KEKUASAAN
TANPA KUASA
Murjiwantoro
Fakultas
Psikologi Universitas Proklamasi 45
Yogyakarta
"Kekuasaan"
adalah kemampuan untuk mendapatkan apa yang diinginkan, untuk mencapai sebuah
tujuan, atau singkatnya kemampuan melakukan perubahan. (Boulding, 1989). Artinya,
kekuasaan adalah kemampuan merealisasikan apa yang dijanjikan atau mencapai
sebuah tujuan bersama melalui jalan perubahan. "Revolusi mental"
adalah sebuah konsep perubahan yang dicanangkan Jokowi, tetapi hingga kini tak
mampu direalisasikan secara nyata bagi perubahan bangsa ke arah lebih baik. Kekuasaan juga kemampuan
untuk mengawasi, mengoreksi, mengendalikan, mendisiplinkan, dan menciptakan
kepatuhan (Foucault, 1986). Ironisnya, semua kemampuan ini yang tak mampu
ditunjukkan oleh Jokowi sebagai kepala negara. Sebaliknya, yang tumbuh adalah
ketakpatuhan, indisipliner, pembangkangan aparat-aparat tertentu terhadap
kekuasaan tertinggi, pertengkaran di antara para pejabat negara, serta
ketakmampuan Jokowi sebagai kepala negara melakukan koreksi, pengawasan, dan
perbaikan. Tak
berfungsinya kekuasaan dalam rezim pemerintahan Jokowi diperparah dengan tak
berfungsinya aparatus negara sesuai bidang dan kapasitasnya. Apa yang dimaksud dengan “Apparatus”…?
"Aparatus" adalah segala sesuatu yang dalam cara dan kapasitas
tertentu dapat mengarahkan, menentukan, menahan, mencegah, memodelkan atau
mengamankan perilaku, opini atau wacana (Agamben, 2009). Akan tetapi,
ironisnya, beberapa aparatus negara tampak tak mampu menjalankan fungsi
memodelkan dan mengarahkan tindakan atau menahan dan mencegah aneka tekanan,
gejolak, dan krisis.
Kekuasaan
tidak bekerja karena ia tak mampu melaksanakan apa yang dikatakan,
merealisasikan apa yang dijanjikan, atau mencapai apa yang telah direncanakan.
Garis komando dalam roda pemerintahan tak hadir karena tak punya efek disiplin
pada aparat-aparat lebih rendah. Krisis
kekuasaan terjadi karena kekuasaan yang ada tak mampu menunjukkan
legitimasinya, yaitu kapasitas dalam menjalankan fungsinya sesuai harapan
rakyat. Jokowi sebagai pemegang kekuasaan tertinggi negara sejauh ini tak mampu
menunjukkan kapasitasnya dalam mengendalikan dan mengarahkan bangsa ke arah
perubahan. Kekuasaan
tanpa kuasa tentu sebuah ironi karena ia seperti kata tanpa makna, atau konsep
tanpa realitas. Namun, justru "ironi kekuasaan" itu yang kini dialami
negara-bangsa ini, yaitu ketika rezim kekuasaan tak mampu menunjukkan dayanya
dalam memecahkan aneka persoalan bangsa. Yang ada hanya ketakberdayaan, yaitu
ketakmampuan menghadapi aneka tekanan: sosial, politik, ekonomi, hukum. Ironi
kekuasaan ini akibat kentalnya pertarungan kepentingan di dalam tubuh
pemerintah itu sendiri dan terabaikannya kepentingan bangsa yang lebih besar.
Sumber
Tulisan : Yasraf Amir Piliang, (2015), Kekuasaan Tanpa
Kuasa, Kompas, 7 September 2015,
Hal.6
0 komentar:
Posting Komentar