Jati
Pramono
Fakultas
Psikologi Universitas Proklamasi 45
Yogyakarta
BEBERAPA
hari lalu, banyak beredar broadcast message yang berisi tentang tipe baru
digital narcotic yang bisa diakses dari smartphone dalam bentuk aplikasi.
Terlepas dari apakah benar aplikasi gelombang suara ini dapat menimbulkan efek
kecanduan layaknya narkoba, hal ini tetap saja meresahkan para orang tua
mengingat hamper semua anak saat ini memiliki smartphone yang memungkinkan
mereka mengakses aplikasi ini.
Bagaimana para orang tua
dapat membentengi ananya dari pengaruh lingkungan seperti ini? Rasanya sudah
cukup banyak batasan yang dibuat para orang tua bagi anak-anaknya sekarang ini
untuk menghindari beragam tindak kejahatan. Pertanyaannya, apakah oang tua juga
harus melarang anaknya menggunakan smartphone, padahal alasan mereka mengizinkan
anaknya menggunakan smartphone juga agar mereka dapat memantau keberadaan
anaknya diantara segudang kesibukan.
Nilai hidup dan prinsip kuat
yang ditanamkan oleh para orang tua kita berfungsi layaknya perisai yang
melindungi diri dari godaan-godaan lingkungan.
Mahatma Gandhi mengatakan, “If there is no principle, there is no true,
north, nothing you can depend upon”.
Beliau pun menekankan bahwa yang disebut dengan prinsip sebenarnya adalah
prinsip individu, terlepas dari pandangan politik atau nilai sosial
disekitarnya. Prinsip mendasar inilah yang digunakan dalam pengambilan
keputusan, baik perusahaan maupun politik. Bila tidak, kita bisa terjebak pada
keyakinan-keyakinan, yang bisa jadi dikemas dengan misi dan visi bersama
organisasi.
Contoh kebobrokan mental
yakni tindak penggunaan uang negara untuk urusan yang tidak urgen, yang di
media massa bahkan diberi pembenaran yang nyata-nyata janggal. Atau,
pelanggaran yang dilakukan dengan alasan keuntungan perusahaan, yang merusak
dan merugikan public yang lebih luas oleh orang-orang yang tadinya sangat kita
respek.
Membangun
pribadi berprinsip
Dalam dunia digital ini
semua orang bebas bersuara, bebas berpendapat, baik secara terbuka maupun
secara anonim. Arus informasi begitu simpang siur sehingga batas antara benar
dan salah kadang menjadi demikian kabur. Penerimaan publik yang kadang dilihat
dari berapa jumlah like yang diperoleh bisa jadi mengambil alih kebenaran yang
seharusnya ditegakkan.
Berprinsip
di tengah pusaran perkembangan zaman
Banyak orang menyamakan dan
bahkan mengecap orang yang berprinsip sebagai individu yang konvensional dan
tradisional, alias kuno. Pandangan seperti ini membuat kita terjebak dalam
kesenjangan antara orang yang berprinsip dengan perkembangan dunia teknologi,
ekonomi, dan politik yang berubah dengan cepat ini. Steve Covey mengemukakan,
pemimpin yang berprinsip, selalu belajar tanpa lelah, bertanya, dan berdiskusi.
They discover that the more they know,
the more they realize they don’t know.
Mereka perlu menguji terus menerus prinsipnya ketika menghadapi konflik-konflik
sehari-hari.
Sumber
Tulisan:
Rachman, Eileen dan Jakob,
Emilia. 2015. Anda punya Prinsip. Kompas,
24 Oktober.
0 komentar:
Posting Komentar