20.9.15

“Brubuh”, Kearifan Lingkungan Kian Terkikis



RINGKASAN ARTIKEL : “Brubuh”, Kearifan Lingkungan Kian Terkikis
 
Jati Pramono

Fakultas Psikologi 

Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta


Selama ini para petani, paling tidak di Jawa, mempunyai berbagai cara dan sistem untuk akrab dengan iklim. Menurut Sindunata cara dan sistem itu sudah demikian lama berlaku dan mendarah daging dalam kehidupan petani Jawa. 


Salah satu cara dan sistem yang telah menjadi budaya tersebut adalah pranata mangsa. Petani Jawa bagian dari bangsa agraris di Indonesia yang telah hidup dengan tradisi pertanian padi basah kurang lebih 2000 tahun lamanya. Para petani itu, terutama yang mendiami daerah-daerah bekas kerajaan-kerajaan Jawa.

Dikatakan Surono MA, masyarakat Jawa memiliki kekayaan budaya dan kearifan lokal yang dinilai relevan dengan konsep pembangunan berkelanjutan. Diantaranya brubuh sistem penebangan kayu tradisional didasarkan perhitungan menggunakan kalender pertanian Jawa yang dikenal dengan pranata mangsa.

Pranata mangsa memiliki 12 musim (mangsa). Musim yang paling baik untk melakukan brubuh, mangsa tuwa (musim tua), yaitu kasanga, kasadasa dan dhesta. “Musim ini antara bulan Maret sampai pertengahan Mei,” kata Peneliti Pusat Studi Pancasila (PSP) UGM, Surono MA saat memaparkan hasil penelitiannya beberapa waktu lalu di kampus UGM.

Musim kasanga atau kesembilan terjadi antara 1-25 Maret degan ciri-ciri, padi berbunga, jangkrik mulai muncul dan bernyanyi, tonggeret dan gangsir mulai bersuara, bunga padi glagah berguguran. Musim kesepuluh (kasadasa) datang sekitar 26 Maret hingga 18 April ciri-cirinya padi mulai menguning, telur-telur burung-burung kecil mulai menetas.

Mangsa dhesta (kesebelas) datang sekitar 19 April-11 Mei,cirinya burung-burung memberi anaknya, buah randu mekar dan sebagainya. Jika penebangan kayu-bambu dilakukan pada musim tua ini, kata Surono, maka kayu atau bambu yang dihasilkan memliki kandungan lignin yang paling rendah sehingga tidak mudah dimakan serangga dan memiliki tingkat kelenturan-kekuatan paling tinggi.

Menurut Surono, sistem brubuh mampu menjaga kelestarian alam dan lingkungan yang saat ini semakin terkikis dan terancam keberlanjutannya.

Kayu dari hasil tebangan dengan sistem ini dinilai lebih awet dan mampu membuat manusia tidak setiap saat menebang kayu. “Hal ni mendukung kelestarian alam yang memiliki waktu lebih lama untuk memperbaiki diri dan menjaga kehidupan bumi lebih baik, “ Ujarnya.
Dari hasil penelitian Surono, brubuh masih diterapkan di desa-desa di sekitar kecamatan Bayat Klaten dan Dusun Bragasan, Trihanggo, Sleman.

(M Adhisupo)-g


Sumber Pustaka :
Adhisupo, M. (2015). “Brubuh”, Kearifan Lingkungan KianTerkikis. KedaulatanRakyat, 28 Maret.
 

0 komentar:

Posting Komentar