Jati
Pramono
Fakultas
Psikologi Universitas Proklamasi 45
Yogyakarta
“APA
kontribusi saya?” Ini pertanyaan yang mudah diajukan, tetapi cenderung sulit
dijawab. Kalau boleh jujur, bisa jadi model pertanyaan seperti ini hampir tidak
pernah ditanyakan pada diri sendiri – terlebih dalam hening saat sedang
benar-benar sendiri. Ya, enggak? Urusan kontribusi lazim ditanyakan, atau
mungkin lebih tepat – ditekankan oleh organisasi tempat bekerja dalam bentuk
target pekerjaan, sasaran organisasi, ataupun job description. Sehingga, apa kontribusi saya tergantung hal-hal
yang ditetapkan, dipercayakan dan dibebankan pada saya oleh (para) atasan saya.
Kontribusi menjelma menjadi sesuatu yang impersonal,baku , kaku, dan formal.
Cara pandang demikian
membentuk budaya ketergantungan mutlak pada arahan, instruksi, dan petunjuk.
Sehingga tidak mengherankan pada banyak institusi besar – terlebih di Indonesia,
banyak pekerja yang masih menggantungkan perencanaan karier mereka pada unit
atau departemen sumber daya manusia. Jika proses tumbuh kembang diri dalam organisasi
tidak sesuai harapan, kesalahan hampir selalu ditimpakan pada unit tersebut.
Berbagai ungkapan seperti ini masih sangat sering terdengar. “Saya sudah
bekerja di perusahaan ini selam 5 tahun pada posisi yang sama, saya harus
bagaimana lagi sekarang?” atau “Kira –kira dalam 10 tahun dari sekarang
kira-kra jabatan apa yang bisa saya raih?” atau mungkin “Kapan bos saya pensiun
sehingga saya bisa menggantikan posisinya?:p” sounds familiar? Lebih
mengherankan lagi saat banyak organisasi justru dengan lega mengambil tanggung
jawab tersebut serta berupaya teramat sangat hebat untuk menyususn perencanaan
karier untuk setiap orang. Langkah ini serupa dengan membangun istana pasir di
pantai. Sebagus apapun istananya pasti tidak akan bertahan lama dan larut oleh
air laut, angin, dan hujan.
What should my contribution
be? Peter Drucker, Begawan ilmu manajemen modern pernah berujar bahwa
kontribusi bukan wewenang organisasi semata, tetapi individu yang bersangkutan.
Pertanyaan “Apa kontribusi saya?” harus segera dilanjutkan oleh pertanyaan “Apa
yang harus kontribusikan?” - Pertanyaan susulan ini penting untuk menjadikan
sesuatu yang abstrak di awing-awang, menjadi ide nyata yang jelas, kontekstual,
dan doable.
Contribution
should not be something that easy – but it sure worth it.
Pertanyaan “Apa yang bisa saya kontribusikan?” akan terjawab dengan sendirinya
saat seseorang mampu menjawab beberapa komponen pembentuknya sebagai berikut: Pertama,
apa yang dibutuhkan di sekitar saya saat ini? Kedua, apa hal-hal yang
menjadi kekuatan (baca: passion) saya? Ketiga, dengan pemahaman mengenai
cara saya berkinerja, kemampuan saya, network saya, dan nilai-nilai yang saya
yakini – hal-hal apa yang bisa saya lakukan sekarang untuk menjadikan situasi
menjadi lebih baik? Dan, terakhir, melalui upaya yang saya pilih, apa yang hendak
saya, bagaimana dan dalam waktu berapa lama?
Over-planning
is as bad as having no plan at all. Jika diperhatikan esensi
dari pertanyaan-pertanyaan menyangkut kontribusi, kejelasan akan hadir saat bisa
menjawab spesifik. Jawaban seperti “membahagiakan keluarga” atau “menjadikan Indonesia lebih
baik” tidak cukup spesifik. Selain itu, rencana taktis tentang hal-hal tertentu
yang bisa dilakukan besok dan dalam jangka pendek harus disusun dan diuji coba
dengan segera.
Ingin berkontribusi di
tempat kerja? Coba perhatikan denganseksama berkenaan dengan hal-hal spesifik
yang bisa dikerjakan? Mungkin terkait dengan pelaksanaan meeting mingguan yang
hamper selalu membosankan dan tanpa makna. Mungkin juga soal pola jam kerja
tentang hubungan antarpersonal diantara tim, Tentukan dan benahi.
Sebagai penutup, ungkapan
dari asronom kondang Neil deGrasse Tyson bisa melengkapi pemahaman tentang
kontribusi: “ I have a personal
philosophy in life: If somebody else can do something that I’m doing, they
should do it. And what I want to do is find things that would represent a
unique contribution to the world – the contribution that only I, and my
portfolio of talents, can make happen. Those are my priorities in life.”
Sumber
Tulisan:
Suhardono, Rene. 2015. What’s
Your Contribution. Kompas, 07
November.
0 komentar:
Posting Komentar