ARTIKEL: TEORI IDENTITAS
SOSIAL DALAM KEHIDUPAN BERMASYARAKAT
Nama: Irwanto
NIM. 16.310.410.1125
Mata Kuliah: Psikologi Sosial 1
Fakultas Psikologi
Universitas Proklamasi 45
Yogyakarta
Teori ini dikembangkan oleh Tajfel dan Turner
(Turner dkk, 1987). Menurut teori identitas sosial, perilaku kelompok terjadi
karena adanya dua proses penting, yaitu proses kognitif dan proses
motivasional. Proses kognitif membuat individu melakukan kategorisasi pada
berbagai stimulus yang ia hadapi, termasuk juga pada kelompok yang ia temui,
sehingga individu cenderung untuk memandang orang lain sebagai anggota ingroup
atau anggota outgroup (Hogg dan Abrams, 1990). Sementara itu,
sebagai proses motivasional, perilaku yang ditampilkan anggota suatu kelompok
merupakan usaha individu agar memperoleh harga diri dan identitas sosial yang
positif. Setiap individu memiliki motivasi untuk memiliki harga diri yang
positif dan untuk 'memelihara' harga dirinya. la mengidentifikasikan diri pada
kelompok tertentu terutama yang memiliki berbagai kualitas positif.
Menurut teori ini, perilaku kelompok menekankan
adanya tiga struktur dasar. Struktur pertama adalah kategorisasi, yaitu proses
di mana individu memersepsi dirinya sama atau identik dengan anggota lain dalam
kelompok yang sama. Di samping individu memersepsi dirinya memiliki identitas
sosial yang sama dengan anggota tersebut, individu juga akan bertingkah laku
sesuai dengan kategori di mana ia termasuk di dalamnya. Kategorisasi ini akan
mendorong individu untuk menekankan kesamaan dengan sesama anggota yang berada
dalam kelompok yang sama, tetapi akan menekankan perbedaan dengan anggota dari
kelompok yang lain. Struktur kedua adalah identitas, yang dapat didefinisikan
sebagai citra diri, konsep diri, atau pemaknaan seseorang terhadap diri sendiri
(Tuner, 1984). Identitas
merupakan ha! yang penting karena setiap individu memiliki dorongan kuat untuk
menganggap bahwa dirinya baik dan memiliki identitas serta harga diri yang
positif. Menurut teori ini, individu juga dapat memperoleh identitas sosial
melalui keanggotaannya pada kelompok tersebut (Sarwono, 2004).
Temuan studi ini membuktikan bahwa meskipun dalam
kondisi minimal,
individu tetap membentuk kelompok, terlihat dari kecenderungan mereka
untuk memberi jumlah yang lebih banyak pada kelompoknya sendiri. Maksud
dari 'minimal' di sini, meskipun individu tidak mengetahui identitas kelompok
sendiri maupun kelompok lain, tidak ada self-interest sama sekali atau kelompok
tersebut tidak mempunyai latar belakang sejarah sama sekali, seseorang akan
tetap membagi diri dan kelompok lain ke dalam dua kelompok yang berbeda.
Individu tetap mengategorikan dirinya dan orang lain ke dalam kelompok yang
berbeda. Temuan ini menunjukkan bahwa manusia memiliki kecenderungan
untuk mengategorisasikan diri dalam kelompok tertentu.
individu tetap membentuk kelompok, terlihat dari kecenderungan mereka
untuk memberi jumlah yang lebih banyak pada kelompoknya sendiri. Maksud
dari 'minimal' di sini, meskipun individu tidak mengetahui identitas kelompok
sendiri maupun kelompok lain, tidak ada self-interest sama sekali atau kelompok
tersebut tidak mempunyai latar belakang sejarah sama sekali, seseorang akan
tetap membagi diri dan kelompok lain ke dalam dua kelompok yang berbeda.
Individu tetap mengategorikan dirinya dan orang lain ke dalam kelompok yang
berbeda. Temuan ini menunjukkan bahwa manusia memiliki kecenderungan
untuk mengategorisasikan diri dalam kelompok tertentu.
KESIMPULAN
Di Indonesia, sebuah studi tentang intergroup
bias pada pengguna jalan di Jakarta (draft RUUI 08/09) menemukan adanya
bias persepsi yang timbal balik antara pengemudi kendaraan umum terhadap
pengemudi mobil pribadi dan antara pengemudi kendaraan umum terhadap pengendara
motor. Pengendara motor dan mobil pribadi menganggap pengemudi kendaraan umum
mengakibatkan kemacetan jalan dengan berhenti sembarangan mengambil penumpang
dengan tidak memperhatikan keadaan, sebaliknya pengemudi kendaraan umum merasa
tidak dimengerti bahwa mereka butuh mencari sewa dari penumpang. Pengemudi
kendaraan umum justru menganggap pengendara motor yang membahayakan penumpang
mereka dan pengemudi mobil pribadi dianggap tidak peduli/egois. Studi ini
dilakukan terhadap sekitar 50 pengemudi kendaraan umum di Jakarta. Hal yang
menarik, dalam hal bias atribusi terhadap perilaku positif kelompok pengguna
jalan yang lain, pengemudi kendaraan umum tidak menunjukkan adanya penilaian
yang bias. Perilaku positif semua pengguna jalan (pengemudi mobil pribadi,
motor, pejalan kaki, polantas, dan pedagang kaki lima) diatribusikan kepada
faktor internal. Namun, terhadap perilaku positif kelompoknya sendiri, mereka
juga mengatribusikannya pada faktor internal, yang merupakan indikasi adanya
bias atribusi. Terhadap perilaku negatif ingroup ataupun
outgroup, studi ini tidak menemukan indikasi adanya bias atribusi.
Partisipan mengatribusikan perilaku negatif ingroup maupun outgroupnya
pada faktor eksternal, perilaku negatif yang ada
dianggap disebabkan oleh berbagai kondisi yang ada
di luar diri pengguna jalan (aturan yang tidak jelas, macet, jalan buruk,
hujan, dan lain-lain).
REFERENSI
Sarwono, S. W. (2004). Teori-teori Psikologi Sosial. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Tuner, Jonathan
H. (1984). Sociology, Concepts and Uses. McGraw-Hill Inc.
Wiggins, J. A, Beverly B. W. & James,
V. Z. (1994). Social Psychology, fifth edition. McGraw-Hill, Inc.
0 komentar:
Posting Komentar