Muji Pambudi
Fakultas Psikologi
Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta
masih banyak ditemui gesekan gesekan yang berhubungan dengan perbedaan agama, suku, ras dan golongan di berbagai daerah. Pemicu awalnya bisa berupa gesekan kepentingan lokal, soal politik atau ekonomi yang akhirnya bisa melebar ke SARA.
Pemerintah sebenarnya sudah
membentuk membentuk Forum Kerukunan Umat
Beragama (FKUB) di tingkat nasional, provinsi, hingga kabupaten/kota, tetapi memang peran dan langkah-langkah dari FKUB belum berjalan sesuai
harapan. Selain pemerintah peran para tokoh agama yang berwawasan nasionalis
juga selain diperlukan untuk membimbing umatnya dan lepercayaannya, tetapi juga
mampu bekerja sama dengan agama lain.
Menurut Sekretaris Dewan Setara Institute Benny Susetyo dalam
seminar "Peran Pemimpin Agama dalam Merawat Perdamaian Maluku di
Indonesia: Sebuah Pembelajaran dari Ambon, Maluku" di Jakarta, Kamis
(3/12),mengatakan "Mereka (FKUB) kadang menjadi perpanjangan
tangan pemerintah. Padahal, di beberapa wilayah, pemerintah juga kurang bisa
mengayomi rakyat," agamawan
nasionalis harus bisa mengedepankan kepentingan bangsa ketika berada di forum
antarumat beragama. Dengan begitu, mereka bisa menjadi bagian dari penyelesaian
masalah.
Keberadaan dan fungsi FKUB gaungnya tidak begitu terdengar oleh public
karena hubungan dengan masyarakat juga tidak terlalu dekat. Sementara ini
keberadaan FKUB di daerah konflik seperti Ambon, Poso, Sulawesi Tengah mendapatkan
ujian cukup serius dimana konflik sebenarnya dipicu
oleh soal-soal lain di luar agama, tetapi kemudian dikaitkan dengan sentimen
agama sehingga meluas dan mendorong gesekan keras. "Agama disalahgunakan
sebagai cara memobilisasi massa dan memicu konflik yang menyalahi fungsi agama
sebagai pendamai," kata Manajer Proyek Sistem Nasional Pemantau Kekerasan
THC
Saat ini perlu
adanya kreativitas dari
para tokoh agama untuk memupuk kerukunan antar umat di lapangan. Saat ini di Maluku, umat beragama bergiat tidak hanya dalam
dialog teologi, tetapi juga bergotong royong dalam kehidupan sehari-hari.
Berbagai kelompok umat agama berbeda kini semakin sering bersama-sama
membersihkan rumah ibadah atau perkampungan. Sehingga potensi konflik tidak terjadi karena adanya rasa kebersamaan.
Kompas edisi 7
Desember 2015, "Kita Terus Belajar Saling Menghargai".
0 komentar:
Posting Komentar