21.10.15

RINGKASAN ARTIKEL : KEMANDIRIAN DI KAMPUS KANDANG UDAN


Muji Pambudi

Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45

Yogyakarta

 
Di Indonesia banyak daerah yang  mengalami kesusahan dalam mencari sumber air bersih. Karena hal tersebut warga dituntut untuk kreatif dalam memperoleh sumber air bersih untuk minum dan mandi. Salah satu contohnya ada di Dusun Bunder, Kelurahan Bandungan, Kecamatan Jatinom, Kabupaten Klaten. Warga setempat menciptakan sebuah alat dari bambu, kain, dan baskom yang dibentuk sedemikian rupa sehingga dapat menampung air hujan yang nantinya akan digunakan untuk berbagai kebutuhan. Sebelumnya ada upaya untuk membuat sumur di daerah tersebut, namun setelah menggali sedalam 60m, sumber air tetap tidak ditemukan. Di Dusun Bunder juga dibuat sebuah tandon yang disalurkan dari  bak besar yang menampung air hujan. Disini tandon bak barang mewah yang melebihi rumah. Maka dari itu warga setempat membuat arisan untuk membuat tandon dan pembuatan dilakuan secara gotong royong.
 
           Sebelum adanya sistem tandon tersebut, warga hanya dapat mengambil air di  bak milik pak lurah dan dibatasi sebanyak dua pikul atau mengambil air di satu-satunya waduk buatan di pinggir dusun untuk mencuci dan memandikan ternak. Bagi warga setempat menyuguhkan air hujan bagi tamu bukanlah sebuah kebanggaan, jadi mereka membeli air mineral kemasan. Dari rasa rendah diri itu Bima seorang seniman membuat perubahan secara pelan lewat kesenian. Kesenian tersebut adalah tarian untuk menyampaikan pesan mengenai air hujan agar tidak hanya dipandang sebagai sebuah siklus alam.  Berbagai keterlibatan warga dalam hal ini, memunculkan inisiatif untuk memperbaiki waduk yang telah rusak agar dapat berfungsi kembali. Menyikapi hal itu, Kepala Dusun Bunder, Giyanto, yang awalnya ragu akhirnya melibatkan warga secara total dalam gerakan tersebut. Lalu waduk pun berfungsi kembali sebagai ruang publik  warga.

              Untuk meyakinkan warga bahwa air hujan itu aman Bima bersama dengan Romo Kirjito dan Gus Arifin mengenalkan teknologi untuk menguji kadar asam dan basa dalam air hujan. Melalui proses ilmiah warga dapat melihat kualitas air dengan alat ukur yang dipinjamkan. Lalu warga membandingkan kualitas air hujan mereka dan mengadakan pertemuan tiap minggunya untuk membandingkan kualitas air hujan. Karena hal tersebut, dibentuklah sebuah kelompok kecil yang bernama Kampus Kandang Udan untuk mengatur pengelolaan air hujan di Dusun Bunder. Pemerintah seharusnya memberi bantuan jangka panjang  dalam mengatasi krisis air di dusun ini, bukan sebatas member tangki saat kemarau. Bantuan berupa Infrastruktur bak tandon akan dikira lebih bermanfaat. Hingga pada akhirnya budaya air hujan kembali dikumandangkan  warga Dusun Bunder yang bertajuk “Evolusi Budaya Air Hujan”. Mereka berbagi pengalaman mengolah air hujan menjadi layak konsumsi melalui peragaan alat ionisasi. 

            Apa sumbangan artikel tersebut untuk psikologi lingkungan? Artikel tersebut memberi menginspirasi untuk semakin sadar akan kepedulian terhadap lingkungan dan bisa memanfaatkan semua sumber sumber yang ada seperti air hujan, untuk kebaikan bersama. Sebagai seorang  mahasiswa psikologi, kita bisa berbagi kepada orang lain dan mengajarkan kepada anak-anak cara-cara untuk memanfaatkan sumber –sumber alam dengan baik dan bijak.
 

Sumber tulisan:

 Kompas (2015). Kemandirian Air di Kampuns Kandang Udan. 24 April.

0 komentar:

Posting Komentar