Oleh:
Nunuk Priyati
Fakultas:
Psikologi
Universitas
Proklamasi 45
Yogyakarta
Terhambatnya
penggunaan energi alternatif dalam usaha menjadikan Jakarta sebagai kota layak
huni terjadi karena warga terbiasa memanfaatkan bahan bakar minyak (BBM)
bersubsidi. Hal ini dibahas oleh pakar lingkungan Emil Salim dalam diskusi New
Lenses On Future Cities di Jakarta, rabu 17 Desember 2014. Adapun menurut
pengamat tata kota Yayat Supriyatna berpendapat bahwa selain soal harga,
pemanfaatan energy alternative yang ramah lingkungan, seperti bahan bakar gas
(BBG), juga akan membuat kehidupan warga menjadi lebih bahagia. Perlunya
perencanaan pembangunan untuk menekankan jumlah warga berpindah juga
diperlukan. Mobilisasi warga membuat pemborosan dan polusi tinggi.
Hal yang bisa dilakukan untuk
mengatasi persoalan tersebut ialah dengan pembangunan permukiman yang
berdekatan dengan kantor atau pusat bisnis. Kalaupun perumahan warga terletak
jauh dari pusat perkantoran, layanan transportasi public yang terkoneksi,
efisien, aman, nyaman, murah, dan mudah diakses harus tersedia. Di samping itu,
diperlukan juga penyediaan stasiun pengisian bahan bakar gas (BBG) yang
memandai agar pengisian BBG tidak membutuhkan waktu yang lama karena harus
mengantre.
Terkait dengan pengolahan lingkungan
kota, perkumpulan Negara donor yang
tergabung dalam Cities Devilopment Initiatives for Asia akan memberikan bantuan
dua alat pengolahan sampah biodigester dan refuse derived fuel kepada kota
Tangerang sebagai daerah percontohan pengolahan sampah di Indonesia.
Hubungan artikel ini dengan
Psikologi lingkungan ialah energy memang sangat membantu dalam keseharian
manusia. Namun pemakaian yang berlebihan akan menyebabkan polusi udara dan pemborosan. Sudah sepantasnya
Indonesia mulai beralih pada energi alternatif seperti menggunakan Bahan Bakar
Gas (BBG) yang membuat emisi buang lebih rendah
Sumber:
PIN.
(2014). Pemanfaatan Energi Alternatif Diperlukan: Kompas, 18 Desember 2014
0 komentar:
Posting Komentar