yudha andri r
fakultas psikologi universitas proklamasi 45
Konflik merupakan pertentangan
dalam diri seseorang karena mengemban peran majemuk. Pada masa remaja, terjadi
berbagai macam perubahan dalam diri. Anak yang sedang memasuki masa remaja
harus melakukan berbagai macam adaptasi diri. Salah satunya adalah adaptasi
untuk keluar dari masa kanak-kanak dan mulai memasuki masa dewasa.
Remaja merupakan
masa peralihan atau masa transisi dari anak menuju dewasa (Hurlock, 1978 dalam
Sobur 2003).
Pada masa ini terjadi
banyak perubahan pada diri individu. Perubahan meliputi perubahan biologis, perubahan
kognitif, perubahan sosial, perubahan
kebijaksanaan pada orang tua dan harapan-harapan yang dilanggar oleh pihak
orang tua dan remaja.
Perubahan biologis remaja
meliputi terjadinya pubertas pada diri remaja. Masa pubertas adalah masa
pertumbuhan fisik maksimal dari individu atau sering disebut dengan the maximum growth age. Remaja yang
sedang mengalami masa pubertas sering merasa kehilangan identitas diri.
Penyebabnya adalah mereka harus melepaskan status kanak-kanak, namun belum bisa
dianggap sebagai seorang dewasa. Dalam kondisi ini situasi dengan orang tua
juga mengalami perubahan. Misalnya keharusan merapikan kamar tidur, berpakaian
rapi, peraturan jam malam.
Perubahan yang terjadi pada
individu yang sedang pada fase remaja sering menimbulkan konflik dengan orang
tua. Menurut Piaget (dalam Sumanto,2013), perkembangan kognitif bertujuan untuk
memperoleh struktur-struktur psikologis yang diperlukan supaya manusia mampu
berpikir secara logis dan mampu mengadakan penalaran secara abstrak mengenai masalah-masalah
aktual dan hipotesis. Pada tahap ini individu telah melampaui pengalaman
konkret dan mampu berpikir abstrak dan logis. Saat inilah remaja menciptakan
bayangan situasi ‘ideal’ menurut pikiran mereka. Kemudian situasi ‘ideal’
tersebut mereka bandingkan dengan kehidupan nyata. Disinilah sering timbul
konflik dengan orang tua.
Kehidupan pada masa remaja
mulai berkembang dengan semakin banyaknya aktivitas di luar rumah. Kehidupan
berkelompok menjadi amat penting pada masa ini. Hubungan anak dengan orang tua
menjadi agak longgar. Sehingga anak remaja mencari bantuan emosional dalam
kelompoknya. Pada masa remaja, penilaian dari kelompok lebih dipentingkan
daripada penilaian orang tua. Dari itulah banyak timbul pertentangan antara
orang tua dan anak remaja.
Masa remaja bisa dikatakan
menjadi masa sulit individu dalam pencarian identitas diri. Mereka dituntut
untuk dapat meninggalkan masa kanak-kanak, beradaptasi dengan dirinya sendiri
(fisik), menjalin hubungan sosial dengan lingkungan. Begitu banyaknya perubahan
yang terjadi dalam diri individu pada masa remaja, juga sering menimbulkan
konflik dengan orang-orang disekitarnya, terutama orang tua. Pada masa ini
orang tua ikut berperan dalam proses pencarian identitas seorang remaja.
Konflik orang tua dan remaja
Konflik terjadi saat motif,
opini, tujuan, keyakinan bersinggungan atau tidak sesuai dengan yang lain.
Konflik juga terjadi saat harapan dan tindakan seseorang sebenarnya menghambat
harapan atau tindakan orang lain, misalnya seorang remaja harus melepaskan
keinginannya karena tidak sesuai dengan harapan dari orang tua.
Berbagai macam bentuk
konflik orang tua dengan remaja antara lain:
- Orang tua menganggap anaknya sudah cukup dewasa sehingga menerapkan peraturan seperti untuk orang dewasa, sedangkan anak masih dalam masa remaja.
- Anak tidak mau menuruti perintah dan lebih banyak dipengaruhi oleh teman sebaya.
- Orang tua menginginkan anak remajanya dapat cepat menjadi orang dewasa baik dari segi kognitif maupun perilakunya.
- Orang tua menginginkan anaknya menjadi seperti yang mereka inginkan dengan menggunakan orang lain sebagai contoh. Misal anak dituntut seperti anak tetangga yang rajin
- Anak dituntut untuk mandiri tanpa ada pendampingan dan dukungan dari orang tua
Usaha mengurangi konflik antara orang tua dan anak remajanya
Orang tua adalah orang yang
paling dekat dengan anak remaja. Lingkungan keluarga menjadi lingkungan utama
dalam mendampingi perkembangan anak pada masa remaja. Meski tak dipungkiri
bahwa di lingkungan keluarga (terutama dengan orang tua) sering terjadi
konflik. Namun demikian orang tua
sebagai orang yang lebih dewasa bisa mengurangi terjadinya konflik dengan anak
remajanya.
1.
Memberikan hak otonomi pada
remaja
Ketika remaja menuntut
otonomi, orang dewasa yang bijaksana melepaskan kendali di bidang-bidang dimana
remaja dpat mengambil keputusan-keputusan yang masuk akal tetapi tetap terus
membimbing remaja untuk mengambil
keputusan yang masuk akal pada bidang-bidanng dimana pengetahuan remaja
terbatas. Dengan demikian secara berangsur-angsur remaja memperoleh kemampuan
untuk mengambil keputusan-keputusan matang secara mandiri. Orang dewasa
ini dapat mengkomunikasikan nilai kemandirian belajar dengan modelling,
memberikan arah dan mengatur perilaku yang akan dimunculkan (Tarmidi dan Rambe,
2010)
2.
Pemahaman bahwa menjadi
dewasa bukan hal yang bisa instan
Orang tua perlu memahami bahwa remaja untuk menjadi dewasa yang
matang tidak bisa dilakukan dalam waktu satu atau dua malam. Orang tua
hendaknya memahami bahwa perjalanan menjadi dewasa yang matang memerlukan waktu
10 hingga 15 tahun. Dengan demikian orang tua akan lebih kompeten dan tenang
dalam mendampingi anak remajanya.
3.
Orang tua menjadi model
contoh untuk anak remaja
Sering terjadi dalam
kehidupan adalah orang tua selalu memberi contoh bagaimana untuk menjadi orang
dewasa yang baik. Tetapi mereka tidak menjadi contoh untuk anak mereka sendiri.
4. Orang tua memberi dukungan pada masa perkembangan anak remaja
Dukungan orangtua merupakan sistem
dukungan sosial yang terpenting di masa remaja. Dibandingkan dengan sistem
dukungan sosial lainnya, dukungan orangtua berhubungan dengan kesuksesan
akademis remaja, gambaran diri yang positif, harga diri, percaya diri, motivasi
dan kesehatan mental (Tarmidi & Rambe, 2010).
5.
Menggunakan konflik yang sedang terjadi sebagai relasi antara
orang tua dengan remaja
Konflik yang terjadi
dalam keseharian mencirikan hubungan antara orang tua dengan remaja. Hal ini
dapat berperan sebagai fungsi perkembangan yang positif. Perselisihan dan
perundingan kecil dapat mempermudah transisi remaja dari tergantung pada orang
tua menjadi remaja yang mandiri.
6.
Mengetahui tugas
perkembangan masa remaja
Menurut Havighurst (dalam Sobur, 2003) perjalanan hidup
seseorang ditandai oleh adanya tugas-tugas yang harus dipenuhi. Tugas-tugas
perkembangan yaitu tugas-tugas yang harus dilakukan seseorang dalam masa-masa
hidup tertentu sesuai dengan norma-norma masyarakat dan budayanya.
Adapun tugas-tugas perkembangan masa remaja pada umumnya
meliputi pencapaian dan persiapan segala hal yang berhubungan dengan kehidupan
dewasa:
a.
Mencapai pola hubungan baru
yang lebih matang dengan teman sebaya yang berbeda jenis kelamin sesuai dengan
keyakinan dan etika moral yang berlaku di masyarakat
b.
Mencapai peranan social
sebagai seorang pria (jika ia seorang pria) dan peranan social seorang
perempuan (jika ia seorang perempuan) selaras dengan tuntutan social dan
kultural masyarakatnya
c.
Menerima kesatuan
organ-organ tubuh sesuai dengan jenis kelaminnya dan menggunakan secara efektif
sesuai dengan kodratnya masing-masing
d.
Keinginan menerima dan
mencapai tingkah laku social tertentu yang bertanggung jawab di tengah-tengah
masyarakatnya
e.
Mencapai
kemerdekaan/kebebasan emosional dari orang tua dan orang-orang dewasa lainnya
dan mulai menjadi seorang “person” (menjadi diri sendiri)
f.
Mempersiapkan diri untuk
mencapai karier (jabatan dan profesi) tertentu dala bidang kehidupan ekonomi
g.
Mempersiapkan diri untuk
memasuki dunia perkawinan (rumah tangga) dan kehidupan berkeluarga yakni
sebagai suami (ayah) dan istri (ibu)
h.
Memperoleh seperangkat
nilai dan system etika sebagai pedoman bertingkah laku dan mengembangkan
ideology untuk keperluan kehidupan kewarganegaraannya.
Daftar Pustaka
Sobur, A. (2003). Psikologi umum. Bandung: CV PUSTAKA SETIA
Sumanto. (2013). Psikologi perkembangan sepanjang rentang kehidupan. Yogyakarta:
Program Pasca Sarjana STII Yogyakarta
Tarmidi. & Rambe, A. (2010). Korelasi
antara dukungan sosial orang tua dan self directed learning pada siswa SMA.
Jurnal Psikologi Volume 37
0 komentar:
Posting Komentar