YUDHA
ANDRI RIYANTO
FAKULTAS
PSIKOLOGI, UNIVERSITAS PROKLAMASI 45 YOGYAKARTA
Didalam
kode etik psikologi dijelaskan bahwa hubungan antar manusia sangat penting
untuk membangun hubungan baik. Hubungan antar manusia dalam kode etik juga
dijelaskan dalam pedoman umum kode etik psikologi, yang terdapat pada pasal 13
– 22. Adapun isi pasal tersebut sebagai berikut:
Pasal
13, menerangkan bahwa sikap professional dalam memberikan layanan psikologi
yang baik, bersifat perorangan, kelompok lembaga atau organisasi institusi
harus sesua keahlian, kewenangannya. Serta berkewajiban untuk: mengutamakan
dasar prefesional, memberikan layanan kepada semua pihak, melindungi pemakai
layanan psikologi, mengutamakan ketidak berpihakan dan menghadapi kemungkinan
yang tidak terduga.
Pasal
14, yaitu pelecehan. Sebagaimana psikolog atau ilmuwan psikolog tidak terlibat
dalampelecehan seksual. Pelecehan seksual dapat terdiri dari perilaku yang
paraha atau perilaku yang berulang. Perilaku yang dimaksud dalam pengertian ini
adalah tindakan yang atau perbuatan yang dianggap sebagai, tidak dikendaki,
tidak sopan, dapat menimbulkan sakit hati dan sebagainya. Sehingga klien tidak
nyaman dengan perilaku yang kita berikan.
Pasal
15, yaitu pasal yang menerangkan penghindaran dampak buruk. Didalam hal seperti
ini maka pemakai layanan psikolog serta pihak – pihak yang terlibat harus
mendapat informasi tentang kemungkinan – kemungkinan tersebut
Pasal
16, yaitu pasal hubungan majemuk. Terjadinya hubungan majemuk apabila psikolog
/ ilmuwan psikolog ada peran profesinya dengan klien dalam waktu bersamaan atau
hubungan dekat.psikolog atau ilmuwan psikolog dapat menghindari hubungan
majemuk ketika dipertimbangkan dapat merusak subjektifitas, merugikan dan
psikolog atau ilmuwan dituntut hokum.
Pasal
17, diisi dengan konflik kepentingan. Psikolog dan ilmuwan dapat menghindar
dari klien apabila psikolog dalam menghadapi kepentingan pribadi, ilmiah,
professional, hokum, finansial, kepentingan atau hubungan lain diperkirakan
akan merusak subjektifitas.
Pasal
18 dan 19, tentang eksploitasai. Psikolog dan ilmuwan psikolog tidak dianjurkan
melakukan hal yang dianggap eksploitasi atau pemanfaatan. Psikolog dan ilmuwan
psikolog memiliki dua hubungan professional yaitu hubungan antar profesi antar
profesi yaitu sesame psikolog atau ilmuwan psikolog serta hubungan dengan
profesi lain.
Pasal
20, yitu informed consent. Setiap proses dibidang psikolog yang meliputi
penelitian, pendidikan, asesmen, intervensi yang melibatkan manusia harus
disertai informend consent atau persetujuan dari orang yang menjalani proses.
Pasal
21, yaitu pelayananan psikolog melalui organisasi. Psikolog atau ilmuwan
psikolog ketika memberikan layanannya harus sepenuhnya tentang, sifat dan
tujuan, penerimaan layanan psikolog, individu yang menjalani layanan psikolog,
menjaga kerahasiaan dan dilarang memberikan informasi atau hasil informasi.
Pasal
22, berisikan tentang pengalihan dan penghentian layanan psikologi. Sebelum
layanan diberhentikan atau dialihkan dengan alasan apapun setidaknya dibahas
bersama antar psikolog dan ilmuan psikolog yang lain.
Refrensi:
Ø HIMPSI
(2010). KODE ETIK PSIKOLOGI INDONESIA HAL
11 -1 5.
0 komentar:
Posting Komentar