironis, terlebih bila kita
mendengar quotes semacam: pemuda
adalah masa depan bangsa. Baiklah, memang tak semua anak muda berperilaku
demikian, dan bagi anak muda yang berperilaku demikian pun pasti ada alasannya.
Dalam dunia psikologi, kita tentu tahu
dengan teori Sigmund Freud tentang id,
ego, dan super ego. Id merupakan representasi psikis kebutuhan-kebutuhan
biologis individu. Pekerjaan ego adalah menghubungkan individu dengan realitas
dunia melalui alam sadar yang dia tempati, dan dia mencari objek-objek untuk
memuaskan keinginan dan nafsu yang dimunculkan id untuk merepresentasi apa yang
dibutuhkan individu. Ego bekerja berdasar prinsip-prinsip realitas. Sedangkan
super ego, ia memiliki dua sisi yaitu nurani dan ego ideal. Nurani berasal dari
internalisasi hukuman dan peringatan, sedangkan ego ideal berasal dari pujian
dan contoh-contoh positif yang diberikan kepada anak-anak.
Jadi, apa korelasi antara id, ego dan super ego dengan perilaku anak muda yang “krisis moral”?
Menurut saya, hal ini berawal dari media
massa. Media massa kita lebih banyak mengumbar hal-hal berbau kesenangan
ketimbang pendidikan. Seperti contoh di film-film atau novel-novel yang menokohkan
seorang badboy, playboy, penyuka clubbing, penyuka berkelahi, penganut
aliran free sex is allowed dan
semacamnya dengan setting tokoh yang ganteng atau cantik, keren, dan
segala-gala hal yang dianggap sempurna di mata konsumen. Atau selain itu, artis-artis
yang sering muncul di televisi menggunakan gaun yang sebenarnya “kekurangan
bahan” namun malah terlihat “wow”. Karena pada dasarnya manusia menyukai
keindahan, dan “keindahan” semacam itulah yang sering diagung-agungkan penikmat
kesenangan. Ditunjang dengan konsumsi acara televisi pun media lain yang
memberi kesenangan lebih laris dibanding pendidikan. Maka hal ini menjadi stereotype tersendiri di kalangan anak muda.
Dalam hidup, setiap manusia selalu
mengalami proses memilih. Dalam proses inilah perang batin terjadi. Antara id
(nafsu dan keinginan) dan super ego.
Keinginan untuk terlihat, diakui, untuk
menunjukkan eksistensinya, mendorong anak muda untuk meniru gaya hidup yang
dinggapnya keren dan “laku di pasaran”. Namun, di sisi lain, superego menunjukkan kepada ego bahwa ada nilai-nilai moral yang
harus ditaati serta hukuman yang akan
menjadi konsekuensi dari tindakan itu. Bagi anak muda yang sedari kecil sudah
dididik dengan benar dan paham bahwa setiap konsekuensi dari segala tindakannya
akan menimbulkan respon dari dan untuk lingkungannya, ia bisa saja tidak akan
menuruti kemauan id tersebut. Namun, sebaliknya, anak yang lebih
dominan idnya dan kurangnya referensi
si super ego untuk menjaga ego, maka anak tersebut cenderung untuk
lebih memilih dorongan id demi
menyenangkan si ego. Maka terjadilah
fenomena “krisi moral” seperti sekarang ini.
Kurangnya referensi si super ego ini
dapat disebabkan oleh banyak faktor, salah satunya pendidikan anak yang sedari
kecil tak diajarkan mengenai nilai-nilai positif, pujian, hukuman dan
sebagainya. Bisa juga hal itu terjadi karena keluarga broken home, sehingga orangtua tak terlalu memperhatikan kondisi dan
perkembangan si anak. Atau karena si anak memang terlalu diumbar dalam pergaulannya.
Pada dasarnya, semua kembali pada
masing-masing individu. Apakah ia akan memilih untuk selalu mengumbar keinginan
dan nafsunya, ataukah ia memilih sadar bahwa hidup tak melulu memburu
kesenangan dunia. Pembuktian eksistensi dapat dilakukan dengan berbagai cara,
misalnya dengan prestasi.
Daftar pustaka
Boeree. C.
George. (2013). General Psychology:
Psikologi Kepribadian, Persepsi, Kognisi, Emosi, & Perilaku.
Jogjakarta: Prismasophie.
0 komentar:
Posting Komentar