Fx. Wahyu
Widiantoro
Fakultas
Psikologi Universitas Proklamasi 45
Yogyakarta
Relevansi tes
keperawanan dengan kemampuan seorang wanita dalam menjalankan tugasnya sebagai
tentara tentunya tidak terkait langsung. Pada pertengahan bulan Mei 2015 di
berbagai media dikabarkan tentang tes keperawanan bagi calon tentara sedangkan
beberapa tahun silam tes keperawanan bahkan sempat diusulkan di sejumlah daerah
sebagai syarat kelulusan SMA. Serentak wacana tersebut mendapat penolakan dari
berbagai kelompok perempuan (Sabrina Asril, Jumat 15 Mei 2015, 20.00.
Kompas.com).
Menarik untuk
dicermati sejauhmanakah tes keperawanan mampu menjadi indikator tegaknya
moralitas. Tes keperawanan dapat dinilai baik bila dimaksudkan sebagai disiplin
moral sejak awal. Tentu nya kita berharap tes tersebut dilakukan dengan cara
yang cukup manusiawi dan toleran yaitu dokter harus wanita serta alat yang
digunakan dalam melakukan tes tersebut tidak merusak keperawwanan itu sendiri.
Terkait dengan hasil tes tersebut, bila ternyata tidak perawan yang disebabkan
karena sakit, cedera ataupun kecelakaan tentunya tidak akan dipermasalahkan. Jadi yang dianggap
tidak lolos selekeksi dalam suatu tes keperawanan yaitu apabila seseorang yang
tidak perawan tersebut lebih karena suatu hubungan seksual.
Pentingnya
menegakkan nilai moralitas tentunya diawali dari kesadaran norma-norma yang
berkembang di masyarakat. Beragam budaya yang saat ini dengan mudah berkembang
di tengah masyarakat membutuhkan control yang lebih ketat. Seperti halnya seks
bebas yang sering kali langsung dihubungkan dengan penanganan pemerintah dan
sekelompok masyarakat terhadap penutupan tempat-tempat portitusi. Seks bebas
tidak harus tentang porstitusi. Hal itu sebenarnya lebih mudah diatasi &
diketahui tapi yang terselubung atau perselingkungkun dengan berbagai alas an
itu yang perlu diwaspadai. Bila kita lebih mencermati, sekarang ini marak
“porstitusi terselubung” dengan penyakit lama “perselingkuhan”.
Tes keperawanan
menjadi cara penegakan moral apabila mampu memberikan efek jera sebagai
pengurangan kasus lama dan baru juga sebagai preventif dan tindakan amoral
nantinya. Apabila tes tersebut dilaksanakan di instansi seperti halnya di TNI,
tentunya di sisi lain kita juga perlu memberikan hak masa depan bagi yang sudah
tidak perawan karena seks bebas. Tugas selanjutnya yaitu bagaimana kita bisa menjamin bahwa sikap para
peserta tes yang lolos tersebut tidak
akan melakukan perilaku bertentangan dengan tujuan tes tersebut ketika berprofesi
nantinya, mengingat disiplin tersulit adalah ”Disiplin moral”.
Referensi:
Asril,Sabrina (2015). Kompas.com, Jumat
15 Mei, 20.00.
*Materi
pada Siaran Interaktif Psikologi di RRI Kotabaru DIY, pada hari Rabu, 20 Mei
2015, pukul 20.15 – 21.00.
0 komentar:
Posting Komentar