Chapter 1
Fakultas Psikologi
Universitas Proklamasi 45
Beliau berjualan gorengan dan kue sus
yang dititipkan dibeberapa kopma milik beberapa kampus didaerah Yogyakarta,
diantaranya Kopma UAD, Kopma UTY dan Kopma YKPN. Biasanya beliau membeli bahan-bahan untuk
membuat dagangannya pada sore hari sebelumnya dan pada keesokan harinya,
tepatnya waktu shubuh beliau mulai mengolah bahan-bahan tersebut. Kemudian
sekitar pukul 08.00 beliau mulai berangkat ke kopma-kopma kampus untuk
menitipkan gorengannya. Sore harinya beliau datang lagi ke kopma-kopma untuk
mengambil uang hasil penjualan gorengannya, gorengan yang masih tersisa tidak beliau
bawa kembali tetapi diberikan kepada petugas kopma.
Gorengan tersebut beliau hargai Rp 1.200,00
per pcs dan untuk kue sus seharga Rp 1.300,00 per pcs, biasanya dijual kembali
oleh kopma seharga Rp 1.500,00.
Ketika ditanya soal keuntungan
perhari, beliau tidak menjawab dengan pasti. Beliau hanya mengatakan bahwa
hasil penjualannya setiap hari ia pisahkan untuk modal, sisanya ia bagi lagi
untuk keperluan hari itu dan kalau masih ada sisa ia simpan untuk keperluan
jangka panjang.
“Kalau kampus pada libur gitu berasa
banget dek bingungnya” tuturnya kepada saya. Tapi beliau tetap mensyukurinya
dan tetap merasa cukup. Berbeda ketika liburan hari raya, beliau mengais rejeki
dengan membuat kue semprong, beliau hanya membuatnya ketika hari raya saja dan
beberapa kali ketika mendapat pesanan untuk acara tertentu. Beliau bercerita bahwa hari raya tahun lalu
beliau membuat banyak kue semprong, hal itu tak lepas dari bantuan seorang
mahasiswa yang berkeliling membantu menjualkan kue semprong buatannya, sangking
banyaknya sampai-sampai beliau kewalahan memenuhi permintaan pembeli.
Beliau mengaku sudah bertahun-tahun
berjualan gorengan, hal itu ia tekuni untuk membiayai keperluan sehari-hari
karena suaminya tidak bekerja. Menurut pemaparan beliau, suaminya pernah bekerja
namun hanya sebentar dan sekarang tidak mau lagi bekerja. “Bapak itu kebiasaan
dimanja sama orangtuanya dulu, jadi ga biasa mandiri” bahkan menurut ceritanya,
suaminya pernah memarahinya ketika beliau meminta suaminya bekerja lagi.
"Saya harus bekerja dek, tidak ada cara lain", beliau
juga menasehati saya, bahwa perempuan tetap harus bekerja, setidaknya memiliki
kemampuan bekerja untuk membekali diri agar suatu saat ketika suami kita tidak
bisa memenuhi kebutuhan kita, kita masih bisa untuk memenuhi kebutuhan hidup
kita sendiri dan anak kita.
0 komentar:
Posting Komentar