Naurmi Rojab Destiya
Fakultas Psikologi
Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta
Lingkungan sekolah, merupakan
lingkungan yang mempunyai banyak persoalan. Terutama masalah para siswa yang
semakin kompleks. Contoh hal-hal kecil yang terjadi, tidak mengerjakan PR,
membuat gaduh saat proses belajar mengajar berlangsung, membantah perintah
guru, dan sampai kepermasalah yang serius yang semakin marak terjadi, dari
mulai membolos, free sex, tawuran antar pelajar, penggunaan narkoba dikalangan
remaja, hingga masalah pembunuhan yang hingga kini masih menjadi permasalahan
yang belum bisa diselesaikan .
Pada setiap siswa yang bermasalah
pastinya memiliki alasan mengapa mereka melakukan tindakan itu. Dan guru yang
paling berperan dalam menangani permasalahan ini ialah guru BP. Biasanya
anak-anak dianjurkan untuk masuk ke Ruang BP, dan melakukan bimbingan konseling
dengan Guru BP. Namun, yang terjadi adalah siswa justru merasa takut jika
mendengar kata kata Guru BP atau Ruang BP. Padahal seharusnya guru BP atau Ruang
BP tidak menjadi momok yang mengerikan, tapi menjadi sahabat dan menjadi tempat
yang nyaman untuk pemberian bantuan menyelesaikan masalah para siswa, dimana
setiap permasalahan siswa bisa dibantu diselesaikan disini. Pemberian bantuan
menyelesaikan masalah, gangguan jiwa atau sering disebut dengan konsultasi jiwa
dan istilah ilmiahnya disebut dengan konseling yang akhir-akhir ini telah
menjadi salah satu pelayanan yang sangat dirasakan perlu dan penting di
Indonesia, khususnya disekolah (Suardiman, 1988)
Sebagai contoh kasus, seorang anak
pecandu narkoba, tidak bisa dibenarkan jika sang anak langsung diberikan
hukuman atau langsung dikeluarkan dari sekolah. Tugas Guru BP bukan hanya untuk
memberikan hukuman, namun Guru BP wajib menanyakan hal apa yang sedang terjadi
pada dirinya hingga menggunakan narkoba. Dan bisa dilakukan rehabilitasi dan
cuti sekolah.
Sebagai pihak konselor atau Guru BP
seharusnya bisa lebih mengerti dan memahami anak-anak yang bermasalah dari pada
guru yang lain. Guru BP harus menempatkan dan memelihara hubungan agar siswa
bisa percaya dengan Guru BP. Mendengarkan dengan penuh perhatian dan tidak
bersifat otoriter membantu siswa mengerti akan kebutuhan emosinya.
Pihak pemberi bantuan dalam konteks
ini ialah Guru BP harus menghargai perasaan, nilai-nilai dan tujuan yang
terkandung dalam diri pihak yang memerlukan bantuan atau siswa. Disamping itu
harus selalu waspada terhadap kemungkinan terjadinya pengaruh luar yang
bersifat destruktif. Misalnya ada informasi dari orang ketiga bahwa
berkonsultasi dengan konselor/ Guru BP dinilai sebagai orang yang bermasalah,
gila, atau anak nakal, dalam hal ini harus diberikan penjelasan seperlunya
(Suardiman,1988)
Hal-hal ini dilakukan agar siswa bisa
bicara lebih jujur, leluasa dan nyaman. Hal ini juga akan membantu Guru BP
mengetahui seperti apa masalah apa yang sedang terjadi pada siswanya. Sekaligus
memprediksi hal-hal yang akan terjadi. Dalam hal ini Guru BP seharusnya bisa
menjadi sahabat siswa, bukan menjadi momok yang mengerikan. Karena pada
dasarnya setiap manusia, semua orang melakukan sesuatu pasti ada sebab atau pemicunya.
Daftar Pustaka
-
Suardiman.
1988. Psikologi Konseling. Yogyakarta. Studing Yogyakarta.
0 komentar:
Posting Komentar