KISAH
ORANG BODOH DAPAT BEASISWA S3 LUAR NEGERI
Cerita tentang Orang Bodoh Mendapatkan Beasiswa S3 di Luar Negeri dia mengakui hanyalah orang yang bodoh yang tak begitu pandai.
Sejak SD, SMP sampai S2 hanya mendapat nilai pas-pasan. Masa SD adalah masa yang
paling kelam baginya.Pada level pendidikan ini dia hampir tidak lulus. Ada
beberapa mata pelajaran yang tidak memenuhi standar kelulusan. Dengan terpaksa,
orang tuanya harus merogoh kocek untuk menebus kekurangannya untuk beberapa
mata pelajaran.Dengan usaha kerja keras dia lolos dari prahara ketidakmampuan
mengerjakan soal pelajaran di sekolah dasar.Untuk mengetahui lebih dalam,inilah
kisah nya yang di ceritakan langsung oleh yang bersangkutan.
Kebodohan saya pun berlanjut sampai saat saya menempuh pendidikan di
level Sekolah Menengah Pertama. Hal ini terbukti dengan nilai raport saya yang
pas-pasan. Sejak kelas satu sampai kelas dua nilai tidak pernah lebih dari 7.
Kalau pun ada nilai 7 itupun hanya segelintir mata pelajaran yang memang tidak
sulit, tidak membutuhkan pemikiran. Dalam rentetan nilai yang tertera di dalam
raport, hanya nilai mata pelajaran Bahasa Indonesia yang paling bagus. Itupun
nilainya tidak pernah lebih dari 7. Saya tidak ingat seberapa buruknya nilai
mata pelajaran yang lain. Saya hanya selalu ingat nilai mata pelajaran bahasa
Inggris yang pas-pasan. Mata pelajaran bahasa Inggris selalu menjadi kenangan
bukan karena suka mata pelajarannya, tetapi karena gurunya yang super galak .Sesuai
dengan kepribadian saya yang pemalu. Bahasa inggris selalu menjadi momok ketika
saya sekolah di SMP. Setiap kali guru meminta saya untuk mengucapkan kata dalam
bahasa Inggris saya selalu keringat dingin, karena bingung tidak bisa
mengucapkan. Lebih lucu lagi teman-teman di sekolah selalu tertawa duluan
sebelum saya mengucapkan kata-kata.
Namun demikian, karena nasib baik yang masih memihak saya sehingga saya
masih bisa lulus dengan nilai pas-pasan. Bahkan saya lihat-lihat nilai
kelulusan saya untuk mata pelajaran matematika adalah dibawah tiga (alias dua
koma).Meskipun saya sekolah di pedalaman, wilayah pedesaan ,entah kenapa saya
memiliki semangat dan cita-cita yang tidak sederhana (ingin jadi Menteri). Oleh
karena itu setamatnya dari SMP saya dihijrahkan orang tua untuk menuntut ilmu
di kota pelajar, JOGJAKARTA. Saya sampai lupa siapa yang berinisiatif
untuk sekolah di kota pelajar ini. Untungnya saya tidak tahu kalau di kota
pelajar itu nilai siswanya rata-rata 8 bahkan lebih dari itu. Saya merasa
beruntung karena ketidaktahuan itu sehingga saya tidak merasa minder saat
membawa raport SMP ke sebuah sekolah swasta di wilayah Gunungkidul saat itu.
Sebagai seorang desa (alias NDESO) tentu saya tidak tahu sekolah mana yang
cocok untuk saya. Saat menentukan jurusan pun saya tidak tahu menahu. Saya
hanya berprinsip jurusan yang saya ambil bisa siap bekerja. Saat itu yang
mengantarkan mendaftar ke sekolah adalah paklek saya yang seorang guru,
sekaligus sebagai sekretaris desa sehingga jurusan yang saya pilihpun sesuai
pilihan paklek saya, yaitu jurusan sekretaris. Selama sekolah di SMK ada
peningkatan sedikit nilai yang saya dapatkan. Jika saat di SD dan SMP saya
menduduki ranking pertama dari belakang, maka di caturwulan pertama (kalau
tidak salah) saya mendapatkan rangking 5 teratas. Mungkin ini sebuah keajaiban
bagi saya, karena saya orang desa dengan nilai pas-pasan saat sekolah di kota
justru bisa meraih peringkat yang lumayan membanggakan.
Mendapatkan peringkat ke lima adalah sebuah motivasi bagi saya, oleh
karena itu pada saat caturwulan kedua saya pindah dari rumah pakde ke sebuah
Pondok Pesantren dengan maksud mendapatkan ilmu sebanyak-banyaknya. Selama
tinggal di Pesantren semangat belajar saya semakin meningkat. Di tempat ini
saya bertemu dengan berbagai orang yang memiliki berbagai kelebihan. Ada yang
pandai di bidang agama, pertanian, guru, dan lain sebagainya. Keberagaman ini
semakin memacu semangat belajar saya sehingga setelah mendapat peringkat ke
lima, secara berturut-turut saya mendapatkan peringkat 1 sampai saya lulus dari
SMK itu. Bahkan saat pengumuman kelulusan, saya mendapat nilai terbaik dari
seluruh siswa di sekolah itu. Keberhasilan saya mendapat peringkat pertama di
SMK semakin memotivasi saya untuk melanjutkan kuliah. Meskipun orang tua saya
dari golongan ekonomi pas-pasan, saya “memaksakan” kehendak untuk tetap bisa
kuliah dengan berjanji akan sambil bekerja. Alhamdulillah setelah meyakinkan
dengan perjuangan yang cukup lama, akhirnya kedua orang tua saya mengabulkan
keinginan saya. Meskipun saya baru bisa merealisasikan janji saya kuliah sambil
bekerja setelah semester 6. Saat itu saya diberi kesempatan untuk mengajar
Bahasa Inggris di sebuah lembaga kursus yang lumayan terkenal pada masa itu.
Selama kuliah, saya tidak menghadapi kendala yang berarti. Mungkin perjuangan
orang tua tidak kepalang tanggung demi mencarikan biaya kuliah saya. Saya
merasa menikmati masa-masa kuliah dengan semangat. Saat masih kuliah saya tidak
berorientasi pada nilai seperti saat masih di SMK. Saya berprinsip nilai
hanyalah syarat administratif sehingga saya harus lebih banyak berkarya.
Akibatnya selama menempuh pendidikan sarjana waktu saya lebih banyak dihabiskan
di organisasi. Saya menduduki organisasi kemahasiswaan dari level anggota
sampai ketua, dari level jurusan, universitas sampai tingkat Wilayah. Selama 5
tahun lebih waktu saya habis di organisasi. Hal yang membahagiakan, nilai saya
tidak terlalu buruk dibandingkan dengan teman-teman aktivis lainnya. Meskipun
aktif di organisasi saya masih bisa meraih IPK 3 lebih. Berkat pengalaman
mengajar di lembaga kursus dan juga di organisasi menjadikan saya semakin
percaya diri (meskipun hanya percaya pada diri sendiri).
Setelah menempuh pendidikan sarjana selama 5 tahun saya pun tidak sulit
mencari pekerjaan. Pekerjaan pertama yang saya peroleh setelah lulus adalah
diterima bekerja di sebuah organisasi non-profit, Rohe Foundation. Yaitu sebuah
organisasi yang bergerak di bidang sosial keagamaan. Namun dimikian, saat masih
mengikuti masa training kebetulan saya juga mendapat kesempatan untuk mengikut
seleksi untuk menjadi dosen. Pada saat itu impian saya memang menjadi dosen.
Dengan menjadi dosen saya berkeyakinan saya bisa mengembangkan diri saya ke
profesi lain secara mudah. Alhamdulillah, tanpa menunggu terlalu lama setelah
menjadi sarjana saya harus menerima kenyataan diterima sebagai dosen di alma
mater. Saya katakan demikian karena sesungguhnya saya adalah orang yang tidak
suka Bahasa Inggris tetapi harus ngajar di jurusan Sastra Inggris .Keberuntungan
saya berlanjut saat saya sudah menjadi dosen. Meskipun dengan perjuangan yang
tidak mudah akhirnya saya diberi kesempatan untuk mendapatkan bantuan dana
(Pinjaman Kantor) untuk melanjutkan kuliah di UGM. Mengingat kemampuan saya
yang pas-pasan, saya hanya mendapatkan pinjaman dengan perjanjian yang sangat berat
bagi saya. Tetapi bagaimanapun saya tetap bersyukur karena perjanjian yang
sangat berat itulah akhirnya saya harus menyelesaikan pendidikan Pasca Sarjana
saya tepat waktu. Hal itu berbeda dengan mereka yang mendapatkan beasiswa yang
bisa berleha-leha karena tidak perlu memikirkan mengembalikan uang ke lembaga
tempat bekerja. Setelah lulus dari pendidikan Master (S2), saya kembali
mengajar di alma mater saya. Kelulusan saya dari S2 bukanlah hal yang luar
biasa karena rasanya cukup mudah bagi saya untuk lulus. Entah mengapa jika
banyak teman-teman saya yang belum pada lulus, tetapi saya merasa lulus dari
pasca sarjana UGM bukanlah hal yang luar biasa. Saya pun tidak mengikuti acara
wisuda saat lulus dari UGM. Sehingga teman-teman bahkan keluarga saya pun tidak
ada yang tahu kalau saya sudah lulus Pasca Sarjana. Hanya bagian SDM kantor
tempat bekerja yang mengetahui kalau saya sudah lulus dari UGM.
Setelah lulus dari UGM dengan nilai pas-pasan .Saya masih ingin
melanjutkan kuliah ke luar negeri. Impian saya menempuh pendidikan S3
sebenarnya tidak muluk-muluk, yaitu hanya ingin kuliah di Malaysia. Tetapi
karena berbagai dorongan dan motivasi dari lingkungan saya yang pada kuliah di
Australia, akhirnya saya pun terbawa arus untuk mendaftar kuliah di Negara Kangguru.
Setelah menjalani berbagai tantangan dan hambatan, akhirnya saya memiliki
kesempatan untuk kuliah di negara makmur ini. Perjuangan saya untuk mendapatkan
beasiswa kuliah di luar negeri tentu bukanlah perkara mudah mengingat IPK saya
yang pas-pasan. Sebuah keberuntungan bagi saya adalah bahwa
universitas-universitas di negara ni bukanlah negara pemuja IPK sehingga setiap
mahasiwa calon S3 tidak dilihat dari berapa tinggi IPKnya. Di negeri ini
tulisan dan gagasan orisinal lebih dihargai dari seorang calon mahasiwa doktor.
Keberuntungan nampaknya memang masih memihak saya, karena saat mendaftar
beasiswa saya justru mendapat dua beassiwa sekaligus. Awalnya saya mendapat
beasiswa dari Universitas yang dimana saya ingin kuliah, namun karena beasiswa
beasiswa yang saya dapat dari Australia hanya beasiswa SPP, maka saya pun harus
mendaftar beasiswa lain (beasiswa DIKTI). Kesalahan mengisi form pendaftaran
mengakibatkan saya hanya mendapatkan beasiswa Tuition Fee, karena saya tidak
mencentang kolom beasiswa untuk biaya hidup. Bagaimana pun itulah keberuntungan
yang saya dapatkan setelah melalui perjuangan dan rintangan yang melelahkan
akhirnya saya pun mendapat beassiwa dua sekaligus dalam waktu yang bersamaan.
Sayangnya, sesuai dengan ketentuan bahwa seorang mahasiswa tidak boleh
mendapatkan beasiswa double. Demikianlah perjalanan panjang saya untuk bisa
mewujudkan cita-cita mencapai pendidikan yang layak. Mengingat saya adalah
orang bodoh maka kesempatan untuk menempuh pendidikan doktor di luar negeri
adalah momen yang luar biasa.
Semoga kesempatan ini menjadi bagian dari upaya saya menghilangkan
kebodohan ini. Akhirnya, semoga cerita ini bisa menginspirasi bagi pembaca agar
berusaha lebih keras mewudjudkan cita-cita, karena siapapun berhak mendapatkan
apa yang diimpikannya sepanjang mau berusaha. Kesuksesan bukan semata-mata
ditentukan dari intelektual semata tetapi kecerdasan emosional dan spritual
memiliki peran lebih besar dalam kesuksesan hidup kita. Jika yang bodoh saya
bisa, tentu anda yang lebih cerdas akan lebih mudah mencapainya. TAK ADA KATA
MENYERAH BAGI KITA, sebagai insan Tuhan yang diciptakan begitu sempurna
dibandingkan makhluk lainnya... Yang diberi akal dan hati,,yang bisa memilih
jalan hidup : "maju, mundur atau diam ditempat.
Banyak jalan menuju Roma,mungkin ini salah satu pepatah yang bisa
menggambarkan mereka-mereka yang punya semangat untuk belajar. Banyak anggapan
menilai mereka yang bisa kuliah lagi karena ada dana yang mencukupi. Namun
anggapan itu tak selamanya benar. Walau ada dana yang cukup namun jika tidak
ada kemauan dan semangat untuk belajar tentunya tidak bisa terwujud. Atau ada
anggapan bahwa untuk mengejar mimpi seperti itu tidaklah realistis dikala
himpitan ekonomi menjadi alasan. Memang pendidikan di negeri ini seakan-akan
memupus orang-orang tidak kecukupan untuk bersekolah.Namun, lihat masih banyak
orang yang hanya bermodal semangat dan kerja keras mampu meraih mimpi itu,,,
Semangat mereka dalam menuntut ilmu memang patut diapresiasi. KEPADA BANGSA
INDONESIA, MODAL KITA ADALAH SEMANGAT JUANG DARI DIRI KITA SENDIRI .
Dari prestasi yang aku raih ini, tidak banyak yang aku lakukan, kecuali
hanya mengutamakan kuliah dari pada organisasi (artinya selama kegiatan itu
bentrok dengan jadwal kuliah, aku tetap pilih kuliah), rajin baca dan mencatat
(sesuai tugas mahasasiswa bembaca, berdiskusi dan menulis), bertanya pada dosen
bila tidak paham, ta’dim pada guru/dosen, tidak banyak buang waktu dengan main
atau jagungan, banyak beribadah, berdoa, puasa senin-kamis dan selalu minta
doa/ridho orangtua, dan satu lagi yang tak terlupakan adalah adanya motivasi
dan obsesi yang diperjuangkan, Itu saja.
"Pelajarilah
oleh kalian ilmu pengetahuan karena mempelajarinya merupakan suatu kebaikan,
mencarinya adalah ibadah, muzakarah (mendiskusikannya) terhadapnya laksana tasbih,
membahasnya merupakan jihad, memberikannya (dengan kemurahan hati) dianggap
mendekatkan diri (kepada Allah), dan mengajarkannya kepada orang yang tidak
mengerti berarti shodaqah.Tiada kebahagiaan dalam menuntut ilmu kecuali mereka
yang ketika belajar dalam kondisi serba kekurangan.”
BANYAK ORANG MERASA SELALU PINTAR.
TAPI TIDAK PINTAR MERASA
BANYAK BACA JADI TAHU
JARANG BACA KURANG TAHU
TIDAK BACA JADI SOK TAHU
MAN JADDA WA JADA
SALAM MOTIVASI !!!
Dear Nurul Widiastoni, sorry, tulisan ini sudah dipubliaksikan terlebih dahulu oleh orang lain. Mengapa bisa sama ya?
BalasHapusDear Bu Arundati Shinta.Baik Bu terima kasih atas koreksinya, semoga ini bisa menambah kreatifitas saya dalam ke depanya dan menjadi pelajaran berharga bagi saya,memang saya mengangkat cerita ini dari media masa,dan saya mohon maaf apabila ada kesamaan ataupun telah dipost sebelumnya....
HapusMungkin menurut hemat saya Karena saya ingin memunculkan kembali cerita ini sehingga bisa di ketahui lagi dan menjadi inspirasi pengingat yang baru....terima kasih...