Yudha Andri Riyanto
Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta
Tanggal 15 November 2015, fakultas psikologi Universitas
Proklamasi 45 Yogyakarta mengadakan MAKRAB atau malam keakraban yang di ikuti
semua fakultas di Univ kami. Tempat yang diambil oleh panitia yaitu Watu
Lumbung, selatan kota Yogyakarat arah Pantai Parangtritis.
Ditempat itu saya banyak mendapatkan keindahan yang
terselubung, dan bagi ku adalah tema dimana aku harus bercerita kepada semua
teman – teman ku yang tahu dan belum tahu. Banyak yang harus di jadikan
motivator dari keindahan alam sekitar. Ide gagasan yang cerdik oleh mbah Boy,
membuat semalaman aku tidak bisa meninggalkan keindahan yang ditemani beberapa
dosen dan teman – teman.
Perjuangan itu hanya sederhana, tidak
perlu kita dikenal oleh semua manusia dari plosok tanah air, tapi coba kita
hargai semua hasil karya indonesia dari diri sendiri terlebih dahulu. Tidak
perlu kita mempromosikan apa yang kita lakukan untuk Indonesia tetapi semua itu
akan berjalan seiring kesadaran orang yang melihat usaha kita, sapa teman dari
salah satu teman Mbah Boy di Watu lumbung malam itu. Akhirnya mulai aku tidak
sabar untuk bertanya dan memulai keakraban ku dengan aktifis hebat tersebut,
Mahasiswa 1 : wah ini lokasi strategis sekali buat mengistirahatkan
otak (dengan cangki teh panas, yang di dekap dengan kedua telapak tangan)
Mahasiswa 2 : enaknya juga sambil bawa pacar atau teman
untuk main gitar di pojok sana ya (tangan kanan menunjuk sebuah tempat ditepi
pepohonan yang bergoyang indah)
Aktifis Hebat : haha, tapi jangan harap kalian bisa
seenaknya lhoo di tempat ini (senyum lepas memandang gunung yang tepat
dihadapannya)
Dosen : emang aturannya sakral banget ya pak?
Mahasiswa 3 : dipasang sisi tv mungkin ya pak ?
Aktifis hebat : tidak ada sisi tv kok, cuman kita sering
mengkontrol semua pendatang yang datang kemari. Aturanya tidak sakral tapi
aturan yang lebih menunjukan kebaikan pada pengunjung dan aturan – aturan yang
kami sepakati
Mahsiswa 2 : apa pak ?
Aktifis hebat : ya kalau pacaran tentu kami tidak
mengijinkan mereka sampai larut malam, kalau disini juga tidak boleh membawa
makanan – makanan yang menimbulkan sampah dan bukan olahan tradisional. Coba
kalian lihat semua warung di bawah sampai atas, tentu tidak akan kalian
menemukan satu makanan atau minuman yang
biasanya di jual di warung pada umumnya. Kami mencoba menjual hasil bumi
dan ternak kita sendiri, walaupun itu beli kami tetap membeli di pasar yang
murni dari petani indonesia.
Mahasiswa 1 : berarti keren juga ya ? kenapa sih pak
harus begitu ?
Aktifis hebat : coba kita hargai hasil bumi wilayah
indonesia yang indah ini.
Percakapan
kami semakin panjang dan semakin tidak terarah, bukan karena minuman keras atau
lainnya, akan tetapi semua di iringi dengan canda tawa yang tidak bisa saya
tuliskan. Pada pagi hari aku dan teman teman Makrab berjalan – jalan untuk
menlihat lingkungan sekitar, kami naik dan turun gunung dengan berjalan kaki.
Pemandangan yang luar biasa yang saya lihat selama aku berjalan sampai bukit
dan aku bisa merasakan aroma khas pedesaan yang ku kagumi. Terdapat banyak
pepohonan kayu jati, ladang petani, gubuk kecil yang menjadi istana para
pekerja di ladang, pakaian dan sopan santun mereka saat menghadapi kami lewat,
membuat hati saya ingin menunjukan pada seluruh indonesia, bahwa orang yang
seperti ini harus di jadikan pembelajaran.
Masih
banyak orang yang menganggap orang pedesaan itu sangat tertinggal dan tidak
maju mengikuti jaman. Persepsi yang salah dan parah. Saat Mbah Boy menyapa kami
di gubuk kayu jati, saat istirahat aku mendapat kan jawaban kenapa orang desa
atau orang jaman dulu tidak mau maju. Semua itu tergantung prinsip pada
individu, orang desa kuat dengan apa yang di mengerti dan secara tidak langsung
mereka yang tidak berkembang itu adalah pejuang Indonesia atau pejuang untuk
menjaga kelestarian Negri dan keindahan yang tidak banyak orang mengerti ini.
bersambungg.........................
0 komentar:
Posting Komentar