14.9.15

RINGKASAN ARTIKEL: Ruwahan Apeman Malioboro, Ketika Sampah Jadi Karya Seni Istimewa



Juni Wulan Ningsih
Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45


Banyaknya sampah dikota Yogyakarta menjadi keprihatinan sendiri bagi masyarakat. Akan tetapi kondisi ini berbeda ketika komunitas seniman jalanan di Malioboro memberikan sedikit sentuhan seni yang istimewa. Dimana pada Festival Budaya Ruwahan Apeman Malioboro ke-6 sampah-sampah tersebut telah berubah menjadi suatu karya seni yang bernilai tinggi dan alat-alat musik dari barang bekas yang tetap ramah lingkungan. 

Festifal seni ini sendiri telah digelar sejak 5 Juni 2015 yang ditandai dengan dipasangnya instalansi seni dari sampah disepanjang  Jalan Malioboro. Selain itu juga terdapat tiga gunungan paca acara Puncak Kirab Budaya Apeman tersebut, yaitu gunungan organik, gunungan apem, dan gunungan sampah. Rute pada acara puncak tanggal 14 Juni ini dimulai dari halaman Kantor Dinas Pariwisata DIY menuju kepatihan Yogyakarta.


Alasan diadakannya kirab budaya ini sebagai bentuk kritisisasi terhadap perubahan kota Yogyakarta yang semakin ramai dan bertambah pula sampahnya. Dimana masyarakat belum sepenuhnya sadar akan pentingnya kebersihan dan masih suka membuang sampah sembarang. Dalam acara ruwahan apeman ini semua peserta diharuskan memakai atribut dari daur ulang sampah dan alat musik dari barang-barang bekas serta mengusung tema Ruwahan sampah Cokro Manggilingan. Ruwahan Apeman Malioboro mempunyai arti berupa reresik atau merti desa dengan Merti Malioboro.

Hubungan artikel ini dengan psikologi lingkungan yakni agar timbul kesadaran dalam diri kita pribadi arti pentingnya kebersihan dalam kehidupan sehari-hari, yang dimulai dengan membuang sampah pada tempatnya.


Sumber :
R-4-F. (2015). Ruwahan Apeman Malioboro, Ketika Sampah Jadi Karya Seni Istimewa. Kedaulatan Rakyat,15 Juni, hal 1

0 komentar:

Posting Komentar