GAYA KEPEMIMPINAN OTORITER
Murjiwantoro
Fakultas Psikologi
Universitas Proklamasi 45
Yogyakarta
Kepemimpinan otoriter merupakan gaya
kepemimpinan yang paling tua dikenal manusia. Oleh karena itu gaya kepemimpinan
ini menempatkan kekuasaan di tangan satu orang atau sekelompok kecil orang yang
di antara mereka tetap ada seorang yang paling berkuasa. Pemimpin bertindak
sebagai penguasa tunggal. Orang-orang yang dipimpin yang jumlahnya lebih banyak, merupakan pihak
yang dikuasai, yang disebut bawahan atau anak buah. Kedudukan bawahan semata-mata sebagai pelaksana
keputusan, perintah, dan bahkan kehendak pimpinan. Pemimpin memandang dirinya lebih, dalam segala
hal dibandingkan dengan bawahannya. Kemampuan bawahan selalu dipandang rendah, sehingga dianggap tidak mampu
berbuat sesuatu tanpa perintah. Perintah pemimpin sebagai atasan tidak boleh dibantah, karena dipandang
sebagai satu-satunya yang paling benar. Pemimpin sebagai penguasa merupakan penentu
nasib bawahannya. Oleh karena itu tidak ada pilihan lain, selain harus tunduk
dan patuh di bawah kekuasaan sang pemimpin. Kekuasaan pimpinan digunakan untuk
menekan bawahan, dengan mempergunakan sanksi atau hukuman sebagai alat utama. Pemimpin menilai kesuksesannya dari segi
timbulnya rasa takut dan kepatuhan yang bersifat kaku. Kepemimpinan dengan gaya
otoriter banyak ditemui dalam pemerintahan Kerajaan Absolut, sehingga ucapan
raja berlaku sebagai undang-undang atau ketentuan hukum yang mengikat. Di
samping itu sering pula terlihat gaya dalam kepemimpinan pemerintahan diktator
sebagaimana terjadi di masa Nazi Jerman dengan Hitler sebagai pemimpin yang
otoriter.
Gaya Kepemimpinan Bebas dan Gaya Kepemimpinan
Pelengkap Kepemimpinan Bebas merupakan kebalikan dari tipe atau gaya
kepemimpinan otoriter. Dilihat dari segi perilaku ternyata gaya kepemimpinan
ini cenderung didominasi oleh perilaku kepemimpinan kompromi (compromiser) dan
perilaku kepemimpinan pembelot (deserter). Dalam prosesnya ternyata sebenarnya
tidak dilaksanakan kepemimpinan dalam arti sebagai rangkaian kegiatan
menggerakkan dan memotivasi anggota kelompok/organisasinya dengan cara apa pun
juga. Pemimpin berkedudukan sebagai simbol. Kepemimpinannya dijalankan dengan memberikan
kebebasan penuh pada orang yang dipimpin dalam mengambil keputusan dan
melakukan kegiatan (berbuat) menurut kehendak dan kepentingan masing-masing,
baik secara perseorangan maupun berupa kelompok-kelompok kecil. Pemimpin hanya
memfungsikan dirinya sebagai penasihat, yang dilakukan dengan memberi
kesempatan untuk berkompromi atau bertanya bagi anggota kelompok yang
memerlukannya. Kesempatan itu
diberikan baik sebelum maupun sesudah anggota yang bersangkutan menetapkan
keputusan atau melaksanakan suatu kegiatan. Kepemimpinan dijalankan tanpa
berbuat sesuatu, karena untuk bertanya atau tidak (kompromi) tentang sesuatu
rencana keputusan atau kegiatan, tergantung sepenuhnya pada orang-orang yang
dipimpin. Dalam keadaan
seperti itu setiap terjadi kekeliruan atau kesalahan, maka pemimpin selalu
berlepas tangan karena merasa tidak ikut serta menetapkannya menjadi keputusan
atau kegiatan yang dilaksanakan kelompok/organisasinya. Pemimpin melepaskan diri dari tanggung jawab
(deserter), dengan menuding bahwa yang salah adalah anggota
kelompok/organisasinya yang menetapkan atau melaksanakan keputusan dan kegiatan
tersebut. Oleh karena
itu bukan dirinya yang harus dan perlu diminta pertanggungjawaban telah berbuat
kekeliruan atau kesalahan. Sehubungan dengan itu apabila tidak seorang pun
orang-orang yang dipimpin atau bawahan yang mengambil inisiatif untuk
menetapkan suatu keputusan dan tidak pula melakukan sesuatu kegiatan, maka
kepemimpinan dan keseluruhan kelompok/organisasi menjadi tidak berfungsi. Kebebasan dalam menetapkan suatu keputusan atau
melakukan suatu kegiatan dalam tipe kepemimpinan ini diserahkan sepenuhnya pada
orang-orang yang dipimpin.
Sumber
Tulisan : Noviani Junaidi, (2013), Gaya Kepemimpinan Otoriter, Kompas, 8 Mei 2013
0 komentar:
Posting Komentar