31.12.15

Kehidupan Beragama Dimulai sejak Kanak-Kanak




 
Restu Wahyuningtyas
Fakultas Psikologi 
Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta
 
Pengaruh lingkungan, terutama keluarga sangat dominan bagi perkembangan beragama seseorang. Seperti yang saya lakukan pada masa kanak-kanak. Pada waktu itu saya senang pergi ke masjid untuk melakukan sholat karena saya melihat orang tua saya juga melakukan hal tersebut. Saya menirukan gerakan-gerakan sholat, kemudian menirukan bacaan-bacaan yang diucapkan imam sholat. Begitu juga ketika bulan puasa, saya mengatakan pada ibu bahwa saya ingin berpuasa karena ingin seperti orang tua dan orang dewasa lain yang berpuasa. Perilaku sholat dan puasa yang saya lakukan pada waktu itu karena keinginan untuk melakukan hal seperti orang lain. Pada masa kanak kanak perilaku meniru sangat menonjol (Subandi, 2013: 41).
Kehidupan beragama seorang anak pada masa kanak-kanak sangat dipengaruhi oleh orang tua (Subandi, 2013: 40). Hal ini terwujud dari perilaku ibadah yang dilakukan orang tua yang  kemudian saya tiru. Orang tua melakukan sholat, saya mengikuti sholat. Ketika orang tua berpuasa saya saya juga ikut berpuasa. Perilaku ibadah saya tersebut bersifat superfisial.  Maksud dari superfisial adalah perilaku yang merupakan suatu kebiasaan saja, belum ada pemahaman dan penghayatan secara mendalam (Subandi, 2013:41). 
Prediksinya ketika seorang anak pada usia kanak-kanak melakukan imitasi perilaku keluarga yang beragama adalah pada saat dewasa nanti akan menjadi seorang yang religius (Subandi, 2013:41). Karena ritual-ritual ibadah sudah terbiasa dilakukan  pada masa kanak-kanak. Dan hal tersebut merupakan proses belajar yang sangat baik dalam pendidikan agama.
Pengendalian yang mungkin dilakukan adalah memberikan pemahaman dan penghayatan mengenai agama dengan pendidikan agama. Pendidikan agama bisa diberikan kepada anak melalui pendidikan formal di sekolah-sekolah umum. Selain itu bisa juga dengan pendidikan non formal seperti mendaftarkan anak pada pendidikan keagamaan, seperti les membaca kitab, TPA (untuk anak beragama Islam). Dengan demikian pengetahuan anak mengenai agama akan semakin luas, diikuti dengan pengamalan yang sudah biasa dilakukan sejak masa kanak-kanak. Hal ini karena anak-anak memahami ajaran dan konsep dalam agama sebagai sesuatu hal yang konkret seperti yang mereka lihat dalam kehidupan sehari-hari (Subandi, 2013: 57).
Referensi
Subandi, M. A. (2013). Psikologi agama dan kesehatan mental. Yogyakarta: PUSTAKA PELAJAR

0 komentar:

Posting Komentar