Restu Wahyuningtyas
Fakultas Psikologi
Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta
Pengaruh
lingkungan, terutama keluarga sangat dominan bagi perkembangan beragama
seseorang. Seperti yang saya lakukan pada masa kanak-kanak. Pada waktu itu saya
senang pergi ke masjid untuk melakukan sholat karena saya melihat orang tua
saya juga melakukan hal tersebut. Saya menirukan gerakan-gerakan sholat,
kemudian menirukan bacaan-bacaan yang diucapkan imam sholat. Begitu juga ketika
bulan puasa, saya mengatakan pada ibu bahwa saya ingin berpuasa karena ingin
seperti orang tua dan orang dewasa lain yang berpuasa. Perilaku sholat dan
puasa yang saya lakukan pada waktu itu karena keinginan untuk melakukan hal
seperti orang lain. Pada masa kanak kanak perilaku meniru sangat menonjol
(Subandi, 2013: 41).
Kehidupan
beragama seorang anak pada masa kanak-kanak sangat dipengaruhi oleh orang tua
(Subandi, 2013: 40). Hal ini terwujud dari perilaku ibadah yang dilakukan orang
tua yang kemudian saya tiru. Orang tua
melakukan sholat, saya mengikuti sholat. Ketika orang tua berpuasa saya saya
juga ikut berpuasa. Perilaku ibadah saya tersebut bersifat superfisial. Maksud dari superfisial adalah perilaku yang
merupakan suatu kebiasaan saja, belum ada pemahaman dan penghayatan secara
mendalam (Subandi, 2013:41).
Prediksinya
ketika seorang anak pada usia kanak-kanak melakukan imitasi perilaku keluarga
yang beragama adalah pada saat dewasa nanti akan menjadi seorang yang religius
(Subandi, 2013:41). Karena ritual-ritual ibadah sudah terbiasa dilakukan pada masa kanak-kanak. Dan hal tersebut
merupakan proses belajar yang sangat baik dalam pendidikan agama.
Pengendalian
yang mungkin dilakukan adalah memberikan pemahaman dan penghayatan mengenai agama
dengan pendidikan agama. Pendidikan agama bisa diberikan kepada anak melalui
pendidikan formal di sekolah-sekolah umum. Selain itu bisa juga dengan
pendidikan non formal seperti mendaftarkan anak pada pendidikan keagamaan,
seperti les membaca kitab, TPA (untuk anak beragama Islam). Dengan demikian
pengetahuan anak mengenai agama akan semakin luas, diikuti dengan pengamalan
yang sudah biasa dilakukan sejak masa kanak-kanak. Hal ini karena anak-anak
memahami ajaran dan konsep dalam agama sebagai sesuatu hal yang konkret seperti
yang mereka lihat dalam kehidupan sehari-hari (Subandi, 2013: 57).
Referensi
Subandi,
M. A. (2013). Psikologi agama dan
kesehatan mental. Yogyakarta: PUSTAKA PELAJAR
0 komentar:
Posting Komentar