31.10.16

RESENSI ARTIKEL : Melawan dengan Jengkol

RESENSI ARTIKEL : Melawan dengan Jengkol
Chusnul Rizatul Untsa
Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta

               
Jengkol yang selama ini jadi bahan pokok makanan yang merakyat ternyata di tangan Seliwati bukan sekedar menu yang kerap hadir di meja makan. Sayuran itu menjadi alat perlawanan terhadap kesewenang – wenangan, sekaligus sumber penghasilan warga desa. Warga desa Uraso Kecamatan Mappadeceng Luwu Utara ini mengungkapkan berkah dari pohong jengkol yang murah meriah ini. Ibu berusia 45 tahun ini memulai menjadi pejuang pangan sejak 10 tahun lalu. Saat lahan desa uraso dikuisisi sebuah perusahaan perkebunan swasta secara mendadak. Setelah itu lahan yang disisakan untuk warga sisa 30 hektar. Mereka menanami merica dan durian, hasilnya lumayan namun pengeluaran untuk membeli bibit dan pupuk dan juga pembasmi hama juga cukup besar. Hal tersebut membuat keuntungan tidak cukup banyak yang diperoleh.
                Seliwati mulai kebingungan mencari tanaman pengganti. Kemudian ia berkunjung ke desa – desa lain menemukan sejumlah petani menanam jengkol. Setelah ia pelajari ternyata tanaman jengkol tidak memerlukan pupuk hanya perlu dibersihkan gulma dan benalunya saja dari poho. Di tahun 2011 Seliwati mulai menanam 200 batang pohon jengkol di lahan miliknya yang seluas 2 hektar. Empat tahun kemudian hasil panen dari ratusan pohon menghasilkan 1 kuintal rata – rata per pohon.
                Berawal dari keberhasilan panennya dan menyalurkan ke pengepul ia mulai mengajak para masyarakat desa. Namun tidak semudah yang dikira, karna warga masih sangsi dengan ajakan Seliwati untuk menanam jengkol. Karna mereka berfikir jika semua menanam jengkol maka hasil produksi akan surplus lalu kemana menjual jengkol sebanyak itu ? Seliwati tidak mati akal ia langsung menggandeng pengepul jengkol yang akan menyalurkan ke Pulau Jawa melalui Surabaya. Para petanipun akhirnya berbondong – bondong menanami pohon jengkol. Bahkan perlahan mereka mulai mengakuisisi lahan leluhur mereka. Kini lahan tersebut 70 persen ditanami jengkol

Sumber:

Anwar, A. Laraswati, (2016). Melawan dengan Jengkol. Kompas 28 Oktober 2016 hal 16

0 komentar:

Posting Komentar