Jati
Pramono
Fakultas
Psikologi Universitas Proklamasi 45
Yogyakarta
KONON,
dalam
sebuah diskusi antara orang-orang keren yang diceritakan ole sahabat baru saya.
Frans Sugiarta, muncul sebuah pertanyaan tentang apa yang menjadi problem
terbesar umat manusia pada abad ke-21 ini. Boleh menyebut jawaban apapun,
tetapi hanya satu yang dianggap sebagai titik awal seluruh tantangan terbesar
kita saat ini. Jika pertanyaan tersebut diajukan kepada saya, hampir pasti
jawabannya akan serupa dengan berita-berita yang seringkali mendominasi halaman
muka surat kabar seperti pendidikan, pemerataan kekayaan, sumber daya manusia,
kemiskinan, atau lingkungan hidup. Kira-kira apa jawaban Anda?
Profesor Kambiz Maani dari
Universitas Massey, Auckland, Selandia Baru menjawab pertanyaan tersebut dengan
jawaban yang bisa jadi terasa aneh bagi kita. Bagi Profesor Maani, problem
terbesar yang dihadapi manusia pada abad ke-21 adalah soal kualitas hubungan
(the quality of relationship). Aneh kan? Sebelum Anda juga mengernyitkan dahi terlalu
lama seperti saya, elaborasi jawaban Profesor Maani secara lebih kontekstual
tercermin dalam 3 angka ini: 1,5 | 2,5 | 3.
The biggest problem we are
facing in the 21st century is the quality of relationship – Prof.
Kambiz Maani. 1,5 adalah besaran atau
kecepatan uamat manusia mengkonsumsi sumber daya alam yang dihasilkan bumi.
Artinya, saat ini, kita telah menghabiskan 1,5 lebih banyak atau lebih cepat
dari segala hal yang disediakan oleh planet bumi hanya satu ini. Bisa diartikan
juga kalau kita sebenarnya telah mengambil porsi generasi mendatang dengan
mengatasnamakan kebutuhan. Angka 2,5
dalam satuan miliar adalah jumlah
manusia menggantungkan hidupnya dari belas kasihan orang/organisasi/negara
lain. Mereka tidak punya akses untuk air bersih, tempat tinggal dan pengobatan
standar. Angka 3 adalah peningkatan
jumlah orang yang memilih untuk mengakhiri hidupnya dalam satu dekade terakhir.
Ketiga angka ini adalah refleksi telah rusaknya hubungan (relationship) umat manusia dengan planet ini, hubungan
antarnegara, antarorganisasi, dan antarmanusia.
It
has become appallingly obvious that our technology has excedded our humanity – Albert Einstein. Pada satu sisi
teknologi mendekatkan yang jauh, tetapi juga sekaligus menjauhkan yang dekat.
Teknologi membuka banyak peluang tahu dengan cepat dan instan, tetapi
mempersulit ruang untuk sadar, paham, dan peduli.
Keep
the right kind of people in your orbit. Membina hubungan perlu
investasi waktu dan perhatian. Hubungan yang tepat dengan orang yang tepat
bakal punya pengaruh luar biasa untuk proses tumbuh kembang diri dan dalam
memunculkan karya bersama.
Dan, sebaliknya juga
berlaku. Definisi orang yang tepat adalah mereka yang berperan menjadikan diri
lebih baik, lebih sabar, lebih berenergi, lebih sabar, dan lebih keren.
Profesor Maani dengan jernih
telah melihat problem paling mendasar bagi umat manusia saat ini. Sebagai
khalifah di muka bumi, manusia adalah satu-satunya spesies yang mempunyai
kekuatan untuk menghancurkan atau memperbaiki planet ini dan segenap makhluk
yang hidup di dalamnya. Diawali dari hubungan baik yan terpelihara dengan Sang
Pencipta, dengan diri sendiri, dan sesame akan uncul pola baru dalam
menumbuhkembangkan satu sama lain dan merawat planet Bumi beserta seluruh
isinya. Bagaimana mengawalinya? Well, the
only currency in building relationship that matters is called sincerity. Are
you being sincere in living?
Sumber
Tulisan:
Suhardono, Rene. 2015.
Building A Relationship That Matters. Kompas,
21 Oktober.
0 komentar:
Posting Komentar