Jati
Pramono
Fakultas
Psikologi
Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta
Selama ini para
petani, paling tidak di Jawa, mempunyai berbagai cara dan sistem untuk akrab
dengan iklim. Menurut Sindunata cara dan sistem itu sudah demikian lama berlaku
dan mendarah daging dalam kehidupan petani Jawa.
Salah satu cara dan
sistem yang telah menjadi budaya tersebut adalah pranata mangsa. Petani Jawa
bagian dari bangsa agraris di Indonesia yang telah hidup dengan tradisi pertanian
padi basah kurang lebih 2000 tahun lamanya. Para petani itu, terutama yang
mendiami daerah-daerah bekas kerajaan-kerajaan Jawa.
Dikatakan Surono MA,
masyarakat Jawa memiliki kekayaan budaya dan kearifan lokal yang dinilai
relevan dengan konsep pembangunan berkelanjutan. Diantaranya brubuh sistem
penebangan kayu tradisional didasarkan perhitungan menggunakan kalender
pertanian Jawa yang dikenal dengan pranata mangsa.
Pranata mangsa
memiliki 12 musim (mangsa). Musim yang paling baik untk melakukan brubuh,
mangsa tuwa (musim tua), yaitu kasanga, kasadasa dan dhesta. “Musim ini antara
bulan Maret sampai pertengahan Mei,” kata Peneliti Pusat Studi Pancasila (PSP)
UGM, Surono MA saat memaparkan hasil penelitiannya beberapa waktu lalu di
kampus UGM.
Musim kasanga atau
kesembilan terjadi antara 1-25 Maret degan ciri-ciri, padi berbunga, jangkrik
mulai muncul dan bernyanyi, tonggeret dan gangsir mulai bersuara, bunga padi
glagah berguguran. Musim kesepuluh (kasadasa) datang sekitar 26 Maret hingga 18
April ciri-cirinya padi mulai menguning, telur-telur burung-burung kecil mulai
menetas.
Mangsa dhesta
(kesebelas) datang sekitar 19 April-11 Mei,cirinya burung-burung memberi
anaknya, buah randu mekar dan sebagainya. Jika penebangan kayu-bambu dilakukan
pada musim tua ini, kata Surono, maka kayu atau bambu yang dihasilkan memliki
kandungan lignin yang paling rendah sehingga tidak mudah dimakan serangga dan
memiliki tingkat kelenturan-kekuatan paling tinggi.
Menurut Surono,
sistem brubuh mampu menjaga
kelestarian alam dan lingkungan yang saat ini semakin terkikis dan terancam
keberlanjutannya.
Kayu dari hasil
tebangan dengan sistem ini dinilai lebih awet dan mampu membuat manusia tidak
setiap saat menebang kayu. “Hal ni mendukung kelestarian alam yang memiliki
waktu lebih lama untuk memperbaiki diri dan menjaga kehidupan bumi lebih baik,
“ Ujarnya.
Dari hasil penelitian
Surono, brubuh masih diterapkan di
desa-desa di sekitar kecamatan Bayat Klaten dan Dusun Bragasan, Trihanggo,
Sleman.
(M Adhisupo)-g
Sumber
Pustaka :
Adhisupo, M. (2015). “Brubuh”, Kearifan
Lingkungan KianTerkikis. KedaulatanRakyat,
28 Maret.
0 komentar:
Posting Komentar