ARTIKEL: TEORI PERAN DALAM PERILAKU
PSIKOLOGI
SOSIAL
Nama: Irwanto
NIM. 16.310.410.1125
Mata Kuliah: Psikologi Sosial 1
Fakultas Psikologi
Universitas Proklamasi 45
Yogyakarta
Teori Peran (Role
Theory) adalah teori yang merupakan perpaduan berbagai teori, orientasi,
maupun disiplin ilmu. Selain dari psikologi, teori peran berawal dari dan masih
tetap digunakan dalam sosiologi dan antropologi. Dalam ketiga bidang ilmu
tersebut., istilah “peran” diambil dari dunia teater. Dalam teater, seorang
aktor harus bermain sebagai seorang tokoh tertentu dan dalam posisinya sebagai
tokoh itu ia diharapkan untuk berperilaku secara tertentu. Posisi aktor dalam
teater (sandiwara) itu kemudian dianalogikan dengan posisi seseorang dalam
masyarakat. Sebagaimana halnya dalam teater, posisi orang dalam masyarakat sama
dengan posisi aktor dalam teater, yaitu bahwa perilaku yang diharapkan
daripadanya tidak berdiri sendiri, melainkan selalu berada dalam kaitan dengan
adanya orang-orang lain yang berhubungan dengan orang atau aktor tersebut. Dari
sudut pandangan inilah disusun teori-teori peran. Sebetulnya cukup banyak teori
peran dalam psikologi. Namun, karena keterbatasan tempat, pembicaraan akan
dipusatkan pada teori Riddle & Thomas (1966) saja, dengan di sana-sini
bilamana perlu akan disinggung pula teori-teori dari penulis-penulis lain
secara sepintas. Cooley (1902) &
Mead (1934) menyatakan bahwa hubungan aktor-target adalah untuk membentuk
identitas aktor (person, self, ego) yang dalam hal ini dipengaruhi oleh
penilaian atau sikap orang-orang lain (target) yang telah digeneralisasikan
oleh aktor.
Secord & Backman
(1964) menyatakan bahwa aktor menempati posisi pusat (vocal position),
sedangkan target menempati posisi padanan dari posisi pusat tersebut (counter
position). Dengan demikian, maka target berperan sebagai pasangan (partner)
bagi aktor. Hal ini terlihat misalnya pada hubungan ibu-anak, suami-istri
atau pemimpin-anak buah. Harapan tentang peran adalah harapan-harapan orang
lain (pada umumnya) tentang perilaku yang pantas, yang seyogianya ditunjukkan
oleh seseorang yang mempunyai peran tertentu. Contoh, masyarakat umum,
pasien-pasien, dan orang-orang sebagai individu mempunyai harapan tertentu
tentang perilaku yang pantas dan seorang dokter.
Harapan tentang
perilaku dokter ini bisa berlaku umum (misalnya, dokter harus menyembuhkan
orang sakit) bisa merupakan harapan dari segolongan orang saja (misalnya,
golongan yang kurang mampu mengharapkan agar dokter bersikap sosial) dan bisa
juga merupakan harapan dari satu orang tertentu (misalnya seorang pasien
tertentu mengharapkan dokternya bisa juga memberi nasihat-nasihat tentang
persoalan rumah tangganya selain menyembuhkannya dari penyakit). Peran
diwujudkan dalam perilaku oleh aktor. Berbeda dari norma, wujud perilaku ini nyata,
bukan sekadar harapan. Dan berbeda pula dari norma, perilaku yang nyata ini
bervariasi, berbeda-beda dari satu aktor ke aktor yang lain. Misainya, peran
ayah seperti yang diharapkan oleh norma adalah mendisiplinkan anaknya. Namun,
dalam kenyataannya, ayah yang satu bisa memukul untuk mendisiplinkan anaknya,
sedangkan ayah yang lain mungkin hanya menasihati.
Dalam teori peran
dipandang normal dan tidak ada batasnya. Persis dalam teater, di mana tidak ada
dua aktor yang bisa betul-betul identik dalam membawakan suatu peran tertentu.
Bahkan satu aktor bisa berbeda-beda caranya membawakan suatu peran tertentu
pada waktu yang berbeda. Oleh karena itu, teori peran tidak cenderung
mengklasifikasikan istilah-istilahnya menurut perilaku khusus, melainkan berdasarkan
klasifikasinya pada sifat asal dari perilaku dan tujuannya (atau motivasinya).
Jadi, wujud perilaku peran dapat digolongkan misalnya ke dalam jenis hasil
kerja, hasil sekolah, hasil olahraga, pendisiplinan anak, pencarian nafkah,
pemeliharaan ketertiban, dan sebagainya.
Goffman meninjau perwujudan
peran ini dari sudut yang lain. Ia memperkenalkan istilah permukaan (front),
yaitu untuk menunjukkan perilaku-perilaku tertentu yang diekspresikan
secara khusus agar orang lain mengetahui dengan jelas peran si pelaku (aktor). Misalnya,
seorang profesor meletakkan rak penuh buku-buku ilmiah di ruang tamunya. Dengan
begitu, tamu-tamunya akan mendapatkan kesan tentang apa dan bagaimana peran
seorang profesor itu. Inilah yang disebut permukaan. Di samping itu, tentu ada
perilaku-perilaku lain yang
tidak mau ditunjukkan ke permukaan, walaupun tetap saja dilakukan, karena dianggap tidak sesuai dengan peran yang hendak diwujudkan.
tidak mau ditunjukkan ke permukaan, walaupun tetap saja dilakukan, karena dianggap tidak sesuai dengan peran yang hendak diwujudkan.
KESIMPULAN
Sifat-sifat yang
dimiliki bersama seperti jenis kelamin, suku bangsa, usia, atau ketiga sifat
itu sekaligus. Semakin banyak sifat yang dijadikan dasar kategori kedudukan,
semakin sedikit orang yang dapat ditempatkan dalam kedudukan itu. Perilaku yang
sama seperti penjahat (karena perilaku jahat), olahragawan, atau pemimpin.
Perilaku ini dapat diperinci lagi sehingga kita memperoleh kedudukan yang lebih
terbatas, misalnya penjahat bisa diperinci lagi ke dalam pencopet (perilaku,
kejahatannya adalah mencopet), pembunuh, pencuri, pemerkosa, dan sebagainya.
Selain itu, penggolongan kedudukan berdasarkan perilaku ini dapat bersilang
dengan penggolongan berdasarkan sifat, misalnya pencuri wanita, atau pencuri
wanita remaja, yang membuat kedudukan itu semakin eksklusif. Reaksi orang lain
terhadap mereka.
REFERENSI
Deaux, K & Lawrence
S. W. (1988). Social Psychology. Wadsworth, Inc.
Goldenberg, S. (1987).
Thinking Sociologically. Wadsworth, Inc.
Shaw, M. E. & Philip, R. C. (1985). Theories of
Social Psychology, Second Edition. McGraw-Hill, Inc.
0 komentar:
Posting Komentar