1.11.15

RINGKASAN ARTIKEL : PERGURUAN TINGGI KIAN TERINDUSTRIALISASI


Murjiwantoro
Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45
Yogyakarta


Perguruan Tinggi adalah suatu pendidikan penyelenggara pendidikan tinggi. Peserta didik perguruan tinggi disebut mahasiswa sedangkan tenaga pendidik disebut dosen. Dosen wajib memikul tiga tugas sekaligus yaitu mengajar, meneliti, dan melakukan kegiatan pengabdian kepada masyarakat. Tiga tugas yang dirumuskan dalam konsep Tri Dharma Perguruan Tinggi wajib dijadikan napas setiap perguruan tinggi baik negeri maupun swasta. Kinerja dosen dan reputasi sebuah perguruan tinggi diukur dari seberapa jauh ketiga dharma dilaksanakan secara konsisten, terintegrasi, dan proposional. Kondisi dimana Perguruan Tinggi yang semakin terindustrialisasikan, apakah seorang dosen dimungkinkan menjalankan tiga dharma itu secara semestinya? Perguruan Tinggi yang semakin terindustrialisasikan adalah pengelolaan Perguruan Tinggi yang semakin digerakkan nalar bisnis, yaitu cost and benefit analysis secara finansial. Perguruan Tinggi tak boleh menjadi lembaga yang berorientasi mencari laba, tetapi mendapatkan keuntungan materiil bukanlah hal yang dilarang.
Wujud konkret dari pengelolan Perguruan Tinggi yang digerakkan nalar bisnis adalah kebijakan pembukaan atau penutupan suatu program studi. Pembukaan dan penutupan suatu program studi yang terjadi disebagian besar Perguruan Tinggi di Indonesia, baik negeri maupun swasta, bergantung pada situasi pasar tenaga kerja. Apakah konsekuensinya bagi dosen bila Perguruan Tinggi dikelola  dengan nalar bisnis dan mentalitas? konsep mulia Tri Dharma Perguruan Tinggi menjadi sesuatu yang nyaris tak mungkin dilaksanakan dengan semestinya. Hal yang hampir selalu terjadi pada program-program studi yang tengah laku keras adalah tidak memadainya perbandingan antara pertumbuhan jumlah mahasiswa dan dosen. Rasio dosen-mahasiswa semakin melebar. Konsekuensinya, banyak dosen yang beban mengajar serta jumlah bimbingan penulisan tugas ilmiahnya makin tak masuk akal. Bila seorang dosen harus mengampu 7 sampai 9 mata kuliah per semester dalam belasan kelas pararel, dan jumlah bimbingan  penulisan tugas ilmiah, sekripsi, tesis, dan disertesis yang mencapai puluhan. Apakah mungkin ia punya cukup waktu untuk melakukan penelitian dengan semestinya? Mengajar pun menjadi mekanistis, tak ubahnya putar ulang materi yang telah di susun sekian tahun sebelumnya. Memeriksa draf tugas-tugas ilmiah bimbingannya pun jelas tidak mungkin bisa cermat dan mendalam. Kegiatan pengabdian kepada masyarakat mungkin masih sanggup dilakukan, tetapi barangkali hanya formalitas sekaligus tak lebih dari sekedar variasi dari rutinitas kegiatan kampus.
Kesimpulannya adalah Tri Dharma Perguruan Tinggi memang bisa berjalan, tetapi tidak lebih dari formalitas belaka. Bukan karena para dosen enggan melaksanakannya, tetapi lebih karena akibat kondisi struktural Perguruan Tinggi yang semakin digerakkan nalar bisnis. Bagaimana solusinya? Solusinya ada dua pilihan, tuntutan yang ideal itu disederhanakan, atau kondisi riil yang ada dibuat kondusif bagi terwujudnya tuntutan yang ideal itu. Pilihan kedua, hanya mungkin bila kebijakan yang cenderung melepas Perguruan Tinggi kedalam mekanisme pasar direm, dan pemerintah kembali menjadi penanggung jawab utama penyelenggaraan Perguruan Tinggi.



Sumber tulisan : Budiawan, (2015) Perguruan Tinggi Kian Terindustrialisasikan. Kompas, 11 Juni 2015. Hal 7

0 komentar:

Posting Komentar